Latar Belakang Masalah PENDAHULUAN

Faktanya penyalahgunaan NAPZA saat ini telah mencapai situasi yang sangat mengkhawatirkan bagi kelangsungan hidup manusia. Berdasarkan data dari penelitian Badan Narkotika Nasional BNN dan Puslitkes UI prevalensi penyalahgunaan narkoba tahun 2011 meningkat sebesar 2,2 persen, sementara tahun 2013 bisa meningkat 2,56 persen dan 2015 bisa melonjak 2,80 persen. 7 Tidak hanya melibatkan pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Atas SLTA dan kalangan Mahasiswa, namun kini telah merambah ke kalangan pelajar Sekolah Lanjutan Tingkat Pertama SLTP dan Sekolah Dasar SD. Maka tingkatan frekuensi pemakaian NAPZA semakin tinggi, begitu pula dengan angka kematian yang terus meningkat karena Over Dosis OD bahkan menderita HIVAIDS pada penggunaan narkoba suntik. Dampak penyalahgunaan NAPZA sebagian besar mengarah pada gangguan psikis seseorang. Menurut Departemen Kesehatan Republik Indonesia 2001 menyatakan bahwa gejala psikiatri yang timbul adalah cemas, depresi dan halusinasi. Penelitian yang dilakukan di USA menunjukkan lebih dari 50 penyalahgunaan NAPZA non alkohol mengidap paling tidak satu gangguan psikiatri antara lain: 1 26 mengalami gangguan alam perasaan seperti depresi sedih, muram, tertekan, mania kegelisahan, kemarahan, kekalutan atau kebingungan yang berlebihan. 2 26 gangguan ansietas kecemasan berlebihan. 3 18 gangguan kepribadian antisosial tidak perduli dengan hak orang lain. 4 7 skizofrenia gangguan otak yang rumitkronis 7 Rakyat Media, “Kepala BNN:Tahun 2014-2015 Pengguna Narkoba Meningkat,” artikel diakses pada 3 Januari 2014 dari http:rakyatmedia.com20140103.html Mereka dengan penyalahgunaan alkohol sebanyak 37 mengalami komordibitas psikiatri gangguan psikis lain. Berdasarkan data DepKes, saat ini terdapat lebih dari 3,5 juta pecandu narkoba di Indonesia. Sebagian besar diantaranya 43-67 mengalami Gangguan Diagnosis Ganda GDG. 8 Menurut Sciacca seperti yang dikuti oleh Johny Bayu Fitranta, Dual diagnosis adalah adanya kombinasi segala bentuk penyakit maupun disabilitas termasuk disabilitas sensoris, fisik dan intelektual, gangguan mental dan penyalahgunaan zat. Definisi lain dari Daley dan Moss seperti yang dikutip oleh Johny Bayu Fitranta , istilah dual diagnosis adalah dimana seseorang memiliki gangguan penggunaan zat yang mendampinginya, seperti: depresi, skizofrenia, gangguan kepribadian ambang, fobia, sosial dan gangguan lainnya. Gejala-gejala dari satu kondisi dapat menutupi gejala dari kondisi lainnya atau malah makin memperburuk kondisi lain tersebut. 9 Berdasarkan Pedoman Penggolongan dan Diagnosa Gangguan Jiwa PPDGJ, dual diagnosis, yakni sindrom klinis atau gangguan mental menyangkut kondisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis. Gangguan klinis dalam hal ini termasuk ke dalam gangguan yang berhubungan dengan obat dan NAPZA, termasuk gangguan penggunaan alkohol, gangguan penggunaan amphetamin, 8 Universitas Sumatera Utara USU , “Asuhan Keperawatan Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa ,” artikel diakses pada 3 Januari 2014 dari http:usupress.usu.ac.idAsuhanKeperawatanKliendenganMasalahPsikososialdanGangguanJiwa 9 Johny Bayu Fitranta , “Klasifikasi Gangguan Jiwa,” artikel diakses pada 3 januari 2014 dari http:www.medicinesia.comkedokteran-klinisneurosains-kedokteran-klinisklasifikasi- gangguan-jiwa gangguan yang dipicu oleh penggunaan cannabis ganja, gangguan yang dipicu oleh anxiolitic, hipnotic, dan sedatif obat penenang. 10 Upaya penanggulangan penyalahgunaan NAPZA secara komprehensif adalah melalui pendekatan Harm Minimisation, yang secara garis besar dikelompokkan menjadi tiga kegiatan utama yaitu Supply Control, Demand Reduction, dan Harm Reduction. 11 Termasuk upaya Supply Control adalah penegakkan hukum, pencegahan penyelundupan dan peredaran NAPZA; termasuk Demand Reduction adalah upaya di bidang prevensi, terapi dan rehabilitasi. 12 Sehubungan dengan hal tersebut di atas maka tidak ada istilah terlambat untuk memerangi NAPZA dengan strategi Supply Control dan Demand Reduction yang dijalankan secara konsekuen, konsisten, dan berkesinambungan, hal ini mengingat bahwa sebagian besar 90 korbannya adalah remaja anak bangsa yang merupakan generasi penerus bangsa dan negara yang merupakan kewajiban pemerintah dan masyarakat untuk melindungi masa depannya. 13 Upaya Demand Reduction salah satunya adalah dengan cara terapi. Terapi adalah perlakuan treatment yang ditujukan terhadap penyembuhan suatu kondisi psikologis individu. Pada beberapa tempat rehabilitasi menawarkan berbagai macam bentuk terapi, salah satu bentuk terapi dalam proses rehabilitasi adalah art therapy. Dalam proses kegiatan art therapy, pasien diberikan layanan 10 Rusdi Maslim, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa; Rujukan Ringkas dari PPDGJ- III, h. 41. 11 Harm Reduction sebutan bagi Program Pengurangan Dampak Buruk Penggunaan NAPZA. Harm Reduction adalah sebuah pendekatan praktis pragmatis yang salah satu tujuannya agar penasun tidak menularkan atau tertular HIV?AIDS atau penyakit-penyakit yang disebabkan oleh pertukaran jarum suntik. 12 Hawari, Al- Qur’an: Ilmu Kedokteran Jiwa dan Kesehatan Jiwa, h. 268 13 Ibid., h. 271. dan bimbingan seni yang terdiri atas proses komunikasi non-verbal melalui garis, bentuk, dan warna; ekspresi dari ide dan perasaan. Fenomena yang terjadi di Amerika Serikat AS, seni lukis pasir sebagai coping digolongkan dalam strategi penyelesaian masalah termasuk dalam kategori art therapy. Menurut Michael Levin seperti yang dikutip oleh Arsepta Kurnia Sandra, Art therapy adalah disiplin ilmu yang kuat yang digunakan dalam pengobatan gangguan mental atau saraf dan untuk meningkatkan kualitas kehidupan. 14 Rehabilitasi dengan art therapy sebagai wadah penyaluran kreatifitas dan pengalihan pasien kepada NAPZA untuk tidak mengkonsumsi kembali. Terkadang pasien sering mengalami kesulitan dalam menentukan pilihan sehingga tidak sedikit pasien yang berbakat, kemampuan minat dan hobinya tidak tersalurkan dengan baik. Pasien seperti ini tidak dapat mencapai perkembangan rehabilitasi secara optimal, mereka memerlukan bantuan atau bimbingan dari orang-orang dewasa, terutama terapis atau konselor dalam menyalurkan potensi dan mengembangkan dirinya. 15 Sebagai upaya penanganan bagi korban penyalahgunaan NAPZA khususnya bagi penderita dual diagnosis yang disebabkan karena ketergantungan obat atau narkotika, salah satunya yakni mendirikan panti rehabilitasi maupun rehabilitasi berbasis rumah sakit yang memiliki program terapi-terapi untuk memulihkan kesehatan dan menyalurkan bakat kemampuan di bidang seni. 14 Arsepta Kurnia Sandra, “Art Therapy”, artikel diakses pada 3 Januari 2014 dari http:www.goodtherapy.orgart-therapy.html 15 Prayitno, Dasar-dasar Bimbingan dan Konseling Jakarta: PT. Rincka Cipta, 2004, h. 122. Rumah Sakit Ketergantungan Obat RSKO merupakan rumah sakit yang menangani dan mengobati para korban penyalahgunaan NAPZA yang terletak di Jalan Lapangan Tembak Nomor. 75 Cibubur, Jakarta Timur. RSKO menggunakan program art therapy sebagai alternatif dalam merehabilitasi pasien penyalahgunaan NAPZA khususnya bagi pasien dual diagnosis. Berdasarkan data yang penulis dapatkan dari Pekerja Sosial di RSKO, pada tanggal 20 Mei 2014 jumlah seluruh pasien rehabilitasi di RSKO sebanyak 37 orang. Dari keseluruhan jumlah pasien yang di rehabilitasi, pasien yang dual diagnosis sebanyak 15 orang. Pasien dual diagnosis yang menjalani pemulihan di RSKO berjenis kelamin laki- laki dan rata-rata usianya diatas 20 tahun. RSKO menyediakan fasilitas dan program bagi pasien dual diagnosis untuk meningkatkan kemampuan serta perubahan sikap dan mental positif. Penulis tertarik meneliti RSKO karena pelaksanaan program art therapy di RSKO dikhususkan bagi pasien dual diagnosis. Penulis juga ingin mengetahui lebih dalam tentang program art therapy di RSKO terkait dengan evaluasi program tersebut terhadap pemulihan pasien dual diagnosis. Selain itu, alasan penulis tertarik meneliti tentang program art therapy karena belum ada kajian literatur program studi Kesejahteraan Sosial UIN Syarif Hidayatullah Jakarta yang meneliti program art therapy bagi pasien dual diagnosis. Maka dengan demikian sebagaimana uraian diatas penulis mengajukan skripsi yang berjudul: “Evaluasi Program Art Therapy Bagi Pasien Dual Diagnosis NAPZA-Skizofrenia di Rumah Sakit Ketergantungan Obat RSKO Jakarta ”.

B. Pembatasan dan Perumusan Masalah

1. Pembatasan Masalah

Berdasarkan penjelasan latar belakang di atas, maka penulis membatasi permasalahan pada: Evaluasi Program Art Therapy Bagi Pasien Dual Diagnosis NAPZA-Skizofrenia di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Evaluasi yang dimaksud dalam penelitian ini adalah melihat secara keseluruhan mulai dari perencanaan, proses, hingga hasil dan dampak dari pelaksanaan kegiatan program art therapy terhadap pasien dual diagnosis, yakni pasien NAPZA yang mengalami gangguan kejiwaan Skizofrenia di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta.

2. Perumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang dan batasan masalah di atas, maka penulis merumuskan masalah pokok sebagai berikut: a. Bagaimana pelaksanaan program art therapy bagi pasien dual diagnosis NAPZA-Skizofrenia di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta? b. Bagaimana hasil evaluasi program art therapy bagi pasien dual diagnosis NAPZA-Skizofrenia di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta?

C. Tujuan dan Manfaat Penelitian

1. Tujuan Penelitian

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi program art therapy di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Secara khusus penelitian ini bertujuan: a. Untuk mengetahui pelaksanaan program art therapy bagi pasien dual diagnosis NAPZA-Skizofrenia di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. b. Untuk mengetahui hasil evaluasi program art therapy bagi pasien dual diagnosis NAPZA-Skizofrenia di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta.

2. Manfaat Penelitian

Adapun manfaat dari penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Secara Akademik: a Sebagai sarana bagi penulis untuk meningkatkan kemampuan dalam melakukan penelitian dan penulisan karya Ilmiah. b Memberikan sumbangan pengetahuan dan wawasan baru bagi seluruh mahasiswamahasiswi Jurusan Kesejahteraan Sosial yang tertarik terhadap permasalahan NAPZA terkait dengan pasien dual diagnosis dan sebagai tambahan bacaan bagi yang berminat membahas dampak program dalam penanganan pasien dual diagnosis. c Memberikan masukan untuk penelitian-penelitian lebih lanjut, khususnya penelitian terapan yang berkaitan dengan evaluasi program dalam penanganan pasien dual diagnosis. 2. Secara Praktis: a Sebagai bahan evaluasi bagi Terapis Pekerja Sosial dalam pelaksanaan program art therapy di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. b Memberikan sumbangan pengetahuan mengenai evaluasi program art therapy bagi pasien dual diagnosis. c Untuk menambah wawasan bagi para pembaca umumnya dan bagi penulis khususnya dan para calon pekerja sosial agar mendapat gambaran umum tentang hal-hal yang berkaitan dengan program penanganan pasien dual diagnosis.

D. Metodologi Penelitian

1. Tempat dan Waktu Penelitian

Lokasi yang diambil oleh penulis untuk melakukan penelitian bertempat di Jalan Lapangan Tembak Nomor 75 Cibubur Jakarta Timur tempat dimana program art therapy bagi pasien dual diagnosis dilaksanakan. Untuk memasuki lokasi penelitian penulis melakukan penjajakan ke Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta kemudian meminta perijinan untuk melakukan penelitian lalu penulis menyerahkan surat pengantar resmi dari Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi UIN Syarif Hidayatullah Jakarta. Penelitian dilakukan sejak 1 April 2014 hingga 30 Mei 2014. Menurut penulis program art therapy bagi pasien dual diagnosis di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta menarik untuk diteliti karena belum pernah ada yang meneliti tentang program art therapy terkait dengan pasien NAPZA dan gangguan kejiwaan. Dalam hal ini penulis meneliti evaluasi program art therapy bagi pasien dual diagnosis di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. Selain itu, lokasi penelitian mudah dijangkau oleh penulis dengan biaya yang tidak terlalu mahal.

2. Pendekatan Penelitian

Dalam penelitian ini penulis menggunakan pendekatan metode penelitian kualitatif, yaitu suatu penelitian yang berupaya menghimpun data, mengolah dan menganalisa data secara kualitatif dan menafsirkannya secara kualitatif. Penulis dapat memiliki data yang akurat dari pelaksanaan program art therapy bagi pasien dual diagnosis di Rumah Sakit Ketergantungan Obat RSKO Jakarta. Penulis bermaksud untuk meneliti secara mendalam mengenai pelaksanaan program art therapy dan evaluasi program art therapy bagi pasien dual diagnosis NAPZA-Skizofrenia di Rumah Sakit Ketergantungan Obat RSKO Jakarta. Pengertian kualitatif menurut Strauss dan Corbin seperti yang dikutip oleh Lexy J. Moleong, penelitian kualitatif adalah jenis penelitian yang menghasilkan penemuan-penemuan yang tidak dapat dicapai diperoleh dengan menggunakan prosedur-prosedur statistik atau cara-cara lain dari kuantifikasi pengukuran. Penelitian kualitatif secara umum dapat digunakan untuk penelitian tentang kehidupan masyarakat, sejarah, tingkah laku, fungsionalisasi organisasi, aktivitas sosial, dan lain-lain. Salah satu alasan menggunakan pendekatan kualitatif adalah pengalaman para peneliti dimana metode ini dapat digunakan untuk menemukan dan memahami apa yang tersembunyi dibalik fenomena yang kadangkala merupakan sesuatu yang sulit untuk dipahami secara memuaskan. 16 Istilah penelitian kualitatif menurut Kirk dan Miller seperti yang dikutip oleh Lexy J. Moleong, pada mulanya bersumber pada pengamatan 16 Lexy J. Moleong, Metode Penelitian Kualitatif Bandung: PT. Remaja Rosdakarya, 1993, Cetakan Ke-10, h. 3.