Norma-norma Masyarakat Kelembagaan 1. Pengertian

23 Berbagai jenis kelembagaan dikelompokkan ke dalam delapan kebutuhan hidup manusia Koentjaraningrat, 1997 : 1. Kelembagaan yang bertujuan untuk memenuhi kebutuhan kehidupan kekerabatan domestic institutions berupa kelembagaan pelamaran, perkawinan, poligami, pengasuhan anak-anak, perceraian dan sebagainya. 2. Kelembagaan untuk memenuhi kebutuhan mata pencaharian hidup economic institutions berupa pertanian, peternakan, pemburuan, feodalisme, industri barter, koperasi, penjualan dan sebagainya. 3. Kelembagaan untuk memenuhi kebutuhan pendidikan educational institutions berupa pengasuhan anak-anak, pendidikan menengah, pendidikan keagamaan, perpustakaan, pers dan sebagainya. 4. Kelembagaaan untuk memenuhi kebutuhan ilmiah manusia scientific institutions berupa metode ilmiah, penelitian, pendidikan ilmiah dan sebagainya. 5. Kelembagaan untuk menyatakan rasa keindahan dan rekreasi aesthetic and recreational institutions misalnya seni rupa, seni suara, seni gerak, kesusasteraan, olah raga dan sebagainya. Kelompok Pengelola Kawasan Wisata Pesisir “Samudera Baru” dapat dikategorikan sebagai suatu bentuk kelembagaan untuk memenuhi kebutuhan rekreasi bagi masyarakat. 6. Kelembagaan untuk berhubungan dengan Tuhan dan alam gaib religious institutions berupa gereja, do’a, kenduri, upacara, pantangan, ilmu gaib dan sebagainya. 7. Kelembagaan untuk kehidupan berkelompok atau bernegara political institutions yaitu sistem pemerintahan, demokrasi, kehakiman, kepartaian, kepolisian dan sebagainya. 8. Kelembagaan untuk mengurus kebutuhan jasmaniah manusia somatic institutions, misalnya salon, kedokteran dan sebagainya.

2.3.1.2. Norma-norma Masyarakat

Agar hubungan antar manusia dalam suatu masyarakat dapat berlangsung sebagaimana yang diharapkan, maka dibutuhkan adanya norma-norma. Norma- norma dan peraturan-peraturan masyarakat ini memiliki fungsi : 1. Memberikan pedoman pada anggota masyarakat, bagaimana mereka harus bertingkah laku atau bersikap dalam menghadapi masalah-masalah dalam 24 masyarakat, terutama yang menyangkut kebutuhan-kebutuhan sekaligus melarang seorang anggota masyarakat melakukan perbuatan-perbuatan tertentu. 2. Menjaga keutuhan dan kerjasama masyarakat. Disatu pihak norma-norma dan peraturan-peraturan memaksa orang agar menyesuaikan tindakan- tindakan yang ditampilkan dengan dengan norma-norma dan peraturan- peraturan yang berlaku, sedangkan di lain pihak mengusahakan agar masyarakat menerima seseorang karena kemampuannya untuk menyesuaikan diri. 3. Memberikan pegangan kepada masyarakat untuk mengadakan sistem pengendalian sosial, artinya sistem pengawasan masyarakat terhadap tingkah-laku anggota-anggotanya. Secara konseptual terdapat empat tingkatan norma, mulai dari kekuatan mengikat yang terlemah sampai pada yang terkuat, yaitu : 1. Cara usage, dalam hubungan antar-individu didalam masyarakat tampak lebih menonjol atau menunjuk pada suatu perbuatan. Suatu penyimpangan, secara moral dirasakan sebagai sesuatu yang tidak pantas dan masyarakat menilainya sebagai sesuatu yang janggal. 2. Kebiasaan folkways, memiliki kekuatan mengikat yang lebih besar dibandingkan dengan usage. Kebiasaan diartikan sebagai perbuatan yang diulang-ulang dalam bentuk yang sama. Bagi yang melanggar kebiasaan, secara moral akan merasa malu dan akan dicela oleh masyarakat. 3. Tata kelakuan mores, merupakan kebiasaan yang dianggap sebagai cara berprilaku dan diterima sebagai norma-norma pengatur; mencerminkan sifat- sifat yang hidup dari kelompok manusia berfungsi sebagai alat pengawas atau kontrol oleh masyarakat terhadap para angggotanya, baik secara sadar maupun tidak sadar. Tata kelakuan ini sangat penting, karena : memberikan batas-batas pada perilaku individu, mengidentifikasi individu dengan kelompoknya serta menjaga solidaritas antar anggota masyarakatnya. Orang-orang yang melanggar tingkatan norma tata kelakuan, secara moral akan merasa bersalah dan para pelanggar akan dihukum oleh masyarakat. 4. Adat istiadat customs, merupakan tata kelakuan yang kekal serta kuat integrasinya dengan pola-pola perilaku masyarakat. Apabila adat istiadat dilanggar, secara moral pelanggar akan merasa berdosa dan masyarakat akan mengeluarkan pelaku dari komunitasnya. 25 Norma-norma tersebut akan mengalami suatu proses sebelum akhirnya menjadi bagian dari kelembagaan yang ada di masyarakat. Proses ini dinamakan dengan pelembagaan, meliputi tahapan, yaitu : 1. Diketahui; norma baru diketahui oleh masyarakat sehingga memiliki taraf pelembagaan yang masih rendah. 2. Dipahami atau dimengerti; norma dipahami dan dimengerti oleh masyarakat serta mengatur perilaku mereka sehingga memiliki taraf pelembagaan yang mulai meningkat. 3. Ditaati; apabila masyarakat mengerti dan memahami norma-norma yang mengatur kehidupannya, maka terdapat kecenderungan bahwa norma-norma tersebut akan ditaati. 4. Dihargai; apabila norma-norma tersebut diketahui, dipahami dan dimengerti serta ditaati maka norma tersebut kemudian akan dihargai. Kelompok Pengelola Kawasan Wisata “Samudera Baru” sebagai bagian dari komunitas atau masyarakat seharusnya dituntut untuk mampu menyesuaikan dengan nilai-nilai atau norma-norma yang ada di pada masyarakat sehingga tidak menimbulkan penyimpangan-penyimpangan yang dapat mengakibatkan terjadinya konflik dengan masyarakat.

2.3.1.3. Kontrol atau Pengendalian Sosial