Visi dan Misi Rumah Sakit Ketergantungan Obat Sarana dan Prasarana

Sedangkan, rencana jangka panjang merupakan sesuatu yang akan dicapai dalam jangka satu sampai dengan lima tahun. Tujuan yang ditetapkan telah mengacu kepada visi dan misi RSKO. Rencana jangka panjang RSKO, diantaranya: a. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang NAPZA. b. Memperluas cangkupan layanan tentang NAPZA RSKO sudah bisa memberikan pelayanan bagi pasien dual diagnosis. c. Meningkatkan pendapatan RSKO guna meningkatkan kualitas pelayanan Rumah Sakit. d. Menyelenggarakan pemeliharaan saran dan prasarana sesuai standar. e. Mewujudkan RSKO sebagai Rumah Sakit pendidikan. f. Meningkatkan profesionalisme Sumber Daya Manusia SDM. g. Meningkatkan penelitian dan pengembangan dalam bidang gangguan yang berhubungan dengan zat GBZ.

3. Tehnik Perencanaan

a. Teknik perencanaan dalam kepegawaian Dalam kepegawaian, perencanaan yang digunakan untuk memaksimalkan pekerjaan bagi para pegawai, RSKO memberikan pelatihan dan keterampilan sebagai berikut: 1. Pelayanan yang baik kepada para pasien 2. Pencegahan penularan penyakit pada Pasien 3. Tes Psikologi bagi pegawai Selain beberapa bentuk pelatihan dan keterampilan di atas, peningkatan kualitas kerjaSDM juga diberikan berdasarkan beban kerja masing-masing pegawai. Dalam hal ini, RSKO mengarah pada penerapan sistem Remunerasi, yaitu penilaian kinerja secara lebih objektif dan pelatihan konseling bagi para pegawai terutama bagi para konselor yang berada di ruang rehabilitasi khususnya tahapan intervensi. 1 b. Teknik perencanaan penyembuhan pada klien Penyembuhan merupakan fokus utama yang dilakukan setiap rumah sakit bagi para pasiennya. Begitupun RSKO, Rumah sakit ketergantungan obat ini menggunakan beberapa cara dalam menyembuhkan pasien yang berhubungan dengan zat beserta penyakit-penyakit yang menyertainya. Untuk pasien rawat inap akan melalui proses detoksifikasi atau lebih dikenal dengan Medical Psikiatrik Evaluation MPE selama kurang lebih satu sampai tiga minggu. Setelah menjalani pemulihan secara fisik, pasien dapat meneruskan perawatan ke rehabilitasi. Model rehabilitasi yang digunakan oleh RSKO adalah Therapeutic Community TC berbasis Rumah Sakit. Artinya ada sentuhan-sentuhan medis dalam prakteknya. TC adalah bagian dari rehabilitasi. Selain itu ada pula penerapan 12 Steps Narcotic Anonymous. Therapeutic Community merupakan suatu kumpulankomunitas orang dengan masalah yang sama tinggal di tempat yang sama, memiliki seperangkat peraturan, filosofi dan norma dan nilai serta kultur yang disepakati, difahami, dan dianut bersama. Hal tersebut dijalankan demi pemulihan diri masing-masing. 2 Artinya dalam program ini kelompoklah 1 Studi Dokumen, Brosur Profil RSKO. 2 Studi Dokumen, Walking Paper Residen Instalasi Rehabilitasi. yang berperan penting dalam penyembuhan setiap pasien GBZ Gangguan yang Berhubungan dengan Zat. Terdapat dua jenis bentuk penyembuhan yang ada di RSKO, Terdapat dua jenis bentuk penyembuhan yang ada di RSKO, yaitu subsitusi dan simptomatis. Subsitusi adalah dengan memberikan zat pengganti NAPZA, sedangkan simptomatis adalah memberikan pengobatan sesuai dengan keluhan pasien. Pasien yang menjalani pengobatan di RSKO ada dua pilihan program yaitu program rawat jalan dan program rawat inap. Adapun penjelasannya adalah sebagai berikut: 1. Instalasi Rawat Jalan Dalam Dalam instalansi rawat jalan terdapat berbagai jenis layanan salah satu diantaranya adalah Program Terapi Rumatan Metadon PTRM. Dalam program ini proses perencanaan penyembuhan dilakukan dengan cara substitusi dimana para pasien GBZ diberikan penganti NAPZA berupa Methadone. Mereka yang mendaftarkan diri sebagai pasien methadone akan mempunyai perlindungan hukum tersendiri dan mempunyai kartu IPWL Institusi Penerimaan Wajib Lapor, yaitu kartu tanda bukti status pasien Methadone. Dalam meningkatkan progres penyembuhan pasien, dosis methadone akan dikurangi secara berkala sesuai dengan perkembangan positif yang ada pada pasien. Selain itu pengurangan juga harus berdasarkan rujukan dari dokter. Sedangkan mereka yang diketahui mencampur methadonenya dengan bahan lain, maka secara langsung pihak RSKO akan menambah dosis metadon pada pasien. 3 2. Instalasi Rawat Inap Langkah awal yang dilakukan dalam penanganan pasien rawat inap adalah, pasien akan menjalankan proses detoksifikasi atau penghilangan racun-racun yang terdapat didalam tubuh pasien. Setelah melakukan detoksifikasi, jika pasien merupakan rujukan dari keluarga maka pasien bisa memilih apakah akan melanjutkan ke program selanjutnya, yaitu program rehabilitasi atau langsung kembali ke lingkungannya masing- masing, namun biasanya pihak Rumah Sakit akan memberikan rekomendasi untuk melanjutkan ke program rehabilitasi. Jika pasien merupakan putusan pengadilan maka ia wajib melanjutkan program rehabilitasi untuk menjalani perawatan sesuai dengan keputusan pengadilan. Pasien yang diutuskan melanjutkan ke program rehabilitasi maka mereka akan menjalankan beberapa program dan fase. Namun sebelum itu, pasien juga akan menjalani evaluasi psikososial untuk menyesuaikan program yang akan didapatkan oleh pasien sesuai dengan hasil diagnosa atau evaluasi psikososial kesehatan tersebut. Program rehabilitasi ini menggunakan terapi komunitas Therapeutic Community berbasis Rumah Sakit dan 12 step Narcotic Anonymous dalam proses penyembuhannya. Selama menjalani proses pemulihannya, seorang klien akan menjalani empat tahapanfase residensial sebagai satu kesatuan treatment yang terpadu, dengan 3 Wawancara Pribadi dengan Agus Darmawan, Jakarta 21 April 2014. menunjukkan tingkat kemajuan yang bergantung kepada “performance based ”. Adapun fasetahapan program dalam halmahera house diantaranya: a. Reguler Programme, terbagi menjadi empat yakni fase induction, yang merupakan tahap adaptasi guna menyesuaikan diri klien terhadap program pemulihannya yang akan dijalani. Kemudian fase awal primary, yang bertujuan untuk mengarahkan klien menerima dan menyadari bahwa dirinya adalah seorang pecandu yang membutuhkan pertolongan. Selanjutnya fase menengah pre re-entry, yang merupakan proses stabilitasi sikap dan perilaku hidup sehat. Setelah itu, fase lanjut re-entry yang meliputi pengembangan sikap dan perilaku tanggung jawab dan proses pengenalan serta pemantapan sikap dan perilaku hidup sehat di dalam keluarga dan lingkungan sosial. b. Special Programme, merupakan program yang diperuntukan bagi klien yang mempunyai masalah kecanduan terhadap narkoba dan dengan diagnosa gangguan fisik dan atau gangguan mental. c. Aftercare Programme, merupakan satu tingkat dibandingkan re-entry. Dimana seorang pecandu kembali membangun hidup dengan keluarga di lingkungan masyarakat. 4

4. Monitoring dan Evaluasi

Monitoring dan evaluasi bisa dilakukan dengan bimbingan lanjut ketika pasien sudah berada diluar lingkungan RSKO, yaitu dengan melakukan home visit. Jadi untuk home visit instansi memiliki biaya 4 Studi Dokumen, Brosur Profil RSKO. khusus untuk bimbingan lanjut, yaitu dengan program home visit yang diajukan setahun sekali. Jadi home visit tidak hanya memperdalam data- data tetapi bisa dilakukan saat pasien berada di dalam, misalnya untuk dapat memberi pelayanan kepada pasien kita harus mengetahui permasalahannya secara mendalam bisa dilakukan home visit. Namun untuk home visit seperti itu bukanlah untuk monitoring dan evaluasi. Perbedaan antara monitoring dan evaluasi yakni, monitoring dilakukan sambil berjalan ketika pasien masih berada di dalam atau di luar tapi pelayanan belum selesai. Sedangkan evaluasi dilakukan ketika pelayanan sudah selesai. Fasilitas monitoring dan evaluasi bisa melalui home visit. 5 Dalam hal monitoring dan evaluasi proses penyembuhan pasienresiden terdapat beberapa alasan kenaikan fase diantaranya: 1. Kondisi atau progress yang sudah layak naik fase. Kriteria layak yaitu residen memahami program dan mengetahui apa kebutuhan untuk pemulihan dirinya sesuai fase yang ia jalani. 2. Bahwa kenaikan fase dibutuhkan klien untuk melanjutkan hidupnya secara produktif. Beberapa syarat untuk naik fase yaitu keluarga diundang dalam kegiatan Family Dialog sebelum residen diperkenankan naik fase untuk membicarakan kelanjutan perencanaan program supaya keluarga bisa menunjang program pemulihannya. Pada saat Family Dialog keluarga harus menyetujui dan mendukung program yang akan dijalankan residen. 5 Wawancara Pribadi dengan Agus Darmawan, Jakarta 21 April 2014. Konselor bertidak sebagai fasilitator dimana konselor akan menyamakan visi misi antara keluarga dengan klienresiden. 6

E. Jangkauan Layanan 1. Deskripsi Target Layanan

Layanan yang di mulai ialah pasien mulai ia masuk dilakukan detoksifikasi penghilangan racun. Mengikuti rehabilitasi dengan program TC Terapeutik Community berbasis Rumah Sakit setelah itu After Care. Selain itu melakukan kegiatan untuk rawat jalan, baik yang mengikuti program rumutan methadonesubtitusi maupun dengan proses simptomatis diobati sesuai dengan kebutuhan.

2. Penjangkauan dan Perekrutan

Proses perekrutan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat yang terjadi sampai saat ini ialah pasien datang ke RSKO baik dia datang sendiri, di antar kelurga dan ada juga dari putusan pengadilan dan terakhir biasanya rujukan dari LP Lembaga Pemasyarakatan. Dalam penjangkauannya, Pihak RSKO menerima pasin secara umum Nasional bahkan WNA asalkan mereka merupakan pasien yang berhubungan dengan zat maupun penyakit bawaannya. Sedangkan perekrutannya sendiri, Klien langsung mendatangi RSKO, baik secara individual, diantar oleh pihak keluarga maupun berdasarkan rujukan pihak kepolisisan termasuk putusan pengadilan. 7 Bagi mereka yang mempunyai masalah dalam hal ekonomi, bisa mengurus persyaratan seperti Kartu Pelayanan JAMKESMAS, GAKIN 6 Wawancara Pribadi dengan Konselor RSKO, Jakarta 15 April 2014. 7 Wawancara Pribadi dengan Agus Darmawan, Jakarta 21 April 2014. maupun SKTM, dengan penambahan data seperti KK, KTP, Surat rujukan Puskesmas sesuai kebutuhan. 8

3. Kriteria Pemilihan Pasien

RSKO tidak memilih-milih karakteristik pasien, jika pasien memang membutuhkan pertolongan medis maka akan dilayani oleh medis karena peraturan Rumah Sakit. 9

4. Proses Penerimaan Pasien

TERLAMPIR

F. Sumber Daya Manusia SDM 1. Latar Belakang Pendidikan

Berdasarkan tingkatan pendidikannya, staff atau pegawai yang bekerja di RSKO dapat dijabarkan sebagai berikut : Tabel 3 Latar Belakang Pendidikan SDM S2 = 16 orang STM = 9 orang SPK = 3 orang Specialis = 14 orang SMEA = 8 orang SPRG = 2 orang S1 = 64 orang SMA = 26 orang SMKK = 1 orang D3 = 98 orang SLTP = 8 orang SMAK = I orang SMK = 14 orang SMF = 2 orang SD = 3 orang

2. Gender dan Keragaman Etnis

Berdasarkan gender, para staff dan pegawai di RSKO lebih dominan perempuan dibandingkan laki-lakinya. Kemudian, di RSKO terdiri dari 8 Studi Dokumen, Brosur Profil RSKO. 9 Wawancara Pribadi dengan Agus Darmawan, Jakarta 21 April 2014. beranekaragam sukubudaya, dan agama, serta tidak ada diskriminasi dari keanekaragaman etnis tersebut.

3. Pengembangan dan Keterampilan staf

RSKO sudah melakukan pemetaan SDM untuk ditempatkan sesuai dengan latar belakang pendidikan dan profesi untuk menjadi seluruh tenaga kerja RSKO ditempatkan sesuai profesi masing-masing. Jadi tidak ada lagi perawat yang bekerja dibidang administrasi. Kriteria umur tidak ada, pada prinsipnya tidak membedakan karyawan laki-laki dan perempuan. Banyak pemimpin juga sudah yang menjabat perempuan seperti dr. Diah Setia Utami, SpKJ, MARS. Selain itu staff diberi pelatihan sesuai dengan profesinya.

G. Sarana dan Prasarana

Fasilitas layanan kesehatan yang tersedia antara lain : 1. Instalasi Gawat Darurat - Pelayanan Umum dan NAPZA 2. Instalasi Rawat jalan a. Poliklinik Umum b. Poliklinik Spesialis: - Klinik Jiwa - Klinik Napza - Klinik Penyakit Dalam - Klinik Saraf - Klinik Kebidanan dan Kandungan - Klinik Anak - Klinik Kulit dan Kelamin - Klinik Gigi dan Mulut - Klinik Psikologi - Klinik Gizi c. Instalasi Rawat Inap: 1. Ruang perawatan Napza - Detoksifikasi VIP, Kelas I, Kelas II, Kelas III - Rehabilitasi Kelas III 2. Ruang Komplikasi Medik 3. Ruang High Care Unit 4. Fasilitas Penunjang Medik: - Instalasi Farmasi - Instalasi Laboratorium Toksiologi - Instalasi Laboratorium Patologi Klinik - Instalasi Radiologi - Instalasi Rehabilitasi Medik - Instalasi Pemusalaraan Jenazah 10

H. Pola Pendanaan 1. Sumber Dana

Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta mendapatkan sumber dana selama ini melalui Kementrian Kesehatan yang didapatkan setiap satu tahun sekali. Dana tersebut berasal dari alokasi APBN yang dipergunakan 10 Studi Dokumen, Brosur Profil RSKO. untuk menggaji karyawan dan BLU hasil pendapatan sendiri yang dipergunakan untuk belanja barang dan modal. Selain itu, di RSKO menerapkan sistem transparansi internal dengan jelas.

2. Pemisahan Dana Proyek

Dana proyek terbagi menjadi dua kegiatan: a. Belanja Rupiah murni b. Belanja BLU Badan Layanan Umum

3. Ketersediaan Dana

RSKO berada di dalam instansi Pemerintahan, jadi ketersediaan dananya sudah dijamin oleh Pemerintah. Maka dari itu, tidak boleh melakukan penggalangan dana dan di RSKO tidak ada penggalangan dana.

I. Jejaring RSKO

Selama ini RSKO telah dan sedang melakukan kerja sama dengan berbagai pihakinstitusiinstansi baik lokal nasional, regional maupun internasional. Peran RSKO di dalam jejaring tersebut dapat sebagai anggota, supervisor, narasumber, pelaksana, penyedia layanan rujukan dalam bidang NAPZA dan penyakit terkait lainnya termasuk HIVAIDS. Adapun jejaring tersebut antara lain:

1. Tingkat LokalNasional

a. Departemen Kesehatan Republik Indonesia. b. Badan Narkotika Nasional BNN. c. Badan Narkotika Propinsi BNP. d. Lembaga Permasyarakatan Lapas. e. Community Based Unit CBU. f. Lembaga Swadaya Masyarakat Stigma, PPKUI, Kharisma, Layak, Gerbang. g. Lembaga pendidikan Fakultas Kedokteran Universitas Atmajaya, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, Program Profesi Psikologi Atmajaya, Fakultas Ilmu Keperawatan Universitas Indonesia, Program profesi Psikologi Universitas Persada Indonesia Yayasan Administrasi Indonesia, Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah, Sekolah Menengah Kejuruan Negeri 28, dan lain-lain. h. Dinas Kesehatan Pemda. i. Institusi Donor.

2. Tingkat RegionalInternasional

a. World Health Organization WHO: RSKO menjadi mitra kerja penelitian tahun 2003 – 2008 dan anggota penyusunan buku pedoman di bidang NAPZA. b. United Nation Office of Drug and Crime UNODC: RSKO sebagai anggota Global Treatment and Rehabilitation Network Treanet tahun 2005 – 2007 dan menjadi anggota penyusunan buku pedoman terapi NAPZA di lembaga permasyarakatan. c. Regional Pharmacotherapy Network: RSKO sebagai anggota. 11 11 Fauzy Masjhur, “Buletin Ilmiah Populer RSKO Jakarta: Peran Rumah Sakit Ketergantungan Obat Dalam Penanganan Masalah NAPZA di Indonesia ”, Jakarta: Instalasi Penelitian dan Pengembangan RSKO, 2008, h. 6. 94

BAB IV ART THERAPY BAGI PASIEN DUAL DIAGNOSIS NAPZA-

SKIZOFRENIA DI RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA

A. TEMUAN DATA

1. Pelaksanaan Program Art Therapy di RSKO Jakarta

a. Latar Belakang Program Art Therapy di RSKO Jakarta Rumah Sakit Ketergantungan Obat RSKO sejak tahun 2003 mulai membuka layanan rehabilitasi. Orientasi program rehabilitasi yang diterapkan adalah Therapeutik Community TC berbasis Rumah Sakit. Program ini ditujukan pada pasien dengan berbagai latar belakang kasus NAPZA yang digunakan, baik pengguna aktif maupun mereka yang berada pada masa remisi. Seluruh pasien menjalani program yang sama dan diperlakukan sama antara pasien yang satu dengan pasien lainnya. Seiring dengan berjalannya waktu terlihat bahwa beberapa pasien memiliki kondisi fisik dan mental tertentu yang kurang tepat untuk mengikuti program tersebut. Selain tetap mempertahankan program berorientasi TC, Instalasi Rehabilitasi juga mulai mengembangkan Program Khusus PK bagi pasien-pasien berkebutuhan khusus. Program art therapy dibentuk pada tahun 2007 oleh Pak Isrizal yang berprofesi sebagai Psikolog di RSKO. Kemudian beliau mengajak seorang Pekerja Sosial yaitu Pak Syarifuddin sebagai asisten pelaksana kegiatan art therapy. Namun semenjak Pak Isrizal sudah tidak menjadi Psikolog di RSKO, pelaksanaan art therapy sepenuhnya diserahkan kepada Pekerja Sosial yang ada di RSKO yaitu Pak Syarifuddin dan Pak Agus Darmawan.