Evaluasi Input Input Analisis Hasil Evaluasi Program

c. Program Dalam kaitan dengan evaluasi input program, ada beberapa hal yang akan dijelaskan mengenai tujuan, standar pemberian program art therapy, dan biaya layanan program terhadap pasien dual diagnosis sebagai berikut: 1. Tujuan Program art therapy Adapun tujuan dilaksanakannya art therapy terapi seni untuk membantu seseorang dengan beberapa masalah, adalah sebagai berikut: 44 a. Memulihkan trauma masa kanak-kanak atau keluarga yang melibatkan fisik, mental, dan seksual. b. Mengembalikan motivasi diri seseorang atau meningkatkan percaya diri. c. Menghilangkan rasa ketakutan yang parah atau fobia. d. Meningkatkan kemampuan kognitif. e. Membantu menghadapi tantangan penyakit serius. f. Memberikan treatment atau terapi bagi gangguan mental seperti skizofrenia atau depresi. g. Membantu memahami dan berurusan dengan cacat fisik. h. Memahami dan mengobati masalah perilaku. Sedangkan tujuan art therapy yang dipaparkan oleh Pekerja Sosial RSKO, Bapak Syarifuddin: “Tujuan art therapy secara umum agar pasien tidak merasa bosan atau jenuh, membantu proses berpikir atau kognitif pasien, melatih motorik pasien, memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan masalah didalam dirinya inner problem, pasien dapat memproyeksikan dirinya ke dalam seni, mempelajari perasaan dan emosi pasien dalam membaca suatu puisi, meningkatkan pemahaman dan rasa percaya diri dan pemahaman akan lingkungan, memberikan simulasi peran dalam drama supaya 44 BAB 2, Landasan Teori, h. 49. pasien dapat menerapkan perannya ke dalam lingkungan masyarakat pasien dapat bersosialisasi dengan baik, dan juga dapat meningkatkan kreatifitas pasien. ” “Sedangkan, tujuan diadakan program art therapy di RSKO dikarenakan antara lain: tugas yang sudah diprogramkan oleh Instalasi Rehabilitasi, art therapy diharapkan dapat mengisi waktu luang pasien, art therapy sebagai program terapi penunjang bagi pasien dual diagnosis atau pasien SP, dan art therapy dapat melatih emosi pasien agar dapat lebih stabil. ” 45 Sehingga dapat saya simpulkan bahwa peserta adalah pasien dual diagnosis atau pasien Special Programme yang sedang menjalani Rehabilitasi di RSKO. Art therapy sebagai sebuah tugas yang diprogramkan oleh Instalasi Rehabilitasi dan sebagai terapi penunjang bagi pemulihan pasien tersebut termasuk untuk mengisi waktu luang pasien. Selain itu, tujuan dari program art therapy lebih ke arah peningkatan atau progress didalam diri pasien seperti, cara berpikir kognitif, motivasi dalam diri pasien, kemampuan motorik pasien, dan lain sebagainya. Dari segi indikator ketersediaan tujuan, program art therapy di RSKO Jakarta memiliki tujuan yang jelas. Selain itu, terdapat beberapa tujuan art therapy yang dikemukakan oleh para ahli sama dengan tujuan art therapy yang ada di RSKO. 2. Standar pemberian program art therapy RSKO belum memiliki Standard Operating Procedure SOP program art therapy. Namun, RSKO memiliki standar pemberian program art therapy yang baik. Seperti yang dipaparkan oleh Pekerja Sosial RSKO, Bapak Syarifuddin: “Standar pemberian program yang baik antara lain: kegiatan disesuaikan dengan kemampuan pasien, pasien merasa nyaman dan senang setelah mengikuti kegiatan, dan terpenuhinya fasilitas pasien dalam mela ksanakan kegiatan.” 46 45 Wawancara Pribadi dengan Syarifuddin, Jakarta 22 April 2014. 46 Wawancara Pribadi dengan Syarifuddin, Jakarta 22 April 2014. Hal serupa juga dijelaskan oleh Pekerja Sosial RSKO, Bapak Agus Darmawan: “Standar pemberian program art therapy di RSKO yaitu kegiatan art therapy disesuaikan dengan kondisi pasien. Dalam memberikan pelayanan program art therapy, RSKO memperhatikan kepuasan pasien dan kenyamanan pasien. ” “...Intinya kegiatan tersebut dapat dilakukan oleh para pasien dual diagnosis dan kegiatan tersebut tidak membahayakan pasien. Misalnya, dalam pelaksanaan kegiatan art therapy tidak menggunakan gunting, silet, dan sebagainya.” 47 Sehingga dapat saya simpulkan bahwa RSKO hanya memiliki standar pemberian program art therapy yang baik bagi pasien dual diagnosis. RSKO menjadikan standar pemberian program art therapy sebagai pedoman dan acuan bagi Pekerja SosialTerapis dalam melaksanakan kegiatan art therapy bagi pasien dual diagnosis. Standar pemberian program art therapy di RSKO lebih memperhatikan kenyamanan pasien dan disesuaikan dengan kondisi pasien. 3. Biaya layanan program art therapy Program art therapy merupakan suatu program khusus yang ditujukan bagi pasien dual diagnosis. Program art therapy tergabung ke dalam Therapeutic Community TC sebagai terapi penunjang bagi pemulihan pasien dual diagnosis. Program art therapy di RSKO tidak diberikan secara gratis, tetapi pihak keluarga pasien yang bertanggung jawab untuk membayar setiap kegiatan atau terapi yang pasien dual diagnosis ikuti. Biaya yang dikenakan untuk setiap kegiatan art therapy sebesar Rp. 50.000,- Per orang. Seperti yang dipaparkan oleh Pekerja Sosial RSKO, Bapak Agus Darmawan: 47 Wawancara Pribadi dengan Agus Darmawan, Jakarta 22 April 2014. “Art therapy sudah termasuk ke dalam paket rehabilitasi di RSKO. Jadi, pasien yang menjalani rehabilitasi di RSKO sudah pasti mengikuti peraturan yang ditetapkan. Salah satunya yaitu melunasi biaya administrasi pasien selama menjalani rehabilitasi di RSKO. ” “Biaya art therapy yang dikenakan kepada pasien setiap tahunnya mengalami perubahan. Jadi, untuk tahun 2014 menggunakan tarif yang ditetapkan pada tahun 2013 karena penetapan biaya tahun 2014 masih dalam perencanaan. Biaya yang dikenakan untuk program kegiatan art therapy sebesar Rp. 50.000,- per orang. ” 48 Pernyataan yang sama juga diungkapkan oleh Konselor RSKO, Bro Okto: “Art therapy sudah termasuk di dalam pembiayaan atau administrasi selama menjalani pemulihan atau rehabilitasi disini...”“Untuk biaya art therapy itu sendiri, sebesar Rp. 50.000,- per orang.” 49 Selama ini biaya yang ditentukan untuk setiap kegiatan per pasien dinilai masih terjangkau. Pihak RSKO maupun Pekerja Sosial atau Terapis belum pernah mendapatkan keluhan dari pihak keluarga pasien terkait dengan biaya kegiatan pasien di RSKO. Seperti yang dipaparkan oleh Pekerja Sosial RSKO, Bapak Agus Darmawan: “Selama ini enggak ada keluhan dari pihak keluarga pasien mengenai biaya kegiatan yang udah ditentukan. Mereka setuju-setuju aja ”. 50 Pernyataan tersebut juga ditanggapi oleh salah satu pihak keluarga pasien SP, Ibunda pasien “IW”: “ Kalau menurut saya terjangkau ...” 51 Berdasarkan uraian di atas untuk indikator keterjangkauan, biaya kegiatan art therapy yang telah ditentukan kepada pihak keluarga pasien masih terjangkau. 4. Ruangan Berdasarkan hasil pengamatan penulis, kondisi ruangan di Instalasi Rehabilitasi Medik bersih dan cukup cahaya. Hanya saja kondisi ruangan pasien 48 Wawancara Pribadi dengan Agus Darmawan, Jakarta 22 April 2014. 49 Wawancara Pribadi dengan Bro Okto, Jakarta 20 Mei 2014. 50 Wawancara Pribadi dengan Agus Darmawan, Jakarta 22 April 2014. 51 Wawancara Pribadi dengan Ibunda pasien “IW”, Jakarta 19 Juni 2014. terdapat lorong-lorong yang kurang terkena cahaya. Dalam melaksanakan kegiatan art therapy, Terapis atau Pekerja Sosial memanfaatkan ruang tamu pasien Special Programme SP yang dialasi oleh karpet berwarna coklat muda, serta terdapat sofa yang berada disudut ruang tamu. Ruangan berbentuk persegi dengan dilengkapi ventilasi yang banyak sehingga pertukaran udara dan cahaya dapat dikatakan baik. Selain itu, ruang tamu SP luas sehingga dapat menampung jumlah pasien atau peserta yang mengikuti kegiatan art therapy . 52 5. Peralatan dan perlengkapan Berdasarkan hasil pengamatan penulis, peralatan dan perlengkapan yang digunakan memadai, sehingga kegiatan art therapy dapat berlangsung dengan baik. Peralatan dan perlengkapan yang digunakan dalam melaksanakan kegiatan art therapy di RSKO masih minim. Dengan menggunakan pulpen, buku gambar, spidol berwarna, pensil, penggaris, pensil warna, dan buku tulis, pasien dapat melakukan kegiatan menggunakan peralatan yang telah disediakan oleh Terapis atau Pekerja Sosial. Semua pesertapasien mendapatkan peralatan dan ruangan yang digunakan memadai. 53 Berdasarkan pembahasan evaluasi input di atas, maka peneliti menilai input dari segi ketersediaan memadai. Dalam kaitannya dengan ketersediaan dinilai relevan dan ketersediaan dalam pelayanan program dinilai baik. Akan tetapi, terdapat beberapa aspek yang perlu dilakukan perbaikan yaitu, RSKO belum memiliki SOP dan modulkurikulum yang jelas mengenai art therapy. Selain itu, selama ini Pekerja Sosial atau Terapis di RSKO belum pernah mengikuti pelatihan terkait dengan art therapy. 52 Observasi Pribadi di RSKO Jakarta, 14 Mei 2014. 53 Observasi Pribadi di RSKO Jakarta, 14 Mei 2014.

2. Evaluasi Proses Process

Dalam evaluasi proses, penilaian terfokus pada upaya mengkaji nilai komponen pemberian layanan dari suatu program. Evaluasi proses terkait dengan kriteria ketersediaan, seperti ketersediaan peralatan, ketersediaan modul, ketersediaan pasien, dan ketersediaan staff atau terapis SDM. Berikut penjelasan mengenai layanan program art therapy bagi pasien dual diagnosis di RSKO Jakarta:  Layanan program art therapy Prinsip pengobatan yang dilakukan RSKO terhadap pasien dual diagnosis terbagi menjadi dua: pengobatan farmakoterapi dan non farmakoterapi. Pengobatan farmakoterapi merupakan pengobatan kepada pasien dengan cara memberikan obat-obatan yang harus diminum secara rutin. Sedangkan non farmakoterapi terbagi menjadi dua yaitu psikoterapi dan psikoedukasi. Program art therapy masuk ke dalam pengobatan psikoterapi. Program art therapy dilaksanakan seminggu sekali tepatnya pada hari Rabu pukul 11.30 WIB sampai dengan pukul 12.15 WIB. Berhubung tidak ada ruangan khusus untuk melaksanakan kegiatan art therapy, maka kegiatan tersebut dilaksanakan di ruang tamu SP yang beralaskan karpet berwarna coklat. 54 Sebelum program art therapy dilaksanakan, Pekerja Sosial yang berperan sebagai terapis telah mempersiapkan materi dan metode yang akan digunakan secara matang. Berikut ini, beberapa tahapan yang dilakukan dalam pelaksanaan program art therapy: 55 54 Observasi Pribadi di RSKO Jakarta, 14 Mei 2014. 55 Wawancara Pribadi dengan Bapak Agus Darmawan, Jakarta 22 April 2014. a. Memulai kelompok. b. Membantu anggota agar terlibat. c. Mengatur iklim yang positif. d. Klarifikasi tujuan kelompok. e. Menjelaskan peranan leader atau pemimpin ketua kelas. f. Menjelaskan bagaimana terapi akan dijalankan. g. Membantu anggota menyampaikan harapannya. h. Mengecek kenyamanan anggota. i. Menjelaskan aturan terapi. j. Menjelaskan istilah-istilah khusus yang mungkin akan digunakan. k. Mencermati interaksi anggota kelompok. l. Menjawab pertanyaan. m. Membantu anggota unutk memperhatikan anggota lainnya guna melatih kepedulian dan kepekaan satu sama lainnya, dan n. Menutup sesi dengan berdo’a bersama. Kriteria pasien yang dapat mengikuti kegiatan art therapy dipaparkan oleh Pekerja Sosial RSKO, Bapak Agus Darmawan sebagai berikut: “...secara fisik terlihat sehat, pasien dapat diajak berkomunikasi walaupun yang tidak dapat diajak berkomunikasi juga diperbolehkan mengikuti program art therapy, dan pasien dapat mengikuti intruksi atau arahan dari terapisinstruktur. ” 56 Berdasarkan hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap Pekerja Sosial RSKO 57 , alur pelayanan program art therapy dapat dilihat pada bagan di bawah ini: 56 Wawancara Pribadi dengan Agus Darmawan, Jakarta 22 April 2014. 57 Wawancara Pribadi dengan Syarifuddin, Jakarta 22 April 2014. Gambar 1 Bagan Alur pelayanan program art therapy Berdasarkan hasil pengamatan penulis ketika kegiatan art therapy berlangsung awalnya pasien terlihat diam, tetapi pada saat kegiatan berlangsung pasienpeserta art therapy terlihat antusias dan terlihat ekspresi kegembiraan dari raut wajah mereka. Pekerja SosialTerapis terlihat melayani pasien SP dengan sepenuh hati dan sabar dalam menyampaikan materi atau kegiatan yang akan dilaksanakan. Pekerja sosialTerapis menyampaikan instruksi dengan jelas dan menggunakan bahasa yang ringan sehingga mudah dimengerti oleh para peserta. Selain itu, dengan jumlah pasienpeserta art therapy yang cukup banyak, Pekerja Sosial Terapis dapat membagi tugasnya masing-masing sehingga semua peserta mampu ditangani dan diarahkan untuk melaksanakan kegiatan art therapy. 58 Media yang diperuntukan dalam pelaksanaan program art therapy di RSKO masih sangat minim atau terbatas. Pelaksanaan kegiatan art therapy masih menggunakan alat-alat yang sederhana, misalnya spidol bermacam-macam warna, pulpen, pensil, buku tulis, buku gambar, kertas lembar kertas HVS dan penggaris. Walaupun dengan persediaan peralatan yang sederhana, semua peserta atau pasien yang mengikuti kegiatan art therapy mendapatkan peralatan yang cukup, tidak satupun dari mereka yang tidak dapat peralatan. Selain itu, ada pula kegiatan yang memanfaatkan barang bekas, seperti botol minuman bekas yakult diisi dengan pasir atau beras yang dapat dibunyikan seperti alat musik. Dalam bermusik, pasien juga dapat membunyikan suara seperti suara piring jatuh, wajan jatuh, dan lain-lain. Hal tersebut betujuan untuk melatih kekompakan dari pasien untuk menyatukan suara dalam bermusik. Jenis kegiatan itu disebut musik bumi. 59 Selain itu, fasilitas yang telah disediakan juga masih terbatas. RSKO tidak menyediakan ruangan khusus untuk melaksanakan kegiatan art therapy dan belum memiliki modul khusus mengenai program art therapy. Seperti yang diungkapkan oleh Pekerja Sosial RSKO, Bapak Agus Darmawan: “Idealnya sih kegiatan art therapy memerlukan berbagai macam alat-alat seni, namun peralatan yang tersedia di RSKO terbatas termasuk modul khusus yang terkait dengan art therapy juga belum ada.” “...selama ini fasilitas dan peralatan yang digunakan belum lengkap. Ruangan khusus untuk melaksanakan art therapy juga tidak ada. RSKO hanya menyediakan spidol, pulpen, buku gambar, dan cat air...” 60 58 Observasi Pribadi di RSKO Jakarta, 14 Mei 2014. 59 Observasi Pribadi di RSKO Jakarta, 14 Mei 2014. 60 Wawancara Pribadi dengan Agus Darmawan, Jakarta 22 April 2014.