Evaluasi Proses Process Analisis Hasil Evaluasi Program

Sosial Terapis dapat membagi tugasnya masing-masing sehingga semua peserta mampu ditangani dan diarahkan untuk melaksanakan kegiatan art therapy. 58 Media yang diperuntukan dalam pelaksanaan program art therapy di RSKO masih sangat minim atau terbatas. Pelaksanaan kegiatan art therapy masih menggunakan alat-alat yang sederhana, misalnya spidol bermacam-macam warna, pulpen, pensil, buku tulis, buku gambar, kertas lembar kertas HVS dan penggaris. Walaupun dengan persediaan peralatan yang sederhana, semua peserta atau pasien yang mengikuti kegiatan art therapy mendapatkan peralatan yang cukup, tidak satupun dari mereka yang tidak dapat peralatan. Selain itu, ada pula kegiatan yang memanfaatkan barang bekas, seperti botol minuman bekas yakult diisi dengan pasir atau beras yang dapat dibunyikan seperti alat musik. Dalam bermusik, pasien juga dapat membunyikan suara seperti suara piring jatuh, wajan jatuh, dan lain-lain. Hal tersebut betujuan untuk melatih kekompakan dari pasien untuk menyatukan suara dalam bermusik. Jenis kegiatan itu disebut musik bumi. 59 Selain itu, fasilitas yang telah disediakan juga masih terbatas. RSKO tidak menyediakan ruangan khusus untuk melaksanakan kegiatan art therapy dan belum memiliki modul khusus mengenai program art therapy. Seperti yang diungkapkan oleh Pekerja Sosial RSKO, Bapak Agus Darmawan: “Idealnya sih kegiatan art therapy memerlukan berbagai macam alat-alat seni, namun peralatan yang tersedia di RSKO terbatas termasuk modul khusus yang terkait dengan art therapy juga belum ada.” “...selama ini fasilitas dan peralatan yang digunakan belum lengkap. Ruangan khusus untuk melaksanakan art therapy juga tidak ada. RSKO hanya menyediakan spidol, pulpen, buku gambar, dan cat air...” 60 58 Observasi Pribadi di RSKO Jakarta, 14 Mei 2014. 59 Observasi Pribadi di RSKO Jakarta, 14 Mei 2014. 60 Wawancara Pribadi dengan Agus Darmawan, Jakarta 22 April 2014. Dari hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap peserta art therapy maka dapat disimpulkan: 61 1 Sarana dan prasarana atau media dengan fasilitas dapat langsung dirasakan oleh penerimanya peserta art therapy yaitu 3 tiga pasien yang diwawancarai, untuk penataan ruangan cukup memadai, ruangan tertutup, ruangan yang digunakan untuk kegiatan art therapy cukup memadai hanya butuh ruangan sedikit lebih besar dan ruangan khusus. Kondisi ruangannya bersih, nyaman, dan cahaya yang masuk cukup. Peralatan yang digunakan sudah memadai, namun butuh penambahan alat-alat. Penampilan Pekerja Sosial atau terapis selalu rapi dan bersih. 2 Pekerja Sosial atau Terapis memiliki kemampuan untuk memberikan pelayanan kepada pasien peserta art therapy dengan cepat dan tepat yaitu dari 3 tiga pasien yang diwawancarai pelayanannya sudah baik. Tindakan dalam memberikan kegiatan pasien selalu diingatkan untuk mengikuti kegiatan art therapy dan selalu memberikan motivasi. Petugas atau terapis yang memberikan kegiatan menyampaikan materi dengan jelas dan menggunakan bahas-bahasa yang ringan sehingga peserta mudah memahamai materi ataupun kegiatannya. Petugas atau terapis selalu ramah dan baik dalam berkounikasi dengan peserta. Berdasarkan dari buku standar pelayanan Rumah Sakit Ketergantungan Obat, fungsi dan peran Pekerja Sosial memberikan terapi alternatif bagi pasien dual diagnosis sekaligus sebagai fasilitator yang berhubungan langsung dengan pasien. Sedangkan fungsi dan peran dari konselor yang bertugas mengamati 61 Wawancara pribadi dengan klien “T”, Jakarta, 29 April 2014. Wawancara pribadi dengan klien “IW”, Jakarta, 30 April 2014. Wawancara Pribadi dengan klien “AHG”, Jakarta, 12 Mei 2014. perilaku dan mengontrol kegiatan pasien rehabilitasi yaitu, memberikan konseling kepada pasien, merencanakan terapi-terapi atau treatment yang sesuai dengan kondisi pasien, dan melakukan rujukan. 62 Dari pembahasan pelayanan program art therapy di RSKO dikategorikan dengan kriteria ketersediaan pelayanan dan kemampuan layanan program. Dapat disimpulkan bahwa pelayanan program art therapy di RSKO relevan dan ketersediaan dalam proses pelayanan program, serta pelayanan yang diberikan Pekerja Sosial dinilai baik. Walaupun dari segi peralatan masih minim dan perlu tambahan peralatan untuk kegiatan art therapy.

3. Evaluasi hasil outcomes

Dalam evaluasi hasil outcomes, penilaian mengarah kepada efektifitas dan dampak overall impact dari program art therapy bagi pasien dual diagnosis di RSKO Jakarta. Berdasarkan data yang diperoleh sebagai berikut: a. Efektifitas Efektifitas menggambarkan tingkat pencapaian target program art therapy dengan membandingkan antara hasil output dengan asupan input yang digunakan waktu, SDM, alat, dan sebagainya. Dalam memberikan layanan program art therapy, RSKO tidak menetapkan jumlah pasien sebagai penerima manfaat program. Seperti yang dipaparkan oleh Pekerja Sosial RSKO, Bapak Agus Darmawan: “Kita tidak menetapkan target berapa orang yang kita berikan pelayanan program art therapy, yang jelas mereka statusnya sebagai pasien rehabilitasi RSKO pasien SP.” 63 62 Studi Dokumen, Buku Standar Pelayanan Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta. 63 Wawancara Pribadi dengan Agus Darmawan, Jakarta 22 April 2014. Sasaran program art therapy di Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta adalah pasien yang sedang mengikuti program rehabilitasi dan berada dalam fase Special Program SP. Akan tetapi dilihat dari kondisi atau keadaan si pasien itu sendiri. Misalkan, salah satu pasien kondisinya sedang parah maka pasien tersebut tidak dapat mengikuti kegiatan art therapy. Jadi pasien SP yang dapat mengkuti art therapy yakni, pasien yang secara psikisnya siap menerima materi dan dapat berkomunikasi dengan baik. Pekerja Sosial RSKO, Bapak Syarifuddin memaparkan jumlah pasien dual diagnosis di RSKO sebagai berikut: “Jumlah pasien dual diagnosis yang mengikuti rehabilitasi 15 lima belas orang, tetapi tidak semua pasien dual diagnosis siap mengikuti kegiatan art therapy. Biasanya pasien yang mengikuti kegiatan art therapy sekitar 8 delapan sampai 12 dua belas orang saja. Disesuaikan dengan konsisi pasien pada saat ingin melakukan kegiatan art therapy. ” 64 Pada periode 20011-2014 jumlah pasien Special Programme dual diagnosis adalah: 65 Tabel 5 Jumlah Pasien Special Programme Tahun 2011-2014 Tahun Jumlah Pasien 2011 9 orang 2012 17 orang 2013 14 orang 2014 15 orang Pada tahun 2014 data anggota atau pasien dual diagnosis SP di RSKO Jakarta masih dapat berubah. Menurut Pekerja Sosial RSKO sebagai pelaksana program art therapy menilai bahwa program art therapy yang diberikan kepada pasien dual diagnosis 64 Wawancara pribadi dengan Syarifuddin, Jakarta 22 April 2014. 65 Studi Dokumen, Instalasi Rekam Medik, Total Data Rekap Pasien RSKO Jakarta. di RSKO dapat dikatakan efektif. Seperti yang dipaparkan oleh Bapak Agus Darmawan: “Kalau menurut saya program art therapy yang dilaksanakan di RSKO dapat dikatakan efektif karena para pasien ketika berlangsungnya kegiatan art therapy terlihat antusias dan senang. Memang tidak semua tujuan dari art therapy bisa dicapai, tetapi paling enggak mereka udah mau melakukan aktivitas yang sudah ada untuk melatih cara berpikir mereka, melatih motorik mereka, mencurahkan perasaan mereka melalui seni, menambah motivasi, dan juga menyenangkan perasaan mereka.” 66 Pernyataan serupa juga ditanggapi oleh Pak Syarifuddin: “Menurut saya efektif karena program art therapy sebagai terapi penunjang yang membantu pemulihan pasien dual diagnosis. Dalam pelaksanaannya pasien bisa merasa senang, nyaman, rasa percaya dirinya meningkat, dan menuangkan kreatifitas mereka.” 67 Dari pembahasan efektifitas di atas maka program art therapy di RSKO dinilai efektif. Walaupun perlu peningkatan dan pengembangan akan kegiatan art therapy yang ditujukan bagi pasien dual diagnosis di RSKO Jakarta. b. Dampak Dampak impact menggambarkan perubahan yang diperoleh dalam jangka panjang. Dampak yaitu pengaruh program art therapy baik preventif maupun kuratif terhadap pasien dual diagnosis. Dalam hal ini dampak memberikan efek yang dapat dirasakan secara langsung dan secara tidak langsung dalam jangka waktu yang panjang. Baik positif maupun negatif, yang dihasilkan sebuah program, langsung atau tidak langsung, dikehendaki maupun tidak dikehendaki. Berikut ini pembahasan mengenai dampak pelaksanaan program art therapy: 66 Wawancara Pribadi dengan Agus Darmawan, Jakarta 22 April 2014. 67 Wawancara Pribadi dengan Syarifuddin, Jakarta 22 April 2014. Efek yang dirasakan secara langsung oleh pasien dual diagnosis dalam pelaksanaan program art therapy di RSKO adalah membuat pasien menjadi relaks, menghibur diri pasienmembuat pasien menjadi senang, membawa pasien ke arah pikiran yang positif, memotiivasi diri pasien, dan menghilangkan kejenuhan. Seperti yang diungkapkan oleh klien “IW”: “...feeling saya jadi senang, membantu saya jadi lebih bijak, membuat diri saya menjadi lebih baik, dapat merelaks sejenak pikiran, dan jadi semangat lagi.” 68 Klien “AHG” juga mengungkapkan: “...menghilangkan kejenuhan kita, membuat perasaan kita jadi senang, bisa juga jadi terapi otak kiri dan otak kanan kita ...” 69 Pernyataan serupa juga diungkapkan oleh klien “T”: “...mendapatkan pengalaman baru, stress saya hilang, terus jadi membuat perasaan saya senang. ” 70 Kemudian efek yang secara tidak langsung dirasakan oleh pasien dual diagnosis dalam pelaksanaan program art therapy di RSKO adalah pasien dapat berfungsi sosial kembali sesuai dengan peran sosialnya. Dampak program art therapy terhadap pasien dual diagnosis meliputi: dampak fisik, dampak psikis, dan dampak sosial. Berikut penjelasan mengenai dampak fisik,dampak psikis, dan dampak sosial yang dirasakan oleh pasien dual diagnosis: 1. Dampak Fisik Sebelum menjalani rehabilitasi atau pemulihan di RSKO, pasien mengalami keluhan fisik. Kemudian selama menjalani pemulihan di RSKO, pasien dianjurkan untuk mengkonsumsi obat yang diberikan oleh Dokter Kejiwaan secara rutin. Selain itu pasien juga mengikuti berbagai kegiatan dan 68 Wawancara Pribadi dengan klien “IW”, Jakarta 30 April 2014. 69 Wawancara Pribadi dengan klien “AHG”, Jakarta 12 Mei 2014. 70 Wawancara Pribadi dengan klien “T”, Jakarta 29 April 2014.