SARAN KESIMPULAN DAN SARAN
Uditomo, Purwa dkk. Zakat Empowering, Evaluasi dan Kaji Dampak Program Layanan Kesehatan Cuma-Cuma. Jurnal Pemikiran dan
Gagasan, vol. 2, Juni 2009. Usman, Husaini dan Akbar, Purnomo Setiady. Metodologi Penelitian
Sosial. Jakarta: PT. Bumi Aksara, 2009. Warjowarsito, S. dan W, Tito. Kamus Lengkap Bahasa Inggris-Indonesia,
Indonesia-Inggris. Bandung: T.p.n.,1980. Weller, Barbara F. Kamus Saku Keperawatan. Jakarta: EGC, 2005.
Wiramihardja, Sutardjo A. Pengantar Psikologi Klinis. Bandung: PT. Refika Aditama 2007.
BULETIN
Elly Hotnida Gultom. “Buletin Ilmiah Populer RSKO Tantangan
Penanganan Masalah Adiksi NAPZA Peran Perawat dalam Program Terapi dan Pemberdayaan Pasien dengan Dual
Diagnosis”. Jakarta: Instalasi Penelitian dan Pengembangan RSKO.
Fauzy Masjhur, “Buletin Ilmiah Populer RSKO Jakarta: Peran Rumah Sakit Ketergantungan Obat Dalam Penanganan Masalah NAPZA
di Indonesia”. Jakarta: Instalasi Penelitian dan Pengembangan RSKO, 2008.
JURNAL
Fakultas Psikologi Universitas Surabaya. Art Therapy. No. 39 vol. 10 April-Juni. Surabaya: Anima 1995.
KAMUS
Departemen Pendidikan Nasional. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 2001.
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan. Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1988.
Tim Penyusun Kamus Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia. Jakarta: Balai Pustaka, 1998.
UNDANG-UNDANG
Pembukaan Undang-Undang Dasar Republik Indonesia Tahun 1945. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang
Narkotika pasal 1
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2009 Tentang Narkotika pasal 6
INTERNET
Adam. “Arti DefinisiPengertian Zat Adiktif.” Artikel diakses pada 23
Februari 2014 dari http:www.organisasi.org20140223arti-
def.html Al. Qur’an Online. “Surah Al-Maidah Ayat 90 dan 91”. Artikel diakses
pada 3 Januari 2014 dari http:m.alquranonline.web.idalquran.php
American Art Therapy Association AATA. “The History of Art
Therapy. ” Artikel diakses pada 10 Mei 2014 dari
http:www.Arttherapyjournal.org20140510index.html Collingwood, Jane.
“Art Therapy: Beneficial Schizophrenia Treatment?.” Artikel
diakses pada
10 Mei
2014 dari
http:psychcentral.comlibart-therapy-beneficial-schizophrenia- treatment00015622
Dedi. “Dampak Langsung dan Tidak Langsung Penyalahgunaan
Narkoba.” Artikel diakses pada 3 Januari 2014 dari http:dedihumas.bnn.go.idreadsectionartikeldampak-langsung-
dan-tidak-langsung-penyalahgunaan-narkoba Fajrin, Yan. “Skizofrenia Diagnosis.” Artikel diakses pada 23 Februari
2014 dari http:www.news-medical.nethealthSchizophrenia-
Diagnosis-28Indonesian29.aspx Fitranta, Johny Bayu.
“Klasifikasi Gangguan Jiwa.” Artikel diakses pada 3 januari 2014 dari
http:www.medicinesia.comkedokteran- klinisneurosains-kedokteran-klinisklasifikasi-gangguan-jiwa
Kardenti, Denti. “Metode-Metode Pekerjaan Sosial,” Artikel diakses pada 27 Agustus 2014 dari
http:scribd.comMetode- metodePekerjaanSosial20140827-html
Kelompok Perawat. “Asuhan Keperawatan Klien dengan Sindrom Putus Zat NAPZA.” Artikel diakses pada 3 Januari 2014 dari
http:madiun-gleekapay.blogspot.com20140103index.html Lestari, Iis “Narkoba dan NAPZA serta Psikotropika.” Artikel diakses
pada 3 Januari 2014 dari http:www.kamuslife.comindex.html
Morgan, Lee. “Art Therapy.” Artikel diakses pada 10 Mei 2014 dari
http:www.healthline.com20140510html Nawazir.
“Pengertian Terapi.” Artikel diakses pada 8 Mei 2014 dari http:www.id.shvoong.compengertian-terapi20140508html
. Noegraha, Agoes.
“Mengenal Penggolongan Narkotika, Psikotropika, dan Zat Adiktif Lainnya.
” Artikel diakses pada 23 Februari 2014 dari http:web.unair.ac.idartikel_Napza-
MengenalPenggolonganNarkotikaPsikotropikadanZatAdiktifLa innya.html
Priya. “Definisi NAPZA.” Artikel diakses pada 23 Februari 2014 dari
https:www.k4health.orgsitesdefaultfilesNAPZALENGKAP Purwanto. S, Admin Setiyo.
“Mengenali dan Mengembangkan Kreativitas Peserta Didik.
” Artikel diakses pada 23 Februari 2014 dari www.elearn.bpplsp-reg5.go.id20140223.html
Raharjo, Santoso Tri. “Pendekatan Sistem dalam Praktik Pekerjaan Sosial,” artikel diakses pada 27 Agustus 2014 dari
http:kesos.unpad.ac.id20140827p=578.html Rakyat Media. “Kepala BNN:Tahun 2014-2015 Pengguna Narkoba
Meningkat.” Artikel diakses pada 3 Januari 2014 dari http:rakyatmedia.com20140103.html
Sandra, Arsepta Kurnia. “Art Therapy.” Artikel diakses pada 3 Januari 2014 dari
http:www.goodtherapy.orgart-therapy.html Servasius.
“Dual Diagnosis Treatment.” Artikel diakses pada 23 Februari 2014 dari
http:www.dualdiagnosis.orgyou-should-know-about- treatment
Syaifudin, Achmad. “Mengenal Dampak Narkoba.” Artikel diakses pada
23 Februari
2014 dari
http:www.Makassarkota.go.id20140223index.html .
Tuasikal, Muhammad Abduh. “Narkoba Dalam Pandangan Islam.” Artikel
diakses pada 3 Januari 2014 dari http:muslim.or.idfiqh-dan-
muamalahnarkoba-dalam-pandangan-islam.html Universitas Sumatera Utara USU.
“Asuhan Keperawatan Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan Jiwa,” artikel diakses pada 3
Januari 2014
dari http:usupress.usu.ac.idAsuhanKeperawatanKliendenganMasala
hPsikososialdanGangguanJiwa
SKRIPSI
Melawati, Lidya. “Evaluasi Program Layanan Kesehatan Rumah Bersalin
Gratiis RBG bagi O rang Miskin di Jakarta Timur.” Skripsi S1
Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi, Universitas Islam Negeri Jakarta, 2011.
Mulyana, Fitrah. “Aplikasi Art Therapy Karoke Bersama Terhadap Psikososial Warga Binaan Sosial di Panti Sosial Karya Wanita
Pasar Re bo Jakarta Timur.” Skripsi S1 Fakultas Ilmu Dakwah dan
Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2013.
Mutmainah, Siti. “Pelaksanaan Terapi Seni Dalam Pengembangan Kreatifitas Pasien NAZA di Rumah Sakit Ketergantungan Obat
RSKO Cibubur Jakarta Timur. ” Skripsi S.1 Fakultas Ilmu
Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta, 2009.
Suryati. “Evaluasi Program Unit Usaha Bisnis Barang Bekas Berkualitas BARBEKU di Yayasan Imdad Mustadh’afin YASMIN
Cirendeu.” Skripsi S.1 Fakultas Ilmu Dakwah dan Ilmu Komunikasi Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah
Jakarta, 2013.
DOKUMENTASI
Studi Dokumen. Buletin RSKO Tahun 2008. Studi Dokumen. Brosur Profil RSKO.
Studi Dokumen. Instalasi Rekam Medik. Total Data Rekap Pasien RSKO Jakarta.
Studi Dokumen, Buku Rekam Medik Pasien RSKO. Klien “AHG”.
Studi Dokumen. Buku Rekam Medik Pasien RSKO,.Klien “IW”. Studi Dokumen. Buku Rekam Medik Pasien RSKO, klien “T”.
Studi Dokumen Buku Standar Pelayanan Rumah Sakit Ketergantungan
Obat Jakarta. Studi Dokumen. Walking Paper Residen Instalasi Rehabilitasi.
LAMPIRAN - LAMPIRAN
DAFTAR ISTILAH
Art Therapy : Terapi yang menggunakan seni sebagai alatsarana untuk
mengekspresikan diri, terutama bagi orang-orang yang sulit mengkomunikasikan diri secara verbal.
Dual Diagnosis : Istilah yang digunakan untuk menggambarkan pasien dengan
kedua penyakit mental berat terutama gangguan psikotik dan bermasalah obat danatau penggunaan alkohol.
Narkoba : Narkotika dan Obat-obatan Terlarang.
NAPZA : Narkoba, Psikotropika dan Zat Adiktif Lainnya.
BNN : Badan Narkotika Nasional.
Skizofrenia : Suatu deskripsi sindrom dengan variasi penyebab banyak
belum diketahui dan perjalanan penyakit tidak selalu bersifat kronis yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada
perimbangan pengaruh genetik, fisik, dan sosial budaya.
Ansietas : Kondisi yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran
berlebihan atas peristiwa kehidupan sehari-hari tanpa alasan yang jelas untuk mencemaskanmengkhawatirkannya.
Depresi : Gangguan mental umum yang ditandai dengan kesedihan,
kehilangan minat atau kesenangan, perasaan bersalah, kesulitan berkonsentrasi, tidur terganggu, nafsu makan berubah dan
energi rendah.
Halusinasi : Persepsi yang kuat atas suatu peristiwa atau objek yang
sebenarnya tidak ada.
Delusi : Kesalahpahaman tentang apa yang mereka lihat, dengar, atau
pikir.
Anti Sosial : Gangguan di mana penderitanya tidak peduli dengan hak
orang lain.
Gangguan Klinis :
Pola perilaku
abnormal gangguan
mental yang
menyebabkan kendala fungsi dan perasaan tertekan pada individu.
AdiksiKecanduan : Kebutuhan yang kompulsif untuk menggunakan suatu zat
pembentuk kebiasaan, atau dorongan tak tertahankan untuk terlibat dalam perilaku tertentu.
Intoksikasi : Dikenal dengan keracunan, yaitu masuknya zatsenyawa
kimia dalam tubuh manusia yang menimbulkan efek merugikan pada yang terkena.
Detoksifikasi : Penghapusan toksik zat beracun dari dalam tubuh seseorang.
Rehabilitasi : Upaya kesehatan yang dilakukan secara utuh dan terpadu
melalui pendekatan non medis, psikologi, sosial, dan religi agar pengguna narkoba yang menderita sindroma ketergantungan
dapat mencapai kemampuan fungsional seoptimal mungkin.
Rehabilitasi Medis : Cabang ilmu kedokteran yang menekankan pada pemulihan
agar aktivitas fisik, psikososial, kejuruan, dan rekreasinya bisa kembali normal.
Primary : Fase awal yang bertujuan untuk mengarahkan residen
menerima dan menyadari bahwa dirinya adalah seorang pecandu yang membutuhkan pertolongan.
Re-Entry : Fase lanjutan guna mengembangkan sikap dan perilaku
bertanggung jawab dan proses pengenalan serta pemantapan sikap dan perilaku hidup sehat di dalam keluarga dan
lingkungan sosial.
Special Programme : Fase ini diperuntukan bagi residen yang mempunyai maslaah kecanduan terhadap narkoba dan dengan diagnosa gangguan
fisik dan atau gangguan mental.
Aftercare Programme : Fase ini merupakan satu tingkat dimana seorang pecandu kembali membangun hidup dengan keluarga di lingkungan
masyarakat.
Residen : merupakan sebutan untuk pasien yang menjalani rehabilitasi
di RSKO.
TC : Therapeutic Community merupakan sekelompok orang yang
mempunyai masalah yang sama dan mereka berkumpul untuk saling membantu dalam mengatasi masalah yang dihadapinya.
NA : Narcotics Anonymous sebagai persaudaraan nirlaba atau
masyarakat yang terdiri dari pria maupun wanita yang mempunyai masalah dengan NAPZA.
Preventif : Cabang kedokteran yang terutama berkaitan dengan
pencegahan penyakit.
Kuratif : Pengobatan yang diarahkan untuk memberantas satu atau
lebih penyebab kondisi pasien.
Intravena : Secara harfiah berarti “dalam pembuluh darah”. Sebuah jalur
intravena mengacu ke tabung yang dimasukkan ke dalam vena, yang memungkinkan pemberian solusi obat.
Putauw : Heroin yang termasuk kedalam golongan Narkoba.
Shabu : Psikotropika yang sangat berbahaya karena potensi
menimbulkan ketergantungannya kuat.
Amphetamine : Sejenis obat-obatan yang berbentuk pil, kapsul, dan serbuk
yang dapat memberikan rangsangan bagi perasaan manusia.
Sakaw : Rasa sakit karena ketagihan atau gejala putus obat.
Remisi : Hilangnya secara lengkap atau parsial dari tanda-tanda dan
gejala penyakit sebagai respon terhadap pengobatan, masa di mana penyakit berada di bawah kontrol. Remisi tidak selalu
berarti kesembuhan.
Prevalensi : Seberapa sering suatu penyakit atau kondisi terjadi pada
sekelompok orang.
Zat Psikoaktif : Zat atau bahan yang apabila masuk ke dalam tubuh manusia
akan mempengaruhi tubuh, terutama susunan saraf pusat, sehingga menyebabkan perubahan aktivitas mental-emosional
dan perilaku.
PEDOMAN OBSERVASI
1. Melakukan observasi kondisi Instalasi Rehabilitasi Medik di RSKO Jakarta.
2. Melakukan observasi kondisi pasien dual diagnosis di RSKO Jakarta.
3. Melakukan observasi kondisi Pekerja Sosial medis di RSKO Jakarta.
4. Melakukan observasi sebelum berlangsungnya kegiatan art therapy di RSKO
Jakarta. 5.
Melakukan observasi selama proses kegiatan art therapy berlangsung di RSKO Jakarta.
6. Melakukan observasi setelah kegiatan art therapy berlangsung di RSKO
Jakarta.
LEMBAR OBSERVASI DAN DOKUMENTASI KARAKTERISITIK KONDISI INSTALASI REHABILITASI MEDIK
Lokasi : Instalasi Rehabilitasi Medik RSKO Jakarta
Alamat :Jl. Lapangan Tembak no. 75 Cibubur, Jakarta
Timur. Hari, Tanggal Observasi
: Senin 14 April 2014. Pukul
No. Aspek yang Diamati Deskripsi Hasil Pengamatan
Keterangan
1. Kondisi fisik ruangan
Instalasi Rehabilitasi
Medik IRM
Rumah Sakit
Ketergantungan Obat Jakarta terletak
di jalan
Lapangan Tembak no. 75 Cibubur, Jakarta
Timur. Letaknya
berdekatan dengan pasar Cibubur. Memiliki
kondisi fisik bangunan yang sudah baik dan memenuhi syarat
untuk
menunjang proses
pelayanan kesehatan terhadap pasien rawat inap. Selain itu,
RSKO juga memiliki sub divisi dalam
pelayanan rehabilitasi
medik, termasuk didalamnya pelayanan Pekerja Sosial Medis.
2. Potensi spesialis
Memiliki kualifikasi
yang bermutu dan memadai karena
spesialis merupakan
Dokter profesional,
Pekerja Sosial
Medis, Psikolog, dan Perawat yang memiliki latar belakang
pendidikan yang baik.
3. Potensi karyawan
Sudah lengkap mulai dari bagian loket,
administrasi, Instalasi
Psikososial, Instalasi
Rehabilitasi Medik, hingga ke bagian pelayanan umum dan
rawat inap.
4. Fasilitas Media
Sangat terfasilitasi,
dengan tersedianya
peralatan yang
membantu proses pemulihan pasien.
5. Ruang instalasi bagian
rehabilitasi Masih terawat dengan baik.
6. Administrasi
Karyawan Sudah lengkap dengan adanya
koordinator Instalasi
Rehabilitasi Medik dan Bagian
Instalasi Psikososial. 7.
Data pasien Ada, terorganisir secara baik.
8. Data tenaga medis
Ada. 9.
Data Dokter Spesialis Ada.
10. Data Pekerja
Sosial Medis
Ada. 11. Kesehatan lingkungan
Terjamin, dengan
adanya cleaning service. Selain itu,
tersedianya tempat pembuangan sampah
organik dan
non organik.
12. Penataan ruangan Ruangan tersususn atau tertata
dengan baik. 13. Pencahayaan
Ruangan sudah baik, cukup cahaya. Namun, hanya bagian
lorong kamar
pasien yang
sedikit gelap karena tertutup dinding bangunan yang tinggi.
Jika lampu dinyalakan sangat membantu
memberikan penerangan bagi ruangan pasien.
14. Fasilitas yang
mendukung proses
pelayanan Telepon dan alat-alat tulis.
15. Jumlah Pekerja Sosial Saat ini Pekerja Sosial yang
bertugas di Instalasi Psikososial ada dua orang dan satu orang
bertugas di bagian Porgram Terapi
Rumatan Metadon
PTRM. 16. Jumlah Konselor
Saat ini
Konselor yang
menangani para
pasien di
Instalasi Rehabilitasi berjumlah 13 orang.
LEMBAR OBSERVASI KARAKTERISTIK KONDISI PASIEN
Ruangan : Instalasi Rehabilitasi Medik RSKO Jakarta
Hari Tanggal Observasi : Rabu, 16 April 2014.
Pukul : 11. 00 WIB.
No. Aspek yang Diamati
Deskripsi Hasil Pengamatan
Keterangan
1. Suasana di IRM RSKO
Sangat Kondusif
2. Kemampuan untuk
sembuh Ada
Rajin melakukan art therapy dan terapi
yang ada di RSKO. 3.
Keluarga saling membantu pasien
Ada 4.
Perilaku pasien di dalam IRM RSKO
Baik Hubungan komunikasi
baik.
LEMBAR OBSERVASI KARAKTERISTIK KONDISI PEKERJA SOSIAL MEDIS
Ruangan : Instalasi Rehabilitasi Medik RSKO Jakarta
Pada saat Pekerja Sosial sedang melaksanakan kegiatan art therapy bersama pasien dual
diagnosis
Hari Tanggal Observasi : Rabu 16 April 2014.
Pukul : 11.30 WIB
– 12.15 WIB.
No. Aspek yang Diamati Deskripsi Hasil Pengamatan
Keterangan
1. Suasana di ruangan
Kondusif. 2.
Penyampaian motivasi Baik.
3. Strategi pelayanan
Baik. 4.
Metode pelayanan Pengarahan
atau instruksi
terhadap pasien rehabilitasi. 5.
Penggunaan bahasa Baik, mudah dipahami, bisa
menempatkan diri
dengan berbagai kultur.
6. Penggunaan waktu
Tepat waktu. 7.
Teknik bertanya Mempersilahkan pasien untuk
mengungkapkan perasaan
sebelum dan
sesudah mengikuti kegiatan art therapy
tingkat keberhasilan usaha Pekerjaan Sosial Medis.
8. Penggunaan media
Laporan catatan. 9.
Respon pasien terhadap Pekerja Sosial
Baik dan menerima keberadaan Pekerja Sosial.
PEDOMAN WAWANCARA LEMBAGA
1. Sejak kapan RSKO didirikan?
2. Siapa yang mencetuskan didirikannya RSKO?
3. Bagaimana latar belakang berdirinya RSKO?
4. Apa visi dan misi RSKO?
5. Fasilitas apa saja yang tersedia di RSKO?
6. Bagaimana struktur kepemimpinan RSKO?
7. Bagaimana deskripsi pekerjaan dari Pekerja Sosial di RSKO?
8. Seperti apakah penerapan kebijakan dan alur pengambilan keputusan di
RSKO? 9.
Apa rencana jangka pendek, menengah, dan panjang RSKO? 10.
Siapa saja target layanan RSKO? 11.
Apakah RSKO memiliki kriteria dalam memilih pasien? 12.
Bagaimana proses penjangkauan dan perekrutan pasien di RSKO? 13.
Bagaimana dengan penanganan pasien yang mengalami masalah ekonomi? 14.
Bagaimana alur penerimaan pasien di RSKO? 15.
Bagaimana latar belakang pendidikan staff atau pegawai yang bekerja di RSKO?
16. Bagiamana RSKO melakukan monitoring dan evaluasi?
17. Bagaimana cara RSKO dalam mengembangkan keterampilan staff?
18. Dari manakah sumber dana RSKO?
19. Bagaimana ruang lingkup jejaring RSKO?
HASIL WAWANCARA PENULIS DENGAN PIHAK RUMAH SAKIT KETERGANTUNGAN OBAT JAKARTA
1. Sejak kapan RSKO didirikan?
RSKO dahulu bernama
Drug Dependence Unit DDU. Nama tersebut diberikan pada tanggal 06 November 1971 dan letaknya belum di
Cibubur. Pada tanggal 12 April 1972, DDU diresmikan untuk mulai beroperasi di kompleks Rumah Sakit Fatmawati.
2. Siapa yang mencetuskan didirikannya RSKO?
RSKO digagas pada tahun 1971 oleh Bapak Ali Sadikin. Pada waktu itu,
Bapak Ali Sadikin menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Beliau menggagas berdirinya RSKO tidak sendirian tetapi bekerjasama dengan
dr. Herman Susilo, MPH sebagai kepala dinas kesehatan DKI Jakarta, Prof. Dr. Kusumanto Setyonegoro sebagai kepala DITKESWA DepKes,
dan bagian psikiatri FKUI.
3. Bagaimana latar belakang berdirinya RSKO?
RSKO didirikan pada tahun 1972, yang sebelumnya merupakan salah
satu unit RSUP Fatmawati Jakarta. Semula RSKO bernama Drug
Dependence Unit DDU yang diresmikan oleh Bapak Ali Sadikin selaku Gubernur Jakarta pada waktu itu. Pada tahun 1974 DDU berubah nama
menjadi Lembaga Ketergantungan Obat LKO, dimana tujuan utamanya adalah penanganan ketergantungan obat yang komperhensif dan bersifat
jangka panjang, meliputi bidang preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Kemudian pada tahun 1978, status LKO ditingkatkan menjadi rumah
sakit tipe C dengan nama Rumah Sakit Ketergantungan Obat RSKO di bawah Departemen Kesehatan RI sebagai unit pelaksana fungsional dari
Ditjen Pelayanan Medik. RSKO di Cibubur resmi digunakan pada tanggal 15 Oktober 2002 secara bertahap dilakukan pemindahan seluruh
aktivitas rumah sakit dari Fatmawati ke Cibubur. terhitung sejak tanggal 1 Februari 2007 hingga saat ini RSKO hanya berada pada satu lokasi,
yaitu di Jalan Lapangan Tembak no. 75, Cibubur, Jakarta Timur.
4. Apa visi dan misi RSKO?
Visi RSKO:
sebagai pusat layanan dan kajian nasional maupun regional dalam bidang gangguan yang berhubungan dengan zat GBZ.
Misi RSKO:
a. Melaksanakan upaya preventif, promotif, kuratif, dan rehabilitatif bagi
masyarakat umum dalam bidang gangguan yang berhubungan dengan zat GBZ dan penyakit terkait serta memberikan pelayanan kesehatan
bagi masyarakat umum.
b. Melaksanakan pendidikan dan pelatihan bagi tenaga profesi serta
masyarakat umum dalam bidang gangguan yang berhubungan dengan zat GBZ.
c. Melaksanakan penelitian dan pengembangan dalam bidang gangguan
yang berhubungan dengan zat GBZ. 5.
Fasilitas apa saja yang tersedia di RSKO?
Fasilitas layanan kesehatan yang tersedia antara lain: Instalasi Gawat Darurat terdapat Pelayanan Umum dan NAPZA, Instalasi Rawat jalan
terdapat Poliklinik Umum dan Poliklinik Spesialis meliputi; Klinik Jiwa, Klinik Napza, Klinik Penyakit Dalam, Klinik Saraf, Klinik Kebidanan
dan Kandungan, Klinik Anak, Klinik Kulit dan Kelamin, Klinik Gigi dan Mulut, Klinik Psikologi dan Klinik Gizi. Kemudian Instalasi Rawat Inap
terdapat Ruang perawatan Napza, yaitu Detoksifikasi VIP, Kelas I, Kelas II, Kelas III dan Rehabilitasi Kelas III, Ruang Komplikasi
Medik, Ruang High Care Unit, dan Fasilitas Penunjang Medik. Selain itu, terdapat Instalasi Farmasi, Instalasi Laboratorium Toksiologi,
Instalasi Laboratorium Patologi Klinik, Instalasi Radiologi, Instalasi Rehabilitasi Medik, Instalasi Gizi, dan Instalasi Pemusalaraan Jenazah
6. Bagaimana struktur kepemimpinan RSKO?
Pada dasarnya struktur kepemimpinan di RSKO terbagi menjadi dua
Direktorat. Pertama Direktorat Medik dan Keperawatan. Kemudian yang kedua Direktorat Keuangan dan Administrasi Umum. Masing-masing
memiliki tugas tersendiri. Untuk lebih lengkapnya lagi dapat dilihat di brosur RSKO.
7. Bagaimana deskripsi pekerjaan dari Pekerja Sosial di RSKO?
Deskripsi pekerjaan, atau yang dilakukan Pekerja Sosial di RSKO antara
lain: melakukan evaluasi sosial, melaksanakan terapi relaksasi kepada pasien, dinamika kelompok, kunjungan rumah atau home visit,
melakukan bimbingan sosial, melakukan bimbingan rohani, melakukan terapi rekreasi, dan melaksanakan wisata alam terpadu. Selain itu,
melaksanakan tugas-tugas lainnya seperti melaksanakan prevensi dan promosi pada masyarakat baik itu pelajar, guru, pekerja, pendidik serta
mahasiswa dan dosen dan juga lain sebagainya.
Sejauh ini peran pekerja sosial di RSKO sudah dijalankan dengan baik, walaupun pekerja sosial
tidak bisa bekerja sendirian. 8.
Seperti apakah penerapan kebijakan dan alur pengambilan keputusan di RSKO?
Penerapan kebijakan dan alur pengambilan keputusan yang ada di RSKO
adalah yang pertama dari jajaran direksi yaitu Direktur Utama dan para komite yang membuat kebijakan lalu turun keseksi-seksi yang ada di
RSKO lalu turun ke kepala Instalasi dan sampai kepada anak buahnya atau jajaran yang ada dibawahnya. Sama halnya dengan pengambilan
keputusan yang mutlak adalah Direktur Utama, beliau yang berhak mengambil keputusan baru diserahkan kepada para seksi dan selanjutnya
baru turun kepada kepala instalasi-instalasi yang ada di RSKO Jakarta.
9. Apa rencana jangka pendek, menengah, dan panjang RSKO?
Rencana jangka pendek dan menengah dilaksanakan selama satu tahun
sekali dalam bentuk pengajuan dan perencanaan kegiatan, antara lain: mengusulkan kebutuhan ATK, bahan-bahan computer, barang cetakan,
peningkatan keterampilan staff, penelitian, dan lain-lain.
Rencana jangka panjang merupakan sesuatu yang akan dicapai dalam
jangka satu sampai dengan lima tahun. Tujuan yang ditetapkan telah mengacu kepada visi dan misi RSKO. Rencana jangka panjang RSKO,
diantaranya:
a. Meningkatkan pemahaman dan kesadaran masyarakat tentang
NAPZA. b.
Memperluas cangkupan layanan tentang NAPZA RSKO sudah bisa memberikan pelayanan bagi pasien dual diagnosis.
c. Meningkatkan pendapatan RSKO guna meningkatkan kualitas
pelayanan Rumah Sakit. d.
Menyelenggarakan pemeliharaan saran dan prasarana sesuai standar. e.
Mewujudkan RSKO sebagai Rumah Sakit pendidikan. f.
Meningkatkan profesionalisme Sumber Daya Manusia SDM. g.
Meningkatkan penelitian dan pengembangan dalam bidang gangguan yang berhubungan dengan zat GBZ.
10. Siapa saja target layanan RSKO?
Pada dasarnya yang menjadi target layanan RSKO adalah pasien yang
mengalami ketergantungan obat. Namun, RSKO juga melayani pasien umum. Deskripsi layanan khusus pasien ketergantungan obat, yaitu
ketika pasien baru masuk dilakukan detoksifikasi penghilangan racun. Mengikuti rehabilitasi dengan program TC Terapeutik Community
berbasis Rumah Sakit setelah itu After Care. Selain itu melakukan kegiatan untuk rawat jalan, baik yang mengikuti program rumutan
methadonesubtitusi maupun dengan proses simptomatis diobati sesuai dengan kebutuhan.
11. Apakah RSKO memiliki kriteria dalam memilih pasien?
RSKO tidak memilih-milih karakteristik pasien, jika pasien memang
membutuhkan pertolongan medis maka akan dilayani oleh medis karena peraturan Rumah Sakit.
12. Bagaimana proses penjangkauan dan perekrutan pasien di RSKO?
Proses perekrutan di Rumah Sakit Ketergantungan Obat yang terjadi
sampai saat ini ialah pasien datang ke RSKO baik dia datang sendiri, di antar kelurga dan ada juga dari putusan pengadilan dan terakhir biasanya
rujukan dari LP Lembaga Pemasyarakatan. Dalam penjangkauannya,
Pihak RSKO menerima pasin secara umum Nasional bahkan WNA asalkan mereka merupakan pasien yang berhubungan dengan zat maupun
penyakit bawaannya. Sedangkan perekrutannya sendiri, Klien langsung mendatangi RSKO, baik secara individual, diantar oleh pihak keluarga
maupun berdasarkan rujukan pihak kepolisisan termasuk putusan pengadilan.
13. Bagaimana dengan penanganan pasien yang mengalami masalah ekonomi?
Bagi mereka yang mempunyai masalah dalam hal ekonomi, bisa
mengurus persyaratan seperti Kartu Pelayanan JAMKESMAS, BPJS, KJS, GAKIN maupun SKTM, dengan penambahan data seperti KK,
KTP, Surat rujukan Puskesmas sesuai kebutuhan.
14. Bagaimana alur penerimaan pasien di RSKO?
Untuk alur penerimaan pasien bisa dilihat gambarannya di brosur RSKO
atau di bingkai di dekat pendaftaran pasien. 15.
Bagaimana latar belakang pendidikan staff atau pegawai yang bekerja di RSKO?
Berdasarkan tingkatan pendidikannya, staff atau pegawai yang bekerja di
RSKO antara lain: S2 16 orang, Specialis 14 orang, S1 64 orang, D3 98 orang, SMK 14 orang, STM 9 orang, SMEA 8 orang, SMA 26
orang, SLTP 8 orang, SMF 2 orang, SPK 3 orang, SPRG 2 orang, SMKK 1 orang, dan SMAK 1 orang.
16. Bagaimana RSKO melakukan monitoring dan evaluasi?
Monitoring dan evaluasi bisa dilakukan dengan bimbingan lanjut ketika
pasien sudah berada diluar lingkungan RSKO, yaitu dengan melakukan home visit. Jadi untuk home visit instansi memiliki biaya khusus untuk
bimbingan lanjut, yaitu dengan program home visit yang diajukan setahun sekali. Jadi home visit tidak hanya memperdalam data-data
tetapi bisa dilakukan saat pasien berada di dalam, misalnya untuk dapat memberi
pelayanan kepada
pasien kita
harus mengetahui
permasalahannya secara mendalam bisa dilakukan home visit. Namun untuk home visit seperti itu bukanlah untuk monitoring dan evaluasi.
Dalam hal monitoring dan evaluasi proses penyembuhan pasienresiden
terdapat beberapa alasan kenaikan fase diantaranya: 1.
Kondisi atau progress yang sudah layak naik fase. Kriteria layak yaitu residen memahami program dan mengetahui apa kebutuhan untuk
pemulihan dirinya sesuai fase yang ia jalani. 2.
Bahwa kenaikan fase dibutuhkan klien untuk melanjutkan hidupnya secara produktif.
17. Bagaimana cara RSKO dalam mengembangkan keterampilan staff?
RSKO sudah melakukan pemetaan SDM untuk ditempatkan sesuai
dengan latar belakang pendidikan dan profesi untuk menjadi seluruh tenaga kerja RSKO ditempatkan sesuai profesi masing-masing. Jadi tidak
ada lagi perawat yang bekerja dibidang administrasi. Kriteria umur tidak ada, pada prinsipnya tidak membedakan karyawan laki-laki dan
perempuan. Selain itu staff diberi pelatihan terkait dengan profesinya.
18. Dari manakah sumber dana RSKO?
Rumah Sakit Ketergantungan Obat Jakarta mendapatkan sumber dana
selama ini melalui Kementrian Kesehatan yang didapatkan setiap satu tahun sekali. Dana tersebut berasal dari alokasi APBN yang
dipergunakan untuk menggaji karyawan dan BLU hasil pendapatan sendiri yang dipergunakan untuk belanja barang dan modal. Selain itu,
di RSKO menerapkan sistem transparansi internal dengan jelas.
19. Bagaimana ruang lingkup jejaring RSKO?
Selama ini RSKO telah dan sedang melakukan kerja sama dengan
berbagai pihakinstitusiinstansi baik lokal nasional, regional maupun internasional. Peran RSKO di dalam jejaring tersebut dapat sebagai
anggota, supervisor, narasumber, pelaksana, penyedia layanan rujukan dalam bidang NAPZA dan penyakit terkait lainnya termasuk HIVAIDS.
PEDOMAN WAWANCARA PROFIL PROGRAM ART THERAPY
1. Apa yang dimaksud dengan program art therapy?
2. Siapa yang awal mulanya membentuk program art therapy di RSKO?
3. Pada tahun berapakah art therapy dibentuk?
4. Apakah ada fenomena luar negeri yang mendasari terbentuknya program art
therapy di RSKO? 5.
Apa tujuan secara umum dari program art therapy? 6.
Apa tujuan dari program art therapy yang dijalankan di RSKO? 7.
Apa saja manfaat dari program art therapy yang dijalankan di RSKO? 8.
Apakah kegiatan art therapy di RSKO sudah tersusun didalam jadwal? 9.
Jika sudah tersusun didalam jadwal, apa saja kegiatan yang tertera dijadwal tersebut?
10. Siapa saja peserta yang dapat mengikuti program art therapy di RSKO?
11. Mengapa program art therapy di RSKO hanya diperuntukan bagi pasien dual
diagnosis? 12.
Ada berapa orang peserta yang mengikuti program art therapy di RSKO? 13.
Apakah peserta yang mengikuti program art therapy dibatasi jumlahnya? 14.
Adakah kriteria khusus yang ditujukan bagi para peserta program art therapy?
15. Apabila ada kriteria khusus, apa sajakah kriterianya?
16. Bagaimana alur pelayanan program art therapy di RSKO?
17. Bagaimana prinsip pengobatan yang dilakukan RSKO terhadap pasien dual
diagnosis? 18.
Peralatan apa saja yang dibutuhkan dalam melaksanakan program art therapy?
19. Apakah peralatan yang digunakan dalam melaksanakan program art therapy
disini sudah lengkap? 20.
Apa saja tahapan dalam melaksanakan kegiatan art therapy? 21.
Siapa saja yang berperan dalam pelaksanaan program art therapy di RSKO? 22.
Berapa orang pendamping yang bertugas dalam melaksanakan program art therapy di RSKO?
23. Apakah para pendamping yang ditugasi sudah pernah mengikuti pelatihan
tentang art therapy? 24.
Jika para pendamping sudah pernah mengikuti pelatihan tersebut, berapa kali pelatihan yang telah diikuti?
25. Apakah pelaksanaan program art therapy di RSKO diberikan secara gratis
atau cuma-Cuma? 26.
Jika program art therapy di RSKO berbayar, berapa tarifbiaya yang ditentukan pihak RSKO untuk setiap peserta?
27. Berapa kali dalam seminggu program art therapy yang dilaksanakan di
RSKO? 28.
Apakah ada Standard Operating Procedure SOPprogram art therapy di RSKO?
29. Apa sajakah standar pemberian program dengan baik?
30. Apakah pernah dilakukan evaluasi terkait dengan program kegiatan art
therapy di RSKO?
31. Apakah program art therapy efektif bagi pasien dual diagnosis?
32. Apakah program art therapy efisien bagi pasien dual diagnosis?
33. Berdasarkan tujuan program art therapy yang sudah dipaparkan, point
keberapakah yang lebih banyak dicapai? 34.
Apakah terlihat perubahan pada pasien secara fisik, psikis, dan sosial?
HASIL WAWANCARA PROFIL PROGRAM ART THERAPY
Penulis melakukan wawancara dengan Pekerja Sosial di Rumah Sakit Ketergantungan Obat RSKO Jakarta, yaitu Bapak Syarifuddin terkait dengan
profil program art therapy yang ada di RSKO Jakarta. Wawancara dilakukan pada hari Rabu, 22 April 2014.
1. Apa yang dimaksud dengan program art therapy?
Suatu kegiatan yang dapat membantu seseorang terutama yang sedang
dalam masalah pada psikisnya supaya dapat menyalurkan seni dan ekspresinya secara lepas.
2. Siapa yang awal mulanya membentuk program art therapy di RSKO?
Awal mula yang membentuk program art therapy adalah Pak Isrizal.
Beliau adalah mantan Psikolog di RSKO. 3.
Pada tahun berapakah art therapy dibentuk?
Art therapy dibentuk pada tahun 2007 sekitar bulan Maret-April. Tepatnya ketika awal-awal RSKO beroperasi di Cibubur. Dahulu pada
tahun 2007 Pak Isrizal mengajak saya Syarifuddin sebagai Pekerja Sosial RSKO untuk mengikuti kegiatan art therapy bersama dengan
Beliau.
4. Apakah ada fenomena luar negeri yang mendasari terbentuknya program art
therapy di RSKO?
Menurut beberapa ahli, art therapy merupakan salah satu saluran karena pasien dual diagnosis kaya akan fantasi yang luar biasa. Sehingga, art
therapy dapat mewadahi. Dengan kata lain, seni dapat dijadikan sebagai kegiatan untuk mengekspresikan diri atau menceritakan pengalaman
pasien. Art therapy mengubah keadaan seseorang dari kurang baik menjadi lebih baik karena pasien dapat mencurahkan isi hatinya sehingga
menjadi alternatif penyembuhan diri.
5. Apa tujuan secara umum dari program art therapy?
Tujuan art therapy secara umum agar pasien tidak merasa bosan atau
jenuh, membantu proses berpikir atau kognitif pasien, melatih motorik pasien, memberikan kesempatan kepada pasien untuk mengungkapkan
masalah didalam dirinya inner problem, pasien dapat memproyeksikan dirinya ke dalam seni, mempelajari perasaan dan emosi pasien dalam
membaca suatu puisi, meningkatkan pemahaman dan rasa percaya diri dan pemahaman akan lingkungan, memberikan simulasi peran dalam
drama supaya pasien dapat menerapkan perannya ke dalam lingkungan masyarakat pasien dapat bersosialisasi dengan baik, dan juga dapat
meningkatkan kreatifitas pasien.
6. Apa tujuan dari program art therapy yang dijalankan di RSKO?
Tujuan diadakan program art therapy di RSKO dikarenakan antara lain:
tugas yang sudah diprogramkan oleh Instalasi Rehabilitasi, art therapy diharapkan dapat mengisi waktu luang pasien, art therapy sebagai
program terapi penunjang bagi pasien dual diagnosis atau pasien SP, dan art therapy dapat melatih emosi pasien agar dapat lebih stabil.
7. Apa saja manfaat dari program art therapy yang dijalankan di RSKO?
Manfaat dari program art therapy antara lain: art therapy berfungsi untuk
memperbaiki sel-sel otak, memberikan pemikiran yang positif, menyegarkan kembali semangat pasien, membangun rasa percaya diri
pasien, mengontrol perasaan pasien, meredakan stress dan kecemasan, meredakan sakit, mengekspresikan diri pasien sepenuhnya melalui kreasi
seni, dan memulihkan trauma.
8. Apakah kegiatan art therapy di RSKO sudah tersusun didalam jadwal?
Sebenarnya kalau untuk kegiatan didalam jadwal sudah tersedia namun,
dalam pelaksanaannya yang berbeda. Pelaksanaannya disesuaikan dengan kondisi pasien dan kegiatan tersebut kita kembangkan
improvisasi agar tidak monoton.
9. Jika sudah tersusun didalam jadwal, apa saja kegiatan yang tertera dijadwal
tersebut?
Berbagai kegiatan atau materi art therapy yang diberikan kepada pasien antara lain: minggu pertama pasien membuat foto dengan perantara
kertas yang dibolongi bersegi empat, minggu kedua pasien membuat puisi dan membacakannya dan permainan musik bumi, minggu ketiga
pasien lomba membaca puisi dan menceritakan makna yang terkandung, minggu keempat pasien menggambar berdua dengan menarik garis atau
titik awal, minggu kelima pasien menggambar diri orang lain dan pasien mengolah vokal serta mempraktekkan membaca cepat, minggu keenam
pasien observasi dan menyatukan gambar yang terpisah-pisah, minggu ketujuh materi tentang nama yang dibalik dan sejarah nama, minggu
kedelapan menulis tujuan hidup, mengolah vokal dan permainan, minggu kesembilan pasien diminta menggambar teman dan permainan botol,
mingggu kesepuluh pasien diminta membuat puisi perjuangan. Kegiatan tersebut, sewaktu-waktu dapat berubah dan terkadang ada materi yang
lain.
10. Siapa saja peserta yang dapat mengikuti program art therapy di RSKO?
Peserta yang mengikuti program art therapy adalah para pasien dual
diagnosis yang sedang menjalani rehabilitasi di RSKO Special Programme.
11. Mengapa program art therapy di RSKO hanya diperuntukan bagi pasien dual
diagnosis?
Karena pasien dual diagnosis memiliki ruang gerak yang terbatas dalam
menjalankan aktivitas ataupun kegiatan. Mereka cenderung menutup diri mereka dan sulit untuk diajak komunikasi secara interaktif. Maka dari
itu, dibuatlah program art therapy sebagai salah satu terapi penunjang bagi pemulihan pasien dual diagnosis.
12. Ada berapa orang peserta yang mengikuti program art therapy di RSKO?
Jumlah pasien dual diagnosis yang mengikuti rehabilitasi 15 lima belas
orang, tetapi tidak semua pasien dual diagnosis siap mengikuti kegiatan art therapy. Biasanya pasien yang mengikuti kegiatan art therapy sekitar
8 delapan sampai 12 dua belas orang saja. Disesuaikan dengan konsisi pasien pada saat ingin melakukan kegiatan art therapy.
13. Apakah peserta yang mengikuti program art therapy dibatasi jumlahnya?
Pasien dual diagnosis yang mengikuti program art therapy tidak dibatasi
jumlahnya. Ketika jumlah pasien dual diagnosis di RSKO banyak, maka semua mengikuti serangkaian program yang sudah ditetapkan di Instalasi
Rehabilitasi RSKO. Akan tetapi sebanyak-banyaknya pasien dual diagnosis yang ada di RSKO tidak lebih dari 20 orang.
14. Adakah kriteria khusus yang ditujukan bagi para peserta program art
therapy?
Untuk kriteria RSKO tidak terlalu mematok kriteria pasien, tetapi tentu saja ada kriteria bagi pasien yang akan mengikuti program art therapy.
15. Apabila ada kriteria khusus, apa sajakah kriterianya?
Kriteria pasien yang mengikuti program art therapy di RSKO antara lain:
secara fisik terlihat sehat, pasien dapat diajak berkomunikasi walaupun yang tidak dapat diajak berkomunikasi juga diperbolehkan mengikuti
program art tehrapy, dan pasien dapat mengikuti intruksi atau arahan dari petugasinstruktur.
16. Bagaimana alur pelayanan program art therapy di RSKO?
Alur pelayanannya yaitu, pasien datang ke bagian pendaftaran, lalu
pasien dibagi menjadi kategori pasien NAPZA dan pasien tersebut dibagi lagi masuk ke kategori pasien baru atau pasien lama. Kemudian pasien
melakukan pembayaran ke kasir atau bagian administrasi. Setelah itu, pasien masuk ke Rehabilitasi Medik atau Instalasi Rehabilitasi untuk
menjalani rawat inap. Pada saat pasien masuk untuk menjalani rehabilitasi, pasien dibagi menjadi tiga tahap antara lain: fase primary,
fase Special Programme, dan fase Re-entry. Jenis rehabilitasi di RSKO adalah Therapeutic Community TC. Pasien yang mengikuti program art
therapy yaitu pasien SP. TC menggabungkan art therapy sebagai terapi penunjang bagi pemulihan pasien SP.
17. Bagaimana prinsip pengobatan yang dilakukan RSKO terhadap pasien dual
diagnosis?
Prinsip pengobatan yang dilakukan RSKO terhadap pasien dual
diagnosis terbagi menjadi dua: pengobatan farmakoterapi dan non farmakoterapi. Pengobatan farmakoterapi merupakan pengobatan kepada
pasien dengan cara memberikan obat-obatan yang harus diminum secara rutin. Sedangkan non farmakoterapi terbagi menjadi dua yaitu psikoterapi
dan psikoedukasi. Program art therapy masuk ke dalam pengobatan psikoterapi.
18. Peralatan apa saja yang dibutuhkan dalam melaksanakan program art
therapy?
Idealnya kegiatan art therapy memerlukan berbagai macam alat-alat seni, namun peralatan yang tersedia di RSKO sangat terbatas.
19. Apakah peralatan yang digunakan dalam melaksanakan program art therapy
disini sudah lengkap?
Selama ini peralatan yang digunakan memang belum lengkap. RSKO hanya menyediakan spidol, pulpen, buku gambar, dan cat air. Ruangan
juga bagian dari media dalam pelaksanaan art therapy, termasuk adanya petugas medis maupun profesional di bidangnya.
20. Apa saja tahapan dalam melaksanakan kegiatan art therapy?
Tahap-tahap pelaksanaan kegiatan art therapy antara lain: memulai
kelompok, membantu anggota agar terlibat, mengatur iklim yang positif, klarifikasi tujuan kelompok, menjelaskan peranan leader, menjelaskan
bagaimana terapi akan dijalankan, membantu anggota menyampaikan harapannya, mengecek kenyamanan anggota, menjelaskan aturan terapi,
menjelaskan istilah-istilah khusus yang mungkin akan digunakan, mencermati interaksi angggota kelompok, menjawab pertanyaan,
membantu anggota untuk memperhatikan anggota lainnya guna melatih kepedulian dan kepekaan satu sama lainnya, dan yang terakhir menutup
sesi dengan berdoa bersama.
21. Siapa saja yang berperan dalam pelaksanaan program art therapy di RSKO?
Yang berperan dalam pelaksanaan kegiatan art therapy adalah Psikolog
dan Pekerja Sosial, karena dahulu Pak Isrizal sebagai Psikolog yang membentuk kegiatan art therapy bagi pasien dual diagnosis di RSKO.
Namun kini pelaksanaannya ditangani oleh Pekerja Sosial saja.
22. Berapa orang pendamping yang bertugas dalam melaksanakan program art
therapy di RSKO?
Jumlah petugas yang mendampingi berjalannya kegiatan art therapy ada dua orang yang berprofesi sebagai Pekerja Sosial di RSKO Jakarta.
23. Apakah para pendamping yang ditugasi sudah pernah mengikuti pelatihan
tentang art therapy?
Saya dan rekan sebagai Terapis belum pernah mengikuti pelatihan terkait dengan kegiatan art therapy.
24. Jika para pendamping sudah pernah mengikuti pelatihan tersebut, berapa kali
pelatihan yang telah diikuti?
Belum pernah. 25.
Apakah pelaksanaan program art therapy di RSKO diberikan secara gratis atau cuma-Cuma?
Program art therapy merupakan paket dari keseluruhan program
rehabilitasi. Maka dari itu, pasien sudah pasti dikenakan tarif atau biaya. 26.
Jika program art therapy di RSKO berbayar, berapa tarifbiaya yang ditentukan pihak RSKO untuk setiap peserta?
Biaya art therapy yang dikenakan kepada pasien setiap tahunnya
mengalami perubahan. Jadi, untuk tahun 2014 menggunakan tarif yang ditetapkan pada tahun 2013 karena penetapan biaya tahun 2014 masih
dalam perencanaan. Biaya yang dikenakan untuk program kegiatan art therapy sebesar Rp. 50.000,- per orang.
27. Berapa kali dalam seminggu program art therapy yang dilaksanakan di
RSKO?
Program art therapy dilaksanakan setiap seminggu sekali dan waktu pelaksanaannya hanya berlangsung selama 45 menit.
28. Apakah ada Standard Operating Procedure SOP program art therapy di
RSKO?
Belum ada Standard Operating Procedure SOP program art therapy di RSKO. Kalau standar pemberian program dengan baik ada.
29. Apa sajakah standar pemberian program yang baik?
Standar pemberian program yang baik antara lain: kegiatan disesuaikan
dengan kemampuan pasien, pasien merasa nyaman dan senang setelah mengikuti
kegiatan, dan
terpenuhinya fasilitas
pasien dalam
melaksanakan kegiatan. 30.
Apakah pernah dilakukan evaluasi terkait dengan program kegiatan art therapy di RSKO?
Dahulu sewaktu Pak Isrizal masih bertugas sebagai psikolog di RSKO,
ketika melaksanakan kegiatan art tehrapy beliau pernah melakukan evaluasi setelah kegiatan art therapy dilaksanakan. Evaluasi tersebut
dilakukan selama dua minggu sekali. Akan tetapi setelah Pak Isrizal sudah tidak bertugas di RSKO, sejauh ini belum ada evaluasi atau
penilaian.
31. Apakah program art therapy efektif bagi pasien dual diagnosis?
Menurut saya efektif karena program art therapy sebagai terapi
penunjang yang membantu pemulihan pasien dual diagnosis. Dalam pelaksanaannya pasien bisa merasa senang, nyaman, rasa percaya dirinya
meningkat, dan menuangkan kreatifitas mereka.
32. Apakah program art therapy efisien bagi pasien dual diagnosis?
Iya bisa dikatakan efisien karena dalam pelaksanaan program kita
memanfaatkan peralatan yang ada dan pasien terlihat senang mengikuti kegiatan art therapy yang dilakukan seminggu sekali.
33. Berdasarkan tujuan program art therapy yang sudah dipaparkan, point
keberapakah yang lebih banyak dicapai?
Yang paling banyak dicapai antara lain: menghibur diri pasien, meningkatkan kognitif dan motorik mereka, menambah rasa percaya diri,
dan menambah semangatmotivasi pasien. 34.
Apakah terlihat perubahan pada pasien secara fisik, psikis, dan sosial?
Kalo fisik belom kelihatan, tapi psikisnya dan sosialnya sudah ada perubahan. Misalnya, pasien jadi lebih aktif dalam berkomunikasi,
terlihat antusiasme, dan lain-lainnya.
PEDOMAN WAWANCARA INFORMAN A.
Wawancara dengan Pekerja Sosial
Penulis melakukan wawancara dengan Pekerja Sosial di RSKO, yaitu Bapak Agus Darmawan. Pada saat itu, beliau sedang berada di ruang psikososial
RSKO. Wawancara dilakukan pada hari Rabu, 22 April 2014. Indikator Evaluasi Program Art Therapy di Rumah Sakit Ketergantungan
Obat Jakarta. 1.
Indikator InputMasukan a.
Siapa pendiri program art therapy di RSKO? b.
Sejak tahun berapa program art therapy dibentuk di RSKO? c.
Apa alasan yang mendasari dibentuknya program art therapy di RSKO?
d. Apakah ada fenomena luar negeri, terkait dengan kegiatan art therapy
yang bisa membantu proses penyembuhan bagi pengguna napza? e.
Apa tujuan diadakannya program art therapy di RSKO? f.
Apa saja tugas pokok dan fungsi Bapak sebagai Pekerja Sosial di RSKO?
g. Siapa saja yang berperan dalam program art therapy di RSKO?
h. Berapa orang pendampingpetugas yang mendampingi kegiatan
program art therapy di RSKO? i.
Apa latar belakang pendidikan dari pendampingpetugas yang mendampingi kegiatan art therapy?
j. Apakah sebelumnya para pendampingpetugas yang berperan dalam
kegiatan program art therapy sudah mengikuti pelatihan? k.
Siapa saja peserta yang mengikuti program art therapy di RSKO? l.
Mengapa program art therapy di RSKO hanya diperuntukan bagi pasien dual diagnosis?
m. Berapa orang peserta yang mengikuti program art therapy di RSKO?
n. Berapa jumlah pasien dual diagnosis di RSKO?
o. Bagaimana tanggapan Bapak terkait dengan jumlah pasien dual
diagnosis tersebut? p.
Apakah jumlah Pekerja Sosial yang ada sudah cukup untuk menangani pasien dual diagnosis ketika kegiatan art therapy
berlangsung? q.
Berapa rata-rata usia pasien dual diagnosis di RSKO? r.
Bagaimana latar belakang pasien dual diagnosis yang menjalani pemulihan di RSKO?
s. Seperti apa kriteria pesertapasien yang dapat mengikuti program art
therapy di RSKO? t.
Apakah program art therapy di RSKO diberikan secara gratis? u.
Jikalau program art therapy dikenakan biaya, berapa biaya yang ditentukan untuk perorangnya?
v. Apakah pernah ada keluhan dari pihak keluarga pasien mengenai
biaya kegiatan art therapy yang sudah ditetapkan?
w. Apakah pendampingpetugas sebelumnya sudah memiliki pengalaman
dalam kegiatan art therapy di tempat lain? x.
Bagaimana Standard Operating Procedure SOP program art therapy di RSKO?
y. Apa sajakah standar pemberian program art therapy yang baik?