Pelaksanaan Program Art Therapy di RSKO Jakarta
                                                                                merupakan salah satu bagian dari Program Khusus PK. Adapun kegiatan- kegiatan PK lainnya di RSKO, meliputi:
4
1. Pemeriksaan rutin psikiatri dan pemeriksaan fisik. Saat ini sudah ada
satu orang Dokter Umum dan satu orang Psikiater yang bekerja tetap pada Instalasi Rehabilitasi.
2. Program diskusi harian, yang diberlakukan bagi seluruh jenis pasien.
3. Program diskusi mingguan, dimana dilakukan diskusi tentang pasien
oleh profesi profesional yang menanganinya. 4.
Program  dinamika  kelompok,  baik  yang  difasilitasi  oleh  Perawat, Konselor, Pekerja Sosial, ataupun Psikolog. Secara khusus  program
kelompok  yang  difasilitasi  oleh  Perawat  adalah  terapi  aktifitas. Sedangkan  program  art  therapy  difasilitasi  oleh  2  dua  orang
Pekerja Sosial. 5.
Program  kunjungan  rumah  Home  Visit.  Tujuan  dari  kunjungan rumah  adalah  untuk  mempersiapkan  keluarga  dalam  menerima
pasien  kembali  dan  membantu  pasien  untuk  berinteraksi  kembali dengan keluarga. Biasanya kunjungan rumah dilakukan oleh Pekerja
Sosial ataupun tim Konselor. 6.
Pendidikan  kesehatan  bagi  keluarga,  baik  yang  diberikan  secara individual maupun secara kelompok oleh profesi profesional. Selain
itu  pendidikan  bagi  keluarga  dalam  wadah  Family  Support  Group FSG dilakukan secara rutin, dua kali dalam sebulan.
4
Elly Hotnida Gultom, “Buletin Ilmiah Populer RSKO Tantangan Penanganan Masalah Adiksi  NAPZA  Peran  Perawat  dalam  Program  Terapi  dan  Pemberdayaan  Pasien  dengan  Dual
Diagnosis” Jakarta: Instalasi Penelitian dan Pengembangan RSKO, h. 38
7. Program  kegiatan  rekreasi  outdoor,  yang  umumnya  dilakukan  satu
kali  dalam  sebulan  guna  menghindari  kejenuhan  pasien  yang  selalu berada di dalam ruang rehabilitasi.
Pasien  yang  mengikuti  kegiatan  art  therapy  adalah  mereka  yang berada pada fase Special Program dan mengalami dual diagnosis.
Dual  diagnosis  adalah  adanya  kombinasi  segala  bentuk  penyakit maupun  disabilitas  termasuk  disabilitas  sensoris,  fisik  dan  intelektual,
gangguan  mental  dan  penyalahgunaan  zat.  Gejala  dual  diagnosis  yang sering  muncul  adalah  cemas,  depresi,  skizofrenia,  halusinasi,  waham,
perilaku  kekerasan  dan  gangguan  mood.  Apabila  kondisi  yang  dialami pasien dual diagnosis tidak mendapatkan perawatan yang baik, maka akan
berdampak buruk pada perkembangan mental dan sosial pasien. Menurut  Mueser  dalam  buletin  ilmiah  RSKO,  strategi  yang
dilakukan untuk pasien di program dual diagnosis adalah:
5
1. Grup  dual  diagnosis  :  berfokus  pada  dukungan  sosial,  berbagai
pengalaman dan tukar menukar ide atas tujuan hidup masing-masing. Diharapkan  kegiatan  kelompok  dapat  merangsang  fungsi  kognitif
pasien  dengan  cara  mengepresikan  perasaan,  menyampaikan pendapat dan berbagai pengalaman.
2. Meningkatkan  struktur:  penyedia  kegiatan  yang  mengarah  pada
peningkatan  potensi  klien,  antara  lain  kegiatan  melukis,  berkebun atau kegiatan yang mampu dilakukan pasien.
5
Ibid., h. 39.
3. Rehabilitasi:  latihan  sosialisasi  dan  latihan  bagaimana  menggali
potensi  diri.  Umumnya  kegiatan  ini  ditujukan  bagi  pasien  yang sudah stabil.
4. Grup mandiri: menawarkan sokongan dukungan sebaya. Penggunaan
konsep terapi mileu, mengkonsumsikan pasien seperti berada dalam lingkungan keluarga, dimana didalamnya mereka saling memberikan
dukungan dan saling berbagi. 5.
Strategi  motivasional:  berbagaimana  meningkatkan  motivasi  pasien untuk  menghilangkan  perilaku  ketergantungannya.  Bentuk  kegiatan
adalah konseling, yang dapat dilakukan baik secara individu maupun kelompok.
6. Pemecahan  masalah  dan  dukungan  keluarga:  melibatkan  keluarga
secara aktif dalam proses perkembangan pasien. Prinsip  keperawatan  dalam  merawat  pasien  NAPZA,  dapat
dilakukan pada program terapi pasien dual diagnosis, yaitu: 1.
Memberi motivasi untuk menghentikan penggunaan zat. 2.
Menguatkan keterampilan koping individual. 3.
Memberikan  pendidikan  tentang  cara-cara  baru  menurunkan ansietas.
4. Meningkatkan keterlibatan keluarga dalam program rehabilitasi.
5. Memudahkan pertumbuhanperkembangan keluarga.
6. Memberikan informasi tentang kondisi, perkembangan dan perlunya
suatu terapi untuk pasien.
6
b. Tujuan Program Art Therapy di RSKO Jakarta
Tujuan  program  art  therapy  di  RSKO  merujuk  kepada  pemulihan dari  masing-masing  pasien  dual  diagnosis  yang  menjalani  rehabilitasi  di
RSKO. Adapun tujuan dari program art therapy adalah sebagai berikut:
7
1. Menghibur diri pasien agar tidak terjadi kebosanan dan kejenuhan.
2. Mengetahui konflik-konflik yang tidak disadari.
3. Memberikan  kesempatan  pasien  untuk  mengungkapkan  masalah-
masalah dalam diri inner problem. 4.
Mengaktikfan fungsi kognisi pasien. 5.
Mengasah motorik pasien. 6.
Melalui seni pasien memproyeksikan diri dalam seninya. 7.
Mempelajari  perasaaan-perasaan  dan  emosi  melalui  puisi  dan gambar.
8. Meningkatkan  rasa  percaya  diri  dan  pemahaman  akan  lingkungan
sekitar. 9.
Memberikan  simulasi  peran  dalam  drama  supaya  pasien  dapat menerapkan  perannya  ke  dalam  lingkungan  masyarakat  pasien
dapat bersosialisasi dengan baik 10.Meningkatkan kreatifitas.
6
Elly  Hotnida  Gultom,  Buletin  Ilmiah  popoler,  peran  perawat  dalam  program  terapi dan pemberdayaan pasien dengan dual diagnosis, hal. 41.
7
Wawancara Pribadi dengan Syarifuddin, Jakarta 22 April 2014.
Sedangkan tujuan diadakannya program art therapy di RSKO antara lain:
1. Tugas yang sudah diprogramkan oleh Instalasi Rehabilitasi.
2. Art therapy diharapkan dapat mengisi waktu luang pasien.
3. Art  therapy  sebagai  program  terapi  penunjang  bagi  pasien  dual
diagnosis atau pasien SP, dan 4.
Art therapy dapat melatih emosi pasien agar dapat lebih stabil.
c. Bentuk Kegiatan Art Therapy di RSKO Jakarta
Jenis  kegiatan  yang  diterapkan  dalam  pelaksanaan  art  therapy  di RSKO sebagai berikut:
8
Tabel 4 Jadwal Kegiatan
Art Therapy
No Minggu I
Minggu Ke II  Minggu Ke III Minggu Ke IV  Minggu Ke V
1. Membuat
foto dengan perantara
kertas yang dibolongi
persegi empat.
Membuat puisi dan
membacakan nya.
Permainan musik bumi.
Lomba baca puisi dan
menceritakan makna yang
terkandung. Menggambar
berdua dengan menarik garis
atau titik awal. Menggambar
diri orang lain.
Mengolah vokal dan
praktek membaca
cepat.
No .
Minggu VI Minggu VII
Minggu VIII Minggu IX
Minggu X 2.
Observasi dan
menyatukan gambar
yang terpisah-
pisah. Tentang
nama yang dibalik dan
sejarah nama. Menulis tujuan
hidup, mengolah
vokal dan permainan.
Menggambar teman dan
permainan botol.
Membuat puisi
perjuangan.
8
Wawancara Pribadi dengan Bapak Syarifuddin, Jakarta 22 April 2014.
Kegiatan atau materi-materi yang sudah tertera di jadwal tidak tetap. Artinya  sewaktu-waktu  jadwal  tersebut  dapat  berubah  atau  dapat
digantikan dengan materi yang lain atau terapi yang lain. Dari data di atas dapat saya simpulkan bahwa peserta pasien dapat
menjalani  kegiatan  art  therapy  disesuaikan  dengan  keadaan  dan  kegiatan pasien  yang  lain  selama  menjalani  rehabilitasi  atau  pemulihan  di  RSKO.
Sehingga Pekerja Sosial dituntut untuk selalu inovatif dalam menciptakan kegiatan  yang  baru  agar  tidak  monoton  di  setiap  kegiatan  art  therapy.
Terkadang kegiatan art therapy tidak dapat dilakukan sesuai jadwal karena ketidakhadiran Pekerja Sosial yang sedang mengikuti seminarpelatihan di
luar  RSKO  ataupun  para  pasien  yang  sedang  mendapatkan  kegiatan  lain dari program rehabilitasi Therapeutic Community.
Dengan  demikian  dalam  memberikan  pelayanan  kepada  klien  atau pasien  dual  diagnosis,  Pekerja  Sosial  harus  memahami  peran  dan
fungsinya, serta memahami dinamika pasien dual diagnosis.
                