Kasus Pasien Dual Diagnosis NAPZA-Skizofrenia

penulis dengan singkat dan menundukkan kepalanya. Sebelum dilaksanakan kegiatan art therapy, klien “T” terlihat murung dan kurang bersemangat. Terlihat dari kedua tangannya membawa papan sebagai alas tulis, buku dan pulpen. Klien mendapatkan tugas dari konselor sebagai ketua kelas SP. Klien “T” menjalani pemulihan di RSKO kurang lebih selama enam bulan. Pada saat pertama klien “T” masuk ke Instalasi Rehabilitasi, klien “T” menjalani detoksifikasi selama satu bulan. Setelah itu klien dipindahkan oleh petugas RSKO untuk menjalani rehabilitasi. K lien “T” menjalani rehabilitasi pada fase Special Programme SP. Pengobatan yang diberikan oleh RSKO kepada klie n “T” yaitu farmakoterapi, psikoterapi, dan rehabilitasi Therapeutic Communitty TC berbasis Rumah Sakit. Selama menjalani rehabilitasi di RSKO, klien “T” rutin mengikuti berbagai kegiatan atau terapi yang sudah dijadwalkan, termasuk rutin mengikuti kegiatan art therapy. Seperti yang diungkapkan oleh Klien “T”: “Sejak masuk kesini saya rutin ikut kegiatan yang ada disini, termasuk kegiatan art therapy. ” 11 Selama kegiatan art therapy berlangsung, penulis melihat klien “T” mampu diajak berkomunikasi dan menerima instruksi yang diarahkan oleh Pekerja SosialTerapis. Hal tersebut juga diungkapkan oleh k lien “T”: 11 Wawancara Pribadi dengan Klien “T”, Jakarta 29 April 2014. “Kegiatannya mudah diikuti kok.. Saya bisa mengerti apa yang diarahkan sama petugasnya. ” 12 Klien “T” mengungkapkan bahwa ia sangat suka dengan permainan- permainan yang diberikan karena membuat perasaannya menjadi senang. Menurut pengakuannya, setelah mengikuti kegiatan art therapy klien merasa relaks. Seperti yang dipaparkan oleh k lien “T”: “Perasaan saya senang. Bisa relaks jadinya betenya hilang.” 13 Klien “T” merasa puas dan mendapatkan banyak manfaat dari kegiatan art therapy. Seperti yang diungkapkan oleh klien “T”: “Saya mendapat banyak manfaat. Saya mendapatkan pengalaman baru, stress saya hilang, terus jadi membuat perasaan saya senang. ” 14 Selain itu, kegiatan art therapy menambah motivasi dalam hidupnya dalam menjalani pemulihan. Hal tersebut juga diungkapkan oleh klien “T”: “Bagi saya sangat berpengaruh bagi pemulihan saya. Semangat saya jadi bangkit lagi. ” 15 Berdasarkan hasil pemeriksaan Dokter pada bulan Mei 2014, klien “T” sudah tenang, relaks, dan sudah mulai bisa tidur. Resep yang diberikan oleh Dokter juga diminum secara rutin. Obat yang Dokter berikan kepada klien “T” yaitu THP dan clozaril. 16 Dari data di atas dapat saya simpulkan bahwa, terdapat beberapa tujuan art therapy di RSKO yang sudah tercapai pada perubahan diri klien “T” antara lain: klien “T” merasa terhibur atau senang dengan adanya kegiatan art therapy, klien “T” menjadi relaks, dan motivasi di dalam diri 12 Wawancara Pribadi dengan Klien “T”, Jakarta 29 April 2014. 13 W awancara Pribadi dengan Klien “T”, Jakarta 29 April 2014. 14 Wawancara Pribadi dengan Klien “T”, Jakarta 29 April 2014. 15 Wawancara Pribadi dengan Klien “T”, Jakarta 29 April 2014. 16 Studi Dokumen, Buku Rekam Medik Pasien RSKO, klien “T”. klien “T” meningkat. Dengan demikian, program art therapy di RSKO berpengaruh terhadap proses pemulihan dan membawa perubahan bagi klien “T” ke arah yang positif, walaupun tidak semua tujuan program art therapy di RSKO dapat dicapai. b. Kasus 2 Identitas Pasien Nama pasienklien : “IW” Jenis Kelamin : Laki-laki Nama Ayah : Bapak “SK” Nama Ibu : Ibu “SH” Usia : 34 tahun Alamat : Pondok Kelapa, Duren Sawit. Jakarta Timur. Pekerjaan pasien : Tidak bekerja Pekerjaan Ayah : Wiraswasta Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SLTA Agama : Islam Klien “IW” menggunakan NAPZA jenis narkotika yaitu shabu dan putaw opiat. Selain itu, klien “IW” juga menggunakan NAPZA jenis psikotropika yaitu amphetamine. K lien “IW” mengalami halusinasi dengan melihat bayangan-bayangan dan mendengar suara-suara aneh, sulit tidur, emosi tinggi, dan curiga berlebihan. Klien “IW” mendapat diagnosa dual diagnosis NAPZA-Skizofrenia. Kondisi fisik klien “IW” juga mengalami sakit, yaitu klien menderita Hepatitis C. Status pernikahan klien “IW” mengalami perceraian dan telah memiliki satu orang anak. Latar belakang ekonomi keluarga klien berasal dari keluarga golongan menengah keatas. 17 Klien “IW” diintervensi oleh keluarganya ke RSKO. Sebelumnya klien “IW” sudah pernah menjalani rehabilitasi di RSKO. Klien “IW” tidak terima diintervensi oleh keluarganya ke RSKO dan sempat melakukan perlawanan kepada petugas RSKO dan keluarganya. Setelah klien “IW” kembali menjalani rehabilitasi di RSKO, kini klien “IW” sudah menerima keadaannya. Seperti yang diungkapkan oleh klien “IW”: “Awalnya sih saya enggak terima dibawa kesini, bawaannya tuh curiga terus sama keluarga juga curiga. Sempet ngamuk juga sih dulu.. Akhirnya selama ngejalanin disini saya bawa enjoy aja. Sekarang sih udah enggak apa-apa. ” 18 Berdasarkan hasil pengamatan penulis pada saat pertama kali mengikuti kegiatan art therapy bersama pasien dual diagnosis, klien “IW” terlihat tidak bersemangat. Sebelum memulai kegiatan art therapy tidak terlihat satupun alat tulis yang klien “IW” bawa. Dari ekspresi raut wajah klien “IW” nampak mengkhawatirkan sesuatu. Ditanggapi dari pernyataan klien “IW”: “Sebelum kegiatan perasaan saya bad gitu. Terasa hambar kayaknya ada yang kurang. Kepikiran pengen pulang terus ke rumah. ” 19 Klien “IW” menjalani pemulihan di RSKO selama tiga bulan. Pada saat pertama klien “IW” masuk ke Instalasi rehabilitasi, klien “IW” menjalani detoksifikasi selama satu bulan. Setelah itu klien “IW” dijemput oleh Konselor untuk menjalani rehabilitasi. Klien “IW” menjalani rehabilitasi pada fase Special Programme SP. Pengobatan yang diberikan 17 Studi Dokumen, B uku Rekam Medik Pasien RSKO, Klien “IW”. 18 Wawancara Pribadi dengan Klien “IW”, Jakarta 30 April 2014. 19 Wawancara Pribadi dengan Klien “IW”, Jakarta 30 April 2014. oleh RSKO kepada kli en”IW” yaitu farmakoterapi, psikoterapi, dan rehabilitasi Therapeutic Communitty TC berbasis Rumah Sakit. Selama menjalani rehabilitasi di RSKO, klien “IW” rutin mengikuti berbagai kegiatan atau terapi yang sudah dijadwalkan, termasuk rutin mengikuti kegiatan art therapy. Seperti yang diungkapkan oleh klien “IW”: “Seinget saya setiap kegiatan saya ikutin, tapi saya pernah enggak ikut. Waktu itu saya lagi bersih-bersih jadi enggak bisa ikutan kegiatan itu. Cuma sekali doang kok. Selebihnya saya ikut terus.” 20 Selama kegiatan art therapy berlangsung, penulis melihat klien “IW” dapat diajak berkomunikasi dengan baik. Ia juga dapat menerima instruksi yang diberikan oleh Pekerja SosialTerapis. Hal tersebut juga diungkapkan oleh klien “IW”: “Enggak sulit.. petugas lebih memakai bahasa yang mudah dicerna. Jadi lebih menyesuaikan karena kita enggak ngerti kalo pakai bahasa medis atau bahasa- bahasa yang berat.” 21 Kegiatan yang paling berkesan bagi klien “IW” adalah permainan dan relaksasi. Alasannya, karena dapat membuat dirinya tertawa lepas dan membuat dirinya menjadi relaks dan lebih tenang. Seperti yang diungkapkan oleh kl ien “IW”: “Dulunya saya anggep program art therapy seperti kegiatan untuk anak TK, soalnya banyak permainan gitu tapi lama-lama saya jadi suka. Kalo yang berkesan buat saya, permainan tangkap tupai. Soalnya sangat membuat saya menjadi tertawa lepas. Relaksasi juga saya suka. Bisa ngebawa diri saya jadi enjoy .” “Art therapy bikin feeling jadi good. Saya jadi merasa lebih bijak dan merasa diri saya menjadi lebih baik. Senang aja gitu.” 22 20 Wawancara Pribadi dengan Klien “IW”, Jakarta 30 April 2014. 21 Wawancara Pribadi dengan Kl ien “IW”, Jakarta 30 April 2014. 22 Wawancara Pribadi dengan Klien “IW”, Jakarta 30 April 2014. Klien “IW” merasa puas dengan adanya kegiatan art therapy di RSKO. Selain itu, banyak manfaat yang bisa ia dapatkan dari kegiatan tersebut. Seperti pernyataan yang diungkapkan oleh klien “IW”: “Manfaatnya banyak yaa buat saya. Beberapa diantaranya feeling saya jadi senang, membantu saya jadi lebih bijak, membuat diri saya menjadi lebih baik, dapat merelaks sejenak pikiran, dan jadi semangat lagi.” 23 Kegiatan art therapy juga menambah motivasi dalam hidupnya dalam menjalani pemulihan. Ditanggapi dari pernyataan klien “IW”: “Iya.. sangat berpengaruh. Apalagi kalo mood kita lagi bad, pas denger kata- kata motivasi jadi berasa bangkit lagi gitu.. Berubah jadi good lagi feelingnya. ” 24 Berdasarkan hasil pemeriksaan Dokter pada bulan Mei 2014, klien “IW” sudah tidak ada halusinasi, sudah dapat tidur di malam hari, emosi menurun, mulai kooperatif dalam berkomunikasi, dan sudah dapat menerima kondisinya. Klien “IW” rutin meminum obat yang diberikan oleh Dokter. Obat yang Dokter berikan kepada klien yaitu luften, abilify, dan THP. 25 Dari data di atas dapat saya simpulkan bahwa, terdapat beberapa tujuan art therapy di RSKO yang sudah tercapai pada perubahan diri klien “IW” antara lain: klien “IW” nyaman dengan adanya kegiatan art therapy dan merasa senang dapat tertawa lepas, klien “IW” menjadi relaks, menjadi lebih bijak, sudah tidak mengalami halusinasi, motivasi diri klien “IW” dalam menjalani pemulihan meningkat, dan klien “IW” dinyatakan 23 Wawancara Pribadi dengan Klien “IW”, Jakarta 30 April 2014. 24 Wawancara Pribadi dengan Klien “IW”, Jakarta 30 April 2014. 25 Studi Dokumen, Buku Rekam Medik Pas ien RSKO, Klien “IW”. naik fase ke Re-entry oleh Konselor pada bulan Mei. Di bulan Juli, klien “IW” mengikuti On Job Training OJT yaitu training khusus untuk menjadi konselor di RSKO. Dengan demikian, program art therapy di RSKO berpengaruh terhadap proses pemulihan dan membawa perubahan bagi klien “IW” ke arah yang positif, walaupun tidak semua tujuan program art therapy di RSKO dapat dicapai dan bukan semata-mata karena program art therapy tetapi gabungan dari pengobatan yang RSKO berikan kepada para pasien. c. Kasus 3 Identitas Pasien Nama pasienklien : “AHG” Jenis Kelamin : Laki-laki Nama Ayah : Bapak “ESS” Nama Ibu : Ibu “ES” Usia : 38 tahun Alamat : Kelapa Gading, Jakarta Timur. Pekerjaan pasien : Tidak bekerja Pekerjaan Ayah : Pensiunan DKI Pekerjaan Ibu : Ibu Rumah Tangga Pendidikan : SLTA Agama : Islam Klien “AHG” menggunakan NAPZA jenis narkotika yaitu shabu, ganja, dan rohipnol. K lien “AHG” mengalami halusinasi, perubahan sensorik, dan gelisah. Klien “AHG” mendapat diagnosa dual diagnosis NAPZA- Skirzofrenia. Kondisi fisik klien “AHG” juga mengalami sakit, yaitu klien menderita Hepatitis C. Klien “AHG” memiliki satu orang anak, namun status pernikahannya sudah bercerai. Klien “AHG” berasal dari kalangan ekonomi yang berkecukupan. 26 Klien “AHG” diintervensi oleh keluarganya untuk menjalani rehabilitasi di RSKO. Sebelumnya klien sudah pernah menjalani rehabilitasi di RSKO pada tahun 2008 dan 2011. Pada tahun 2014 ini, klien “AHG” kembali menjalani rehabilitasi di RSKO. Klien “AHG” merasa kesal atas tindakan keluarganya yang memaksa ia untuk di rehabilitasi. namun, kini klien “AHG” sudah menyadari bahwa kondisinya harus menjalani pemulihan. Seperti yang diungkapkan oleh klien “AGH”: “Waktu saya awal masuk kesini, perasaan saya tuh kesel karena waktu itu lagi intens pake shabu, ganja, sama rohipnol selama seminggu. Lama kelamaan disini yaa sedikit-sedikit mulai sadar dan sekarang malah kebalikannya perasaan nerima aja.” 27 Berdasarkan hasil pengamatan penulis pada saat pertama kali mengikuti kegiatan art therapy bersama pasien dual diagnosis, klien “AHG” terlihat tidak bersemangat, lesu, dan tidak fokus. Sebelum memulai kegiatan art therapy, klien “AHG” tidak membawa alat tulis. Dari sikap klien “AHG” menjelaskan keadaan dirinya sedang gelisah. Seperti yang diungkapkan oleh klien “AHG”: “Berasa jenuh, bete, perasaa nnya pengen pulang aja.” 28 Klien “AHG” menjalani pemulihan di RSKO tahun 2014 ini kurang lebih selama tiga bulan. Klien “AHG” menjalani detoksifikasi selama satu bulan. Setelah itu klien “AHG” melanjutkan pemulihan 26 Studi Dokumen, Buku Rekam Medik Pasien RSKO, Klien “AHG”. 27 Wawancara Pribadi dengan klien “AHG”, Jakarta 12 Mei 2014. 28 Wawancara Pribadi dengan klien “AHG”, Jakarta 12 Mei 2014. dengan menjalani rehabilitasi pada fase Special Programme SP. Pengobatan yang diberikan oleh RSKO kepada klien”AHG” yaitu farmakoterapi, psikoterapi, dan rehabilitasi Therapeutic Communitty TC berbasis Rumah Sakit. Selama menjalani pemulihan di RSKO, klien “AHG” rutin mengikuti berbagai kegiatan di rehabilitasi yang sudah tersusun di dalam jadwal. Klien “AHG” juga rutin mengikuti kegiatan art therapy. Seperti yang diungkapkan oleh klien “AHG”: “...saya sih selalu ikutin kegiatan apapun yang dikasih disini. Art therapy juga saya ikutin rutin sih..” 29 Selama kegiatan art therapy berlangsung, penulis melihat klien “AHG” dapat diajak berkomunikasi dengan baik. Ia juga dapat menerima instruksi yang diberikan oleh Pekerja SosialTerapis. Hal tersebut juga diungkapkan oleh klien “AHG”: “Sejauh ini bisa dipahami. Nyampeinnya juga jelas. ” 30 Kegiatan yang paling berkesan bagi diri klien “AHG” adalah permainan yang dilakukan secara berkelompok. Menurut klien “AHG” dengan bermain berkelompok, dapat melatih otak untuk fokus dan kompak. Seperti yang diungkapkan oleh klien “AHG”: “Art therapy berkesan bagi saya, berasa enjoy aja santai gitu.. Kalo kegiatan yang paling berkesan saya suka games atau permainan yang berkelompok. Soalnya kalo games kan mengasah otak kita utuk fokus dan kompak. ” 31 Klien “AHG” merasa puas dengan adanya kegiatan art therapy di RSKO. Selain itu, banyak manfaat yang ia peroleh dari kegiatan tersebut. Seperti yang diungkapkan oleh klien “AHG”: “Manfaatnya hampir sama yang tadi saya bilang bisa menghilangkan kejenuhan kita, membuat 29 Wawancara Pribadi dengan klien “AHG”, Jakarta 12 Mei 2014. 30 Wawancara Pribadi dengan klien “AHG”, Jakarta 12 Mei 2014. 31 Wawancara Pribadi dengan klien “AHG”, Jakarta 12 Mei 2014. perasaan kita jadi senang, bisa juga jadi terapi otak kiri dan otak kanan kita, terus seru aja.” 32 Kegiatan art therapy juga menambah motivasi dalam hidupnya dalam menjalani pemulihan. Ditanggapi dari pernyataan klien “AHG”: “Buat saya motivasi ngaruh yaa.. Jadi kuat ngejalaninnya yang tadinya udah mulai bosen, jenuh.” 33 Berdasarkan hasil pemeriksaan Dokter pada bulan Mei 2014, klien “AHG” sudah tidak ada halusinasi, mulai tenang, dan komunikasinya baik. Klien “AHG” rutin meminum obat yang diberikan oleh Dokter. Obat yang Dokter berikan kepada klien yaitu luften, cipralex, dan THP. 34 Dari data di atas dapat saya simpulkan bahwa, terdapat beberapa tujuan art therapy di RSKO yang sudah tercapai pada perubahan diri klien “AHG” antara lain: klien “AHG” merasa terhibur atau senang dengan adanya kegiatan art therapy , klien “AHG” menjadi relaks, fungsi kognitif meningkat, dan motivasi di dalam diri klien “AHG” meningkat. Dengan demikian, program art therapy di RSKO berpengaruh terhadap proses pemulihan dan membawa perubahan bagi klien “AHG” ke arah yang positif, walaupun tidak semua tujuan program art therapy di RSKO dapat dicapai. Berdasarkan ketiga kasus di atas, tidak terdapat perbedaan dalam proses penanganan atau pemulihan pasien. Selain itu, pasien memiliki diagnosa yang sama yaitu ketergantungan NAPZA dan gangguan kejiwaan Skizofrenia sehingga tidak terlihat perbandingan ataupun perbedaan yang signifikan antara pasien satu dengan yang lainnya. 32 Wawancara Pribadi dengan klien “AHG”, Jakarta 12 Mei 2014. 33 Wawancara Pribadi dengan klien “AHG”, Jakarta 12 Mei 2014. 34 Studi Dokumen, Buku Rekam Medik Pasien RSKO, klien “AHG”.

B. Analisis Hasil Evaluasi Program

Adapun variabel yang diteliti dalam penelitian ini mengacu kepada tiga jenis evaluasi yaitu, evaluasi input, evaluasi proses, dan evaluasi outcomes. 35 Dalam hal ini akan dibahas satu per satu sebagai berikut:

1. Evaluasi Input Input

Dalam evaluasi input memfokuskan berbagai unsur yang masuk dalam pelaksanaan suatu program. Tiga unsur variabel utama yang terkait dengan evaluasi input adalah klien, staf, dan program. a. Klien Klien atau pasien yang menjadi peserta dalam kegiatan art therapy merupakan pasien SP yang sedang menjalani rehabilitasi di RSKO. Pasien tersebut merupakan pasien dual diagnosis atau memiliki diagnosa ganda yaitu ketergantungan NAPZA dan gangguan kejiwaan. Pernyataan mengenai peserta program art therapy disampaikan oleh Pekerja Sosial RSKO: “Pasien yang dapat mengikuti program art therapy adalah pasien dual diagnosis yang mengikuti rehabilitasi dan berada dalam fase SP. Dual diagnosis disebut juga diagnosa ganda yaitu ketergantungan NAPZA dan gangguan jiwa. Akan tetapi dilihat dari kondisi atau keadaan si pasien itu sendiri. Misalkan, salah satu pasien kondisinya sedang parah maka pasien tersebut tidak dapat mengikuti kegiatan art therapy. Jadi pasien SP yang dapat mengkuti art therapy yakni, pasien yang secara psikisnya siap menerima materi dan kondisinya lumayan baik. ” 36 Menurut Sciacca, Dual diagnosis adalah gangguan psikiatrik yang terjadi secara bersamaan dengan gangguan akibat penyalahgunaan zat, gangguan bersifat menetap dan permanen. 37 35 BAB II, Landasan Teori, h. 36. 36 Wawancara Pribadi dengan Agus Darmawan, Jakarta 22 April 2014. 37 Elly Hotnida Gultom, “Buletin Ilmiah Populer RSKO Tantangan Penanganan Masalah Adiksi NAPZA Peran Perawat dalam Program Terapi dan Pemberdayaan Pasien dengan Dual Diagnosis”, Jakarta: Instalasi Penelitian dan Pengembangan RSKO, h.37. Pasien dual diagnosis memiliki keterbatasan dalam melakukan aktivitas. Mereka lebih suka menutup diri dan sulit diajak berkomunikasi. Maka dari itu, pasien dual diagnosis yang mengikuti kegiatan hanya yang dapat diajak berkomunikasi dan memahami instruksi yang diberikan TerapisPekerja Sosial. Seperti yang dipaparkan oleh Pekerja Sosial RSKO: “Karena pasien dual diagnosis memiliki ruang gerak yang terbatas dalam menjalankan aktivitas ataupun kegiatan. Mereka cenderung menutup diri mereka dan sulit untuk diajak komunikasi secara interaktif. Maka dari itu, dibuatlah program art therapy sebagai salah satu terapi penunjang bagi pemulihan pasien dual diagnosis. ” 38 Kriteria pasienklien yang dapat mengikuti kegiatan art therapy telah dijelaskankan oleh Pekerja Sosial RSKO, Bapak Agus Darmawan: “...secara fisik terlihat sehat, pasien dapat diajak berkomunikasi walaupun yang tidak dapat diajak berkomunikasi juga diperbolehkan mengikuti program art therapy, dan pasien dapat mengikuti intruksi atau arahan dari terapisinstruktur. ” 39 Saat ini pasien dual diagnosis yang ada di RSKO Jakarta berjumlah 15 orang. Dengan jumlah tersebut, pasien dual diagnosis yang ikut serta dalam kegiatan art therapy tergolong dalam jumlah yang banyak. Seperti yang dipaparkan oleh Pekerja Sosial RSKO, Bapak Agus Darmawan: “Dengan jumlah pasien dual diagnosis yang ada, yaa..dapat dikatakan banyak.” 40 Berdasarkan uraian di atas untuk indikator ketersediaan, jumlah pasien yang menjadi peserta kegiatan art therapy sudah memadai. 38 Wawancara Pribadi dengan Syarifuddin, Jakarta 22 April 2014. 39 Wawancara Pribadi dengan Agus Darmawan, Jakarta 22 April 2014. 40 Wawancara Pribadi dengan Agus Darmawan, Jakarta 22 April 2014. b. Staff Staff atau Terapis yang menjadi pelaksana program art therapy adalah Pekerja Sosial RSKO. Jumlah Terapis yang melaksanakan program art therapy di RSKO ada 2 dua orang dan memiliki latar belakang pendidikan di Perguruan Tinggi yaitu Strata 1 S1 Sarjana Kesejahteraan Sosial. seperti yang dipaparkan oleh Pekerja Sosial RSKO, Bapak Agus Darmawan: “Saya dan Pak Syarif bertugas dalam pelaksanaan art therapy, sebagai Pekerja Sosial. Latar belakang pendidikan kami yaitu S1 Strata 1 Sarjana Kesejahteraan Sosial. ” 41 Sejak program art therapy dibentuk di RSKO, para Terapis belum pernah mengikuti pelatihan apapun yang berkaitan dengan art therapy. Pernyataan seperti itu dipaparkan oleh Pekerja Sosial RSKO, Bapak Agus Darmawan: “Saya dan rekan sebagai Terapis belum pernah mengikuti pelatihan terkait dengan kegiatan art therapy. ” 42 Selain itu, para Terapis juga belum pernah memiliki pengalaman dalam melaksanakan kegiatan art therapy di lembaga manapun. Pekerja Sosial RSKO, Bapak Agus Darmawan juga memaparkan: “Saya dan Pak Syarif belum pernah memiliki pengalaman dalam kegiatan art therapy di lembaga lain atau di tempat lain. ” 43 Sehingga dalam pelaksanaan program art therapy, para Terapis selalu berusaha untuk mengembangkan kegiatan atau materi yang akan diberikan kepada pasien dual diagnosis. Berdasarkan uraian di atas untuk indikator ketersediaan, jumlah Pekerja Sosial atau Sumber Daya Manusia SDM yang ada sebanyak dua orang sudah memadai. Akan tetapi Pekerja Sosial atau Terapis di RSKO belum pernah mengikuti pelatihan terkait dengan art therapy. 41 Wawancara Pribadi dengan Agus Darmawan, Jakarta 22 April 2014. 42 Wawancara Pribadi dengan Syarifuddin, Jakarta 22 April 2014. 43 Wawancara Pribadi dengan Agus Darmawan, Jakarta 22 April 2014. c. Program Dalam kaitan dengan evaluasi input program, ada beberapa hal yang akan dijelaskan mengenai tujuan, standar pemberian program art therapy, dan biaya layanan program terhadap pasien dual diagnosis sebagai berikut: 1. Tujuan Program art therapy Adapun tujuan dilaksanakannya art therapy terapi seni untuk membantu seseorang dengan beberapa masalah, adalah sebagai berikut: 44 a. Memulihkan trauma masa kanak-kanak atau keluarga yang melibatkan fisik, mental, dan seksual. b. Mengembalikan motivasi diri seseorang atau meningkatkan percaya diri. c. Menghilangkan rasa ketakutan yang parah atau fobia. d. Meningkatkan kemampuan kognitif. e. Membantu menghadapi tantangan penyakit serius. f. Memberikan treatment atau terapi bagi gangguan mental seperti skizofrenia atau depresi. g. Membantu memahami dan berurusan dengan cacat fisik. h. Memahami dan mengobati masalah perilaku. Sedangkan tujuan art therapy yang dipaparkan oleh Pekerja Sosial RSKO, Bapak Syarifuddin: “Tujuan art therapy secara umum agar pasien tidak merasa bosan atau jenuh, membantu proses berpikir atau kognitif pasien, melatih motorik pasien, memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan masalah didalam dirinya inner problem, pasien dapat memproyeksikan dirinya ke dalam seni, mempelajari perasaan dan emosi pasien dalam membaca suatu puisi, meningkatkan pemahaman dan rasa percaya diri dan pemahaman akan lingkungan, memberikan simulasi peran dalam drama supaya 44 BAB 2, Landasan Teori, h. 49.