Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS – KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur.
PEMBERDAYAAN KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA MELALUI PENGUATAN INDIVIDU DAN KELOMPOK KELUARGA BINAAN SOSIAL – KELOMPOK USAHA BERSAMA
(STUDI KASUS DI DUSUN NGANGET DESA KEDUNGJAMBE KECAMATAN SINGGAHAN KABUPATEN TUBAN
PROVINSI JAWA TIMUR)
CIPTO WIBOWO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2005
(2)
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS–KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini.
Bogor, November 2005
CIPTO WIBOWO NIM. A. 154040145
(3)
@ Hak cipta milik Cipto Wibowo,Tahun 2005 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm dan sebagainya
(4)
PEMBERDAYAAN KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA MELALUI PENGUATAN INDIVIDU DAN KELOMPOK ( KBS – KUBE )
KELUARGA BINAAN SOSIAL – KELOMPOK USAHA BERSAMA (STUDI KASUS DI DUSUN NGANGET DESA KEDUNGJAMBE
KECAMATAN SINGGAHAN KABUPATEN TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR)
CIPTO WIBOWO
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2005
(5)
Judul Tugas Akhir : Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS – KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur.
Nama : Cipto Wibowo
NIM : A. 154040145
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Carolina Nitimihardjo, MS Ketua
Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc. Agr. Anggota
Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.
(6)
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti Pendidikan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor hingga dapat menyelesaikan penulisan kajian ini. Penulisan ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat dengan judul laporan Kajian Pengembangan Masyarakat “ Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS–KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur.
Penulisan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril dan materiil dalam menyelesaikan kajian pengembangan masyarakat ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc. Selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).
2. Bapak Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS, selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (IPB).
3. Ibu Dr. Carolina Nitimihardjo, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc. Agr. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan tugas akhir ini.
4. Bapak Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS, selaku Penguji di luar komisi yang telah memberikan masukan yang berarti untuk kesempurnaan kajian ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pengembangan Masyarakat yang telah
membekali pengetahuan pengembangan masyarakat.
6. Bapak Ir. Binsar Tua Siregar, selaku Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menempuh pendidikan Strata-2.
7. Bapak Drs. Palimbu Paluta, selaku Kepala Panti Rehabilitasi Sosial Eks Penderita Kusta Nganget Tuban, Jawa Timur dan seluruh staf yang turut mendukung dan membantu dalam pelaksanaan penelitian.
(7)
8. Bapak Kepala Desa beserta staf Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan yang telah memberikan ijin, membantu dan memberikan informasi yang sangat bermanfaat kepada penulis.
9. Bapak Ketua RT di Dusun Nganget dan warga masyarakat eks penderita kusta yang telah membantu kelancaran tugas akhir penulis.
10. Bapak – bapak Pengurus Kelompok Usaha Bersama dan Pengurus serta anggota KBS – KUBE di Dusun Nganget Desa Kedungjambe.
11. Ibunda dan Ayahanda serta adik – adik yang tercinta yang telah memberikan doa dan restunya selama mengikuti pendidikan hingga selesai.
12. Istri tercinta dan anakku tersayang Anissa Ayu Dewantari yang selama ini dengan penuh pengertian memberikan dorongan dan semangat hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.
Kami menyadari bahwa penulisan kajian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu semua pihak yang membaca kajian pengembangan masyarakat ini hendaknya dapat memberikan saran untuk kesempurnaan tulisan ini, Semoga kajian ini dapat memberikan sumbangan kepada pihak – pihak yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut dan semoga dapat memberi manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang terkait dengan permasalahan eks penderita kusta khususnya dan kesejahteraan sosial pada umumnya.
Bogor, November 2005
(8)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur pada tanggal 17 Oktober 1968 dari pasangan Bapak Subijanto dan Ibu Djuwarijah. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar Negeri I Kedungadem pada tahun 1982, SMPK “St. Tarsisius” Kabupaten Bojonegoro pada tahun 1984, SMA Negeri 2 Bojonegoro pada tahun 1987, STKS Bandung Program Diploma III pada tahun 1990 dan STIKS Manado Program Sarjana pada tahun 1994.
Pada tahun 1991 penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Sulawesi Utara sampai tahun 1999. Kemudian pada bulan Januari 2000 penulis pindah tugas di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Mardi Waluyo” Bojonegoro, Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur sampai dengan sekarang.
Pada tahun 1994 penulis menikah dengan Ana Sukiswati. Dari pernikahan tersebut penulis dikaruniai seorang anak bernama Anissa Ayu Dewantari lahir pada tanggal 2 September 1999.
Bogor, November 2005
(9)
ABSTRAK
CIPTO WIBOWO, Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS–KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh CAROLINA NITIMIHARDJO sebagai ketua, ARYA HADI DHARMAWAN sebagai anggota komisi pembimbing.
Salah satu pola pendekatan pemberdayaan yang belakangan ini mampu mengangkat mereka yang miskin agar menjadi berdaya dan berkembang adalah melalui media “kelompok”. Mereka diorganisir dalam wadah kelompok dan kelompok itu dimultifungsikan menjadi media pembelajaran anggota sekaligus proses tukar menukar informasi dan, pengetahuan. Secara perlahan, kekuatan individu akan muncul menjadi kekuatan kelompok dan disitulah berlangsungnya proses penguatan atau pemberdayaan.
Kajian ini bertujuan menganalisis proses terjadinya kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS-KUBE), menganalisis masalah dan akar masalah yang dihadapi kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS-KUBE), menganalisis dan mengevaluasi program-program pengembangan penguatan kelompok yang ada di Dusun Nganget, menyusun program penguatan kelompok Keluarga Binaan Sosial-Kelompok Usaha Bersama (KBS-KUBE) sehingga eks penderita kusta dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam masyarakat. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat melalui pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah (1) Observasi; (2) Wawancara mendalam; (3) Studi Dokumentasi; dan (4) Diskusi Kelompok.
Hasil kajian menunjukkan bahwa program tersebut belum sepenuhnya dapat dipergunakan sebagai media pemberdayaan, ini disebabkan kelompok secara organisasi mempunyai berbagai permasalahan antara lain : aspek kelembagaan yang meliputi struktural dan kultural organisasi belum bisa menjalankan fungsinya secara optimal, aspek sosial meliputi pengembangan dinamika kelompok belum terjadi kekompakan kelompok dan secara individu anggota kelompok juga belum mempunyai keterampilan untuk mengembangkan kelompok tersebut serta belum mempunyai keterampilan teknik produksi kambing. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dirumuskan program penguatan individu dan kelompok KBS – KUBE. Penguatan individu dengan program yang meliputi (1) Penguatan Kapasitas Keterampilan Organisasi Individu anggota kelompok KBS-KUBE; dan (2) Penguatan Kapasitas Usaha Ekonomi Anggota KBS-KUBE. Penguatan Kelompok meliputi program (1) penguatan aspek struktural dan Kultural Organisasi KBS – KUBE ; dan (2) pengembangan Dinamika Kelompok KBS-KUBE, serta didukung oleh penguatan jejaring baik dalam komunitas maupun di luar komunitas.
Dengan penguatan individu dan kelompok serta program – program yang telah disusun maka eks penderita kusta menjadi berdaya. Dengan berdayanya eks penderita kusta maka akan meningkatkan keberfungsian sosialnya dalam masyarakat.
(10)
viii DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ………... i
HAK CIPTA ……….…… JUDUL TUGAS AKHIR ……… PENGESSAHAN TUGAS AKHIR ……….. PRAKATA ………... RIWAYAT HIDUP ……….. DAFTAR ISI ……… DAFTAR TABEL ……… DAFTAR GAMBAR ……… DAFTAR LAMPIRAN ……… ii iii iv v vii viii xi xiii xiv I. PENDAHULUAN ………. 1
1.1. Latar Belakang ……….……… 1
1.2. Perumusan Masalah ……… 6
1.3. Tujuan……….……… 9
1.4. Kegunaan……….. 10
II. TINJAUAN TEORITIS………. 11
2.1. Tinjauan Tentang Kemiskinan……….… 11
2.2. Tinjauan Tentang Pemberdayaan……….. 13
2.3. Tinjauan Tentang Kelompok dan Dinamika Kelompok……….. 17
2.3.1. Kelompok Dalam Artian Persepsi……….. 17
2.3.2. Kelompok Dalam Artian Organisasi……….. 17
2.3.3. Kelompok Dalam Artian Motivasi……… 18
2.3.4. Kelompok Dalam Artian Interaksi……… 18
2.4. Tinjauan Tentang Kelompok Sebagai Media Pemberdayaan………… 21
2.5. Tinjauan Tentang Keberfungsian Sosial……… 23
2.6. Tinjauan Tentang Eks Penderita Kusta………. 26
2.7. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) ……….……… 27
2.8. Kerangka Konseptual ………. 31
2.9. Definisi Konseptual ………. 35
III. METODOLOGI KAJIAN………. 36
3.1. Metode dan Pendekatan………. 36
3.2. Waktu dan Lokasi………. 37
3.3. Teknik Pengumpulan Data……….. 38
3.4. Pengolahan Data……….. 41
3.5. Penyusunan Program……….. 41
IV. PETA SOSIAL KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA……… 43
4.1. Sejarah Komunitas Eks Penderita Kusta Dusun Nganget………. 43
4.2. Performa Komunitas Eks Penderita Kusta Dusun Nganget dan Komunitas Dusun Krajan Desa Kedungjambe………. 44
4.3. Proses Stigmatisasi Terhadap Eks Penderita Kusta………... 47
4.4. Alasan Pemilihan Lokasi………. 50
(11)
PEMBERDAYAAN KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA MELALUI PENGUATAN INDIVIDU DAN KELOMPOK KELUARGA BINAAN SOSIAL – KELOMPOK USAHA BERSAMA
(STUDI KASUS DI DUSUN NGANGET DESA KEDUNGJAMBE KECAMATAN SINGGAHAN KABUPATEN TUBAN
PROVINSI JAWA TIMUR)
CIPTO WIBOWO
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2005
(12)
PERNYATAAN MENGENAI TUGAS AKHIR DAN SUMBER INFORMASI
Dengan ini saya menyatakan bahwa tugas akhir Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS–KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur adalah karya saya sendiri dan belum pernah diajukan dalam bentuk apapun pada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam Daftar Pustaka di bagian akhir tugas ini.
Bogor, November 2005
CIPTO WIBOWO NIM. A. 154040145
(13)
@ Hak cipta milik Cipto Wibowo,Tahun 2005 Hak cipta dilindungi
Dilarang mengutip dan memperbanyak tanpa izin tertulis dari Institut Pertanian Bogor, sebagian atau seluruhnya dalam bentuk apapun, baik cetak, fotocopy, mikrofilm dan sebagainya
(14)
PEMBERDAYAAN KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA MELALUI PENGUATAN INDIVIDU DAN KELOMPOK ( KBS – KUBE )
KELUARGA BINAAN SOSIAL – KELOMPOK USAHA BERSAMA (STUDI KASUS DI DUSUN NGANGET DESA KEDUNGJAMBE
KECAMATAN SINGGAHAN KABUPATEN TUBAN PROVINSI JAWA TIMUR)
CIPTO WIBOWO
Tugas Akhir
Sebagai salah satu syarat memperoleh gelar Magister Profesional pada
Program Studi Pengembangan Masyarakat
SEKOLAH PASCASARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR 2005
(15)
Judul Tugas Akhir : Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS – KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur.
Nama : Cipto Wibowo
NIM : A. 154040145
Disetujui Komisi Pembimbing
Dr. Carolina Nitimihardjo, MS Ketua
Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc. Agr. Anggota
Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat
Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS
Dekan Sekolah Pascasarjana
Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc.
(16)
PRAKATA
Puji syukur penulis panjatkan Kehadirat Allah SWT, atas rahmat dan karunia-Nya penulis mendapat kesempatan untuk mengikuti Pendidikan Pascasarjana Institut Pertanian Bogor hingga dapat menyelesaikan penulisan kajian ini. Penulisan ini sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar Magister Profesional Pengembangan Masyarakat dengan judul laporan Kajian Pengembangan Masyarakat “ Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS–KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur.
Penulisan Tugas Akhir ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Dalam kesempatan ini kepada semua pihak yang telah memberikan dukungan moril dan materiil dalam menyelesaikan kajian pengembangan masyarakat ini penulis mengucapkan terima kasih kepada :
1. Ibu Prof. Dr. Ir. Sjafrida Manuwoto, M.Sc. Selaku Dekan Sekolah Pascasarjana Institut Pertanian Bogor (IPB).
2. Bapak Dr. Ir. Djuara P. Lubis, MS, selaku Ketua Program Studi Pengembangan Masyarakat, Institut Pertanian Bogor (IPB).
3. Ibu Dr. Carolina Nitimihardjo, MS, selaku Ketua Komisi Pembimbing dan Bapak Dr. Ir. Arya Hadi Dharmawan, M.Sc. Agr. selaku Anggota Komisi Pembimbing yang telah memberikan bimbingan selama penulisan tugas akhir ini.
4. Bapak Ir. Fredian Tonny Nasdian, MS, selaku Penguji di luar komisi yang telah memberikan masukan yang berarti untuk kesempurnaan kajian ini. 5. Bapak dan Ibu Dosen Program Studi Pengembangan Masyarakat yang telah
membekali pengetahuan pengembangan masyarakat.
6. Bapak Ir. Binsar Tua Siregar, selaku Kepala Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur yang telah memberikan kesempatan bagi penulis untuk menempuh pendidikan Strata-2.
7. Bapak Drs. Palimbu Paluta, selaku Kepala Panti Rehabilitasi Sosial Eks Penderita Kusta Nganget Tuban, Jawa Timur dan seluruh staf yang turut mendukung dan membantu dalam pelaksanaan penelitian.
(17)
8. Bapak Kepala Desa beserta staf Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan yang telah memberikan ijin, membantu dan memberikan informasi yang sangat bermanfaat kepada penulis.
9. Bapak Ketua RT di Dusun Nganget dan warga masyarakat eks penderita kusta yang telah membantu kelancaran tugas akhir penulis.
10. Bapak – bapak Pengurus Kelompok Usaha Bersama dan Pengurus serta anggota KBS – KUBE di Dusun Nganget Desa Kedungjambe.
11. Ibunda dan Ayahanda serta adik – adik yang tercinta yang telah memberikan doa dan restunya selama mengikuti pendidikan hingga selesai.
12. Istri tercinta dan anakku tersayang Anissa Ayu Dewantari yang selama ini dengan penuh pengertian memberikan dorongan dan semangat hingga penulis dapat menyelesaikan pendidikan.
Kami menyadari bahwa penulisan kajian ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu semua pihak yang membaca kajian pengembangan masyarakat ini hendaknya dapat memberikan saran untuk kesempurnaan tulisan ini, Semoga kajian ini dapat memberikan sumbangan kepada pihak – pihak yang akan mengadakan penelitian lebih lanjut dan semoga dapat memberi manfaat untuk pengembangan ilmu pengetahuan yang terkait dengan permasalahan eks penderita kusta khususnya dan kesejahteraan sosial pada umumnya.
Bogor, November 2005
(18)
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Kabupaten Bojonegoro Provinsi Jawa Timur pada tanggal 17 Oktober 1968 dari pasangan Bapak Subijanto dan Ibu Djuwarijah. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sekolah Dasar Negeri I Kedungadem pada tahun 1982, SMPK “St. Tarsisius” Kabupaten Bojonegoro pada tahun 1984, SMA Negeri 2 Bojonegoro pada tahun 1987, STKS Bandung Program Diploma III pada tahun 1990 dan STIKS Manado Program Sarjana pada tahun 1994.
Pada tahun 1991 penulis bekerja sebagai Pegawai Negeri Sipil di Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Sulawesi Utara sampai tahun 1999. Kemudian pada bulan Januari 2000 penulis pindah tugas di Panti Sosial Bina Remaja (PSBR) “Mardi Waluyo” Bojonegoro, Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur sampai dengan sekarang.
Pada tahun 1994 penulis menikah dengan Ana Sukiswati. Dari pernikahan tersebut penulis dikaruniai seorang anak bernama Anissa Ayu Dewantari lahir pada tanggal 2 September 1999.
Bogor, November 2005
(19)
ABSTRAK
CIPTO WIBOWO, Pemberdayaan Komunitas Eks Penderita Kusta Melalui Penguatan Individu dan Kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS–KUBE). Studi Kasus di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur. Dibimbing oleh CAROLINA NITIMIHARDJO sebagai ketua, ARYA HADI DHARMAWAN sebagai anggota komisi pembimbing.
Salah satu pola pendekatan pemberdayaan yang belakangan ini mampu mengangkat mereka yang miskin agar menjadi berdaya dan berkembang adalah melalui media “kelompok”. Mereka diorganisir dalam wadah kelompok dan kelompok itu dimultifungsikan menjadi media pembelajaran anggota sekaligus proses tukar menukar informasi dan, pengetahuan. Secara perlahan, kekuatan individu akan muncul menjadi kekuatan kelompok dan disitulah berlangsungnya proses penguatan atau pemberdayaan.
Kajian ini bertujuan menganalisis proses terjadinya kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS-KUBE), menganalisis masalah dan akar masalah yang dihadapi kelompok Keluarga Binaan Sosial – Kelompok Usaha Bersama (KBS-KUBE), menganalisis dan mengevaluasi program-program pengembangan penguatan kelompok yang ada di Dusun Nganget, menyusun program penguatan kelompok Keluarga Binaan Sosial-Kelompok Usaha Bersama (KBS-KUBE) sehingga eks penderita kusta dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam masyarakat. Metode penelitian yang digunakan dalam kajian pengembangan masyarakat melalui pendekatan kualitatif. Teknik pengumpulan data yang digunakan adalah (1) Observasi; (2) Wawancara mendalam; (3) Studi Dokumentasi; dan (4) Diskusi Kelompok.
Hasil kajian menunjukkan bahwa program tersebut belum sepenuhnya dapat dipergunakan sebagai media pemberdayaan, ini disebabkan kelompok secara organisasi mempunyai berbagai permasalahan antara lain : aspek kelembagaan yang meliputi struktural dan kultural organisasi belum bisa menjalankan fungsinya secara optimal, aspek sosial meliputi pengembangan dinamika kelompok belum terjadi kekompakan kelompok dan secara individu anggota kelompok juga belum mempunyai keterampilan untuk mengembangkan kelompok tersebut serta belum mempunyai keterampilan teknik produksi kambing. Berdasarkan hal tersebut, maka perlu dirumuskan program penguatan individu dan kelompok KBS – KUBE. Penguatan individu dengan program yang meliputi (1) Penguatan Kapasitas Keterampilan Organisasi Individu anggota kelompok KBS-KUBE; dan (2) Penguatan Kapasitas Usaha Ekonomi Anggota KBS-KUBE. Penguatan Kelompok meliputi program (1) penguatan aspek struktural dan Kultural Organisasi KBS – KUBE ; dan (2) pengembangan Dinamika Kelompok KBS-KUBE, serta didukung oleh penguatan jejaring baik dalam komunitas maupun di luar komunitas.
Dengan penguatan individu dan kelompok serta program – program yang telah disusun maka eks penderita kusta menjadi berdaya. Dengan berdayanya eks penderita kusta maka akan meningkatkan keberfungsian sosialnya dalam masyarakat.
(20)
viii DAFTAR ISI
Halaman
ABSTRAK ………... i
HAK CIPTA ……….…… JUDUL TUGAS AKHIR ……… PENGESSAHAN TUGAS AKHIR ……….. PRAKATA ………... RIWAYAT HIDUP ……….. DAFTAR ISI ……… DAFTAR TABEL ……… DAFTAR GAMBAR ……… DAFTAR LAMPIRAN ……… ii iii iv v vii viii xi xiii xiv I. PENDAHULUAN ………. 1
1.1. Latar Belakang ……….……… 1
1.2. Perumusan Masalah ……… 6
1.3. Tujuan……….……… 9
1.4. Kegunaan……….. 10
II. TINJAUAN TEORITIS………. 11
2.1. Tinjauan Tentang Kemiskinan……….… 11
2.2. Tinjauan Tentang Pemberdayaan……….. 13
2.3. Tinjauan Tentang Kelompok dan Dinamika Kelompok……….. 17
2.3.1. Kelompok Dalam Artian Persepsi……….. 17
2.3.2. Kelompok Dalam Artian Organisasi……….. 17
2.3.3. Kelompok Dalam Artian Motivasi……… 18
2.3.4. Kelompok Dalam Artian Interaksi……… 18
2.4. Tinjauan Tentang Kelompok Sebagai Media Pemberdayaan………… 21
2.5. Tinjauan Tentang Keberfungsian Sosial……… 23
2.6. Tinjauan Tentang Eks Penderita Kusta………. 26
2.7. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) ……….……… 27
2.8. Kerangka Konseptual ………. 31
2.9. Definisi Konseptual ………. 35
III. METODOLOGI KAJIAN………. 36
3.1. Metode dan Pendekatan………. 36
3.2. Waktu dan Lokasi………. 37
3.3. Teknik Pengumpulan Data……….. 38
3.4. Pengolahan Data……….. 41
3.5. Penyusunan Program……….. 41
IV. PETA SOSIAL KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA……… 43
4.1. Sejarah Komunitas Eks Penderita Kusta Dusun Nganget………. 43
4.2. Performa Komunitas Eks Penderita Kusta Dusun Nganget dan Komunitas Dusun Krajan Desa Kedungjambe………. 44
4.3. Proses Stigmatisasi Terhadap Eks Penderita Kusta………... 47
4.4. Alasan Pemilihan Lokasi………. 50
(21)
ix
4.6. Ciri Fisik Dusun Nganget……...………. 51
4.7. Jarak Fisik dan Sosial……….. 52
4.8. Kependudukan……….. 53
4.9. Sistem Ekonomi……… 55
4.9.1. Mata Pencaharian Pokok………. 56
4.9.2. Sistem Tata Niaga Input dan Output Pertanian dan Non Pertanian………. 57
4.9.3. Kaitan Mata Pencaharian Dengan Sumber Daya Lokal………. 58
4.9.4. Keterkaitan antara Ekonomi Lokal Dengan Ekonomi yang Lebih Luas……….. ……… 58
4.10. Struktur Komunitas……….………… 59
4.10.1. Pelapisan Sosial……… 59
4.10.2. Unsur Utama Pelapisan Sosial……….. 59
4.10.3. Kepemimpinan dan Sumbernya………. 60
4.10.4. Jejaring Sosial Dalam Komunitas……….. 61
4.11. Organisasi dan Kelembagaan………. 62
4.11.1. Lembaga Kemasyarakatan……….………… 63
4.11.2. Jejaring Lembaga Lokal Dengan Lembaga Lain Di Luar Komunitas……….. 4.11.3. Proses Sosialisasi (Pola Pengasuhan dan Sistem Kekerabatan)……….. 63 67 4.11.4. Kelembagaan Masyarakat Yang Sudah Mengarah Pada Organisasi……… 68
4.11.5. Hubungan Antar Kelompok……….………… 68
4.12. Sumber Daya Lokal……….. 69
4.12.1. Hubungan Manusia Dengan Ekosistem……….. 69
4.12.2. Sistem Penguasaan Sumber Daya Agraris………. 70
4.12.3. Tekanan Penduduk Terhadap Sumberdaya……… 71
4.12.4. Lembaga Yang Berhubungan Sumberdaya Alam………….. 72
4.13. Permasalahan-permasalahan di Komunitas ….……… 72
V. EVALUASI PENGEMBANGAN MASYARAKAT……….…………. 73
5.1. Program Pendidikan TK Di Komunitas………. 74
5.1.1. Deskripsi Kegiatan……… 74
5.1.2. Pengembangan Ekonomi Masyarakat……….. 75
5.1.3. Aspek Psikologi Sosial………. 76
5.1.4. Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial………. 76
5.1.5. Kebijakan dan Perencanaan Sosial……….………….. 79
5.1.6. Evaluasi Program Taman Kanak-Kanak…….……….. 80
5.2. Pogram Bantuan Kesejahteraan Sosial KUBE……… 82
5.2.1. Deskripsi Kegiatan……… 82
5.2.2. Pengembangan Ekonomi Lokal……….. 87
5.2.3. Pengembangan Modal Sosial dan Gerakan Sosial………. 89
5.2.4. Aspek Psikologi Sosial………. 93
5.2.5. Kebijakan dan Perencanaan Sosial……….………….. 94
5.2.5. Evaluasi Kelompok KBS-KUBE………. 95
VI. ANALISIS PEMBERDAYAAN KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA 99 6.1. Profil Kelompok KBS – KUBE………. 99
6.1.1. Kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia……….. 102
6.1.2. Kelompok KBS-KUBE Sumber Makmur……… 105
(22)
x
6.2.1. Aspek Struktur Dalam Kelembagaan KBS – KUBE………. 111 6.2.1.1. Pelapisan Sosial Dalam Kelompok KBS-KUBE……….. 111 6.2.1.2. Pola Hubungan dan Komunikasi Dalam
Kelompok KBS – KUBE……... ……….. 116 6.2.1.3. Kepemimpinan Dalam Kelompok……….. 117 6.2.1.4. Konflik Dalam Kelompok………. 118 6.2.1.5. Mekanisme Kerja KUBE………. 119 6.2.2. Aspek Kultur Dalam Kelembagaan Kelompok KBS – KUBE….. 120 6.2.2.1. Sistem Nilai dan Norma Dalam Kelompok KBS–KUBE 120 6.2.2.2. Tata Perilaku Dalam Kelompok KBS –KUBE……… 122 6.3. Analisis Aspek Sosial Kelompok KBS – KUBE ………. 124 6.4. Analisis Aspek Ekonomi……….. ……….. 126 6.5. Analisis Kekompakan / compactness Kelompok KBS-KUBE……….. 127 6.5.1. Jejaring Komunitas Eks Penderita Kusta……… 127 6.5.2. Integrasi Sosial ……… 130 6.5.3. Solidaritas Sosial,……….. 133 6.5.4. Kohesivitas Sosial……….. 134 6.6. Analisis Tipe Kelompok KBS – KUBE……… 137 6.7. Strategi Penguatan Kelompok KBS – KUBE……… 140 6.8. Strategi Penguatan Individu Kelompok KBS-KUBE……… 140 6.9. Strategi Penguatan Jejaring……… 141 6.10. Ihktisar……… 142
VII. PROGRAM PEMBERDAYAAN KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA 144 7.1. Identifikasi Potensi Komunitas Eks Penderita Kusta……….. 144 7.1.1. Sumber Daya Manusia……… 144 7.1.2. Sumber Daya Alam……… 145 7.1.3. Sumber Daya Kelembagaan……….…………. 145 7.2. Proses Penyusunan Perencanaan Program Secara Partisipatif……. 146 7.3. Identifikasi Masalah Dan Kebutuhan……… 148 7.3.1. Identifikasi Masalah dan Kebutuhan Kelompok KBS – KUBE.. 148 7.3.2. Identifikasi Masalah dan Kebutuhan Individu……….…………. 150 7.3.3. Identifikasi Permasalahan dan Kebutuhan Komunitas ………. 152 7.4. Penyusunan Perencanaan Program Kerja Aras Kelompok
Individu dan Komunitas……… 155 7.4.1.Program Penguatan Pada Aras Kelompok KBS – KUBE …… 156 7.4.1.1. Program Penguatan Aspek Struktural dan Kultural
Organisasi Kelompok KBS – KUBE……… 156 7.4.1.2. Program Pengembangan Dinamika Kelompok
KBS – KUBE ……….. 167 7.4.2. Program Penguatan Kapasitas Keterampilan Individu Anggota Kelompok KBS – KUBE dan Rencana Program Penguatan
Kapasitas Usaha Ekonomi Anggota Kelompok KBS – KUBE 178 7.4.3. Program Penguatan Jejaring ……….. 182 7.5. Ikhtisar………. 188
VIII. KESIMPULAN DAN REKOMENDASI KEBIJAKAN………. 191
8.1. Kesimpulan………. 191 8.2. Rekomendasi …………..……….. 194
DAFTAR PUSTAKA ……….. 198
(23)
xi
DAFTAR TABEL
Halaman 1. Jadwal Pelaksanaan Kajian Pengembangan Masyarakat……….. 37 2. Sumber Data dan Teknik Pengumpulan Data Kelompok KBS-KUBE.. 40 3. Performa Komunitas Dusun Nganget dan Komunitas Dusun
Krajan Desa Kedungjambe Tahun 2005 ……….. 45 4. Orbitan Waktu Tempuh dan Ongkos ………. 52 5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Matapencaharian………. 56 6. Peta Intervensi Lembaga Eksternal Pada Eks Penderita Kusta
Di Dusun Nganget Desa Kedungjambe ……… 67 7. Nama Ketua KBS - KUBE dan Jumlah Bantuan ………. 85 8. Data Perkembangan Kelompok KBS – KUBE ……….……… 86 9. Data Perkembangan Kelompok KBS – KUBE Tahun 2005……… 100 10. Tingkat Pendidikan Anggota Kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia…… 103 11. Tingkat Pendidikan Anggota Kelompok KBS-KUBE Sumber Makmur.. 107 12. Profil Kelompok KBS – KUBE Bangkit Mulia dan Sumber Makmur
Tahun 2005 ……… 109 13 Pelapisan Sosial dalam Kelompok KBS – KUBE ……… 113 14. Tata Perilaku Kelompok KBS – KUBE Dusun Nganget Tahun 2005… 122 15. Dinamika kelompok anggota KUBE Bangkit Mulia dan
Sumber Makmur Dusun Nganget Tahun 2005……… 124 16. Tipe kelompok KBS – KUBE di permukiman
eks penderita kusta Dusun Nganget Tahun 2005……… 137 17. Identifikasi permasalahan pada aras dinamika kelompok
KBS – KUBE Tahun 2005……… 149 18. Hasil identifikasi permasalahan pada aras individu anggota pada
Dua Kelompok KBS – KUBE Tahun 2005……… 151 19. Hasil identifikasi permasalahan pada aras komunitas
eks penderita kusta Tahun 2005………. 153 20. Rencana program penguatan aspek struktural dan kultural organisasi
KBS – KUBE ………. 162 21. Rencana program pengembangan dinamika kelompok KBS – KUBE 172
(24)
xii
Lanjutan daftar tabel ………. 22. Rencana program penguatan kapasitas keterampilan berorganisasi
Individu anggota kelompok KBS – KUBE Dan Rencana Program Penguatan Kapasitas Usaha Ekonomi Anggota KBS – KUBE
Tahun 2005 ……… 180 23. Rencana Program penguatan jejaring hasil kajian pada
(25)
xiii
DAFTAR GAMBAR
Halaman 1. Empowerment Process (taken from Wilson, 1996 : 136) 16 2. Tiga Dimensi Keberfungsian Sosial 23
3. Kerangka Konseptual 34
4. Piramida Penduduk Dusun Nganget Tahun 2005 54 5. Keterkaitan ekonomi lokal dengan ekonomi yang lebih luas 58 6. Tingkatan Pelapisan sosial Pemukiman eks kusta 60 7. Jaringan komunitas permukiman eks kusta dengan komunitas luar 64 8. Struktur Organisasi KUBE di Dusun Nganget Tahun 2005 119 9. Bagan Alir Proses Perencanaan Program Secara Partisipatif
(26)
xiv
DAFTAR LAMPIRAN
1. Sketsa Lokasi Geografis Dusun Nganget Tahun 2005 201
(27)
1 I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembangunan kesejahteraan sosial mengupayakan meningkatnya taraf kesejahteraan sosial, terjaminnya setiap warga negara untuk memperoleh hak-haknya sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Dalam Pola Dasar Kesejahteraan Sosial (Anonymons, 2003), dijelaskan bahwa hakekat pembangunan kesejahteraan sosial adalah upaya peningkatan kualitas kesejahteraan sosial perorangan, kelompok dan komunitas masyarakat yang memiliki harkat dan martabat, dimana setiap orang mampu mengambil peran dan menjalankan fungsinya dalam kehidupan. Pembangunan kesejahteraan sosial yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari pembangunan nasional diselenggarakan sebagai upaya mewujudkan integrasi sosial melalui peningkatan ketahanan sosial dalam tata kehidupan dan penghidupan bangsa Indonesia. Pembangunan kesejahteraan sosial diselenggarakan sebagai wujud investasi sosial, dilaksanakan bersama oleh masyarakat, dunia usaha dan masyarakat pada umumnya dalam wujud perbaikan kualitas kehidupan yang berkeadilan sosial.
Tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah terwujudnya tata kehidupan dan penghidupan yang memungkinkan bagi setiap warga negara untuk mengadakan usaha dan memenuhi kebutuhan dasar hidupnya, baik perorangan, keluarga, kelompok maupun komunitas masyarakat dengan menjunjung tinggi hak asasi manusia serta nilai sosial budaya setempat. Masalah yang muncul adalah belum semua warga negara dapat tertangani dan terjangkau dalam pemenuhan hidupnya. Terutama bagi penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang termasuk masyarakat marjinal.
Masalah kesejahteraan sosial saat ini berkembang pesat, baik kuantitas maupun jenisnya terutama akibat krisis ekonomi, konflik sosial, bencana alam dan disintegrasi sosial. Berdasarkan data dari Pusat Data dan Informasi (Pusdatin) Departemen Sosial tahun 2003, diketahui bahwa warga masyarakat yang tercatat sebagai “fakir miskin” berjumlah sekitar 15,8 juta jiwa atau kurang lebih 42 % dari jumlah populasi orang miskin di Indonesia yang berjumlah sekitar 37,3 juta jiwa. Disamping 15,8 juta jiwa fakir miskin, masih terdapat pula sejumlah warga masyarakat lainnya yang termasuk penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) seperti gelandangan, pengemis, bekas narapidana terlantar, anak
(28)
2 jalanan, lanjut usia terlantar, tuna susila, komunitas adat terpencil, kecacatan dan sebagainya, jumlahnya 8,7 juta jiwa. Secara keseluruhan, jumlah PMKS yang membutuhkan perhatian adalah sebesar 24,5 juta jiwa.
Berdasarkan estimasi Departemen Sosial RI jumlah eks penderita penyakit kronis termasuk eks penderita kusta tahun 2002 sebanyak 1.378.135 orang (0,65 % dari jumlah penduduk) tersebar diseluruh Provinsi. Di Provinsi Jawa Timur eks penderita kusta berjumlah 125.277 orang sampai dengan tahun 2005 Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur bersama Departemen Sosial RI baru bisa menangani sebanyak 4.407 orang atau 3,51 %. Departemen Kesehatan melalui Program eliminasi kusta telah berhasil menurunkan angka pesakitan pada tingkat tertentu. Dalam upaya tersebut, sampai dengan tahun 2002 masih terdapat 111 kabupaten pada 13 provinsi yang belum dapat mencapai eliminasi. Menurut WHO angka prevalensi (angka pesakitan) kurang dari satu penderita per 10.000 penduduk, melalui strategi penemuan penderita secara dini dan mengobati dengan tepat.
Dalam rangka meningkatkan keberfungsian sosial dan memenuhi kebutuhan dasar penyandang masalah kesejahteraan sosial dapat melalui upaya pemberdayaan. Pemberdayaan masyarakat adalah upaya untuk meningkatkan harkat dan martabat masyarakat yang dalam kondisi sekarang tidak mampu melepaskan diri dari perangkap kemiskinan dan keterbelakangan. Dengan kata
lain, memberdayakan adalah memampukan dan memandirikan masyarakat (Kartasasmita, 1996 dalam Suharto 2004).
Paradigma baru dalam pengembangan masyarakat memberikan pemahaman bahwa sebenarnya masyarakat memiliki kemauan dan kemampuan untuk melaksanakan pembangunan serta mewujudkan kesejahteraannya tak terkecuali eks penderita kusta. Berbagai bentuk hubungan sosial, kepercayaan, kerjasama, perasaan senasib, jejaring (networking), kelembagaan yang tumbuh di Dusun Nganget merupakan modal untuk melaksanakan pembangunan secara mandiri. Dalam kaitan ini Departemen Sosial melalui pembangunan kesejahteraan sosial telah sejak lama melaksanakan pengentasan kemiskinan. Seperti yang dilakukan pada REPELITA II yang dikenal dengan Program Usaha Bimbingan Kesejahteraan Keluarga (UBKK) dan Program Usaha Bimbingan Kesejahteraan Anak dan Taruna (UBKAT). Pada REPELITA III program tersebut berubah menjadi Bimbingan dan Pembangunan Kesejahteraan Masyarakat (BPKM) serta
(29)
3 Usaha Swadaya Masyarakat (USM) dan pada REPELITA IV program tersebut berubah lagi menjadi Program Penanggulangan Kemiskinan dikenal dengan Proyek Penyantunan dan Pengentasan Fakir Miskin (PPFM). Dalam melaksanakan PPFM tersebut Departemen Sosial menggunakan pendekatan kelompok yang dikenal dengan nama Kelompok Usaha Bersama (KUBE).
Dengan sistem KUBE (Kelompok Usaha Bersama), kegiatan usaha yang tadinya dilakukan secara sendiri-sendiri kemudian disatukan dalam kelompok, sehingga memudahkan dalam pembinaan dan monitoring kegiatan usahanya. Disamping itu, para anggota kelompok ini dapat saling bekerjasama secara lebih mudah dibandingkan bila mereka saling berpencar. Ada beberapa jenis KUBE yang dilaksanakan Departemen Sosial, yaitu KUBE Keluarga Muda Mandiri, Lanjut Usia, Anak Terlantar, Karang Taruna, Masyarakat Terasing, Penyandang Cacat, Rehabilitasi Sosial Daerah Kumuh dan KUBE fakir miskin.
Kelompok Usaha Bersama Fakir Miskin adalah himpunan dari keluarga yang tergolong fakir miskin yang dibentuk, tumbuh dan berkembang atas dasar prakarsanya sendiri, saling berinteraksi antara satu dengan lain, dan tinggal dalam satu wilayah tertentu dengan tujuan untuk meningkatkan produktifitas anggotanya, meningkatkan relasi sosial yang harmonis, memenuhi kebutuhan anggota, memecahkan masalah sosial yang dialaminya dan menjadi wadah pengembangan usaha bersama (Anonymons, 2003).
Kelompok Usaha Bersama (KUBE) yang dilaksanakan Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban, Jawa Timur merupakan upaya pemberdayaan penyandang masalah kesejahteraan sosial dalam hal ini adalah eks penderita kusta. Program tersebut mulai dilaksanakan pada tahun 2004 berupa ternak kambing dan usaha simpan pinjam. Pada praktek lapangan I (PL I) yang telah dilaksanakan tanggal 9 sampai dengan 24 November 2004 berupa pemetaan sosial, kemudian dilanjutkan dengan praktek lapangan II (PL II) yang dilaksanakan tanggal 21 Februari sampai dengan 5 Maret 2005 berupa evaluasi kegiatan-kegiatan pengembangan masyarakat sudah teridentifikasi permasalahan-permasalahan dan potensi – potensi eks penderita kusta.
Program evaluasi kegiatan pengembangan yang dilaksanakan pada PL II yaitu program pendidikan taman kanak-kanak dan program bantuan kesejahteraan sosial Kelompok Usaha Bersama (KUBE). Dalam kajian ini yang akan dibahas
(30)
4 adalah Kelompok Usaha Bersama (KUBE) khususnya usaha ternak kambing melalui kelompok-kelompok Keluarga Binaan Sosial (KBS). Pemberian bantuan modal kepada eks penderita kusta melalui KUBE sebesar Rp. 50.000.000,-
(lima puluh juta rupiah) dibagi untuk usaha ternak kambing sebesar Rp. Rp.28.530.000,- ( dua puluh delapan juta lima ratus tiga puluh ribu rupiah ),
dan simpan pinjam sebesar Rp. 21.470.000,- ( Dua puluh satu juta empat ratus tujuhpuluh ribu rupiah ).
Modal awal usaha ternak kambing gibas sebanyak 100 ekor untuk 5 (lima) kelompok, masing-masing kelompok 20 ekor. Dalam perkembangannya sampai tanggal 26 Februari 2005 (pada saat PL II dilaksanakan) menunjukkan pertambahan sebanyak 19 ekor kambing. Selanjutnya proses pengguliran diserahkan pada pengurus/pendamping yang terdiri dari tokoh masyarakat/agama/ketua RT sebagai muara kegiatan KUBE setelah anak kambing berumur enam bulan .
Pelaksanaan program KUBE tersebut tentunya belum berjalan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai yaitu KUBE dapat berkelanjutan sehingga meningkatkan kesejahteraan eks penderita kusta. Ada kendala-kendala yang dialami oleh anggota kelompok, kelompok- kelompok (Keluarga Binaan Sosial) KBS-KUBE, pengurus KUBE, koordinator KUBE (termasuk koordinasi antara komponen-komponen tersebut). Adapun kendala yang berkaitan dengan anggota kelompok adalah kurangnya keterampilan anggota kelompok dalam mengembangkan kelompoknya dan terbatasnya keterampilan produksi kambing. Kendala kelompok KBS-KUBE meliputi (1) aspek kelembagaan antara lain srtuktural dan kultural, secara struktural pengurus belum dapat menjalankan peranannya sedangkan secara kultural belum belum dipatuhinya peraturan dan norma dalam kelompok ; (2) aspek sosial yaitu belum terjalinnya kerjasama, kepedulian sosial antar anggota dalam kelompok dan anggota antar kelompok KBS-KUBE maupun kelompok dengan kelompok, serta kelompok dengan masyarakat ; (3) aspek ekonomi yaitu masih rendahnya tingkat pendapatan eks penderita kusta. Kendala pada pengurus/koordinator KUBE yaitu terbatasnya pendidikan, pengetahuan dan keterampilan menyebabkan tidak mampu mengatasi berbagai permasalahan yang muncul seperti pada kelompok KBS-KUBE dan usaha simpan pinjam.
(31)
5 Guna menghindari kemacetan pengguliran semua komponen harus dapat menjalankan fungsinya masing-masing. Karakteristik anggota kelompok yang rentan terhadap sakit, kecacatan, kerjasama, tingkat kohesivitas, kepemimpinan, mekanisme kerja dan lembaga lokal seperti Nahdatul Ulama (NU), Lembaga Dakwah Islam Indonesia (LDII) merupakan komponen yang perlu diperhitungkan, sehingga tujuan KUBE dapat tercapai. Dengan melihat kompleksitas permasalahan yang dialami oleh eks penderita kusta, maka kegiatan pemberdayaan komunitas eks penderita kusta melalui penguatan individu dan kelompok KBS - KUBE sangat penting karena :
A. Kepentingan eks penderita kusta
1. Program Kelompok Usaha Bersama di Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban merupakan wahana/proses pembelajaran eks penderita kusta untuk belajar tidak menggantungkan diri kepada pihak lain.
2. Eks penderita kusta akan banyak belajar bagaimana mengenali dan memahami serta memanfaatkan kekuatan dan kelemahan yang mereka miliki.
3. Eks penderita kusta dapat mengembangkan potensi maupun sumber daya alam yang dimiliki.
4. Eks penderita kusta belajar bagaimana mengembangkan kelompok baik manajemen maupun organisasinya.
5. Untuk meningkatkan taraf penghidupan eks penderita kusta.
B. Kepentingan masyarakat di sekitar permukiman
1. Dengan keberhasilan eks penderita kusta mengembangkan Kelompok Usaha Bersama baik simpan pinjam maupun ternak kambing, masyarakat sekitar permukiman dapat membuka akses ekonomi seperti dapat membeli kambing maupun hasil pertanian dengan harga yang kompetetif. 2. Dengan keberhasilan eks penderita kusta mengembangkan Kelompok
Usaha Bersama, secara tidak langsung berpengaruh pada peningkatan pendapatan sehingga daya beli meningkat. Dengan meningkatnya daya
(32)
6 beli tersebut masyarakat disekitar bisa menjual keperluan rumah tangga dengan lebih baik/meningkat.
C. Kepentingan Pemerintah Daerah
1. Mencegah timbulnya permasalahan sosial yang baru bagi eks penderita kusta yaitu menjadi gelandangan dan pengemis di jalan – jalan.
2. Kebijakan Pemerintah Provinsi Jawa Timur berkaitan dengan masalah eks penderita kusta dapat berjalan dengan baik.
1.2. Perumusan Masalah
Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa pembangunan kesejahteraan sosial mengupayakan meningkatnya taraf kesejahteraan sosial, terjaminnya setiap warga negara untuk memperoleh hak-haknya sesuai dengan harkat dan martabat manusia. Dijelaskan pula dalam Keputusan Menteri Sosial RI No. 24/HUK/1996 tentang Sistem Kesejahteraan Sosial bahwa tujuan pembangunan kesejahteraan sosial adalah tercapainya kondisi kesejahteraan sosial yang adil dan merata serta berjalannya suatu sistem kesejahteraan sosial yang mapan dan melembaga sebagai salah satu piranti kehidupan masyarakat Indonesia dalam upaya menjadi bangsa yang maju, mandiri, sejahtera lahir dan batin. Pembangunan kesejahteraan sosial menekankan pada keberfungsian sosial manusia dalam kehidupan sosial kemasyarakatan (Suharto, 2004).
Perlu diakui bahwa pemerintah Indonesia telah banyak melakukan serangkaian upaya dalam rangka meningkatkan taraf kesejahteraan sosial masyarakat. Masalahnya belum semua warga negara dapat tertangani dan terjangkau dalam pemenuhan kebutuhannya. Terutama bagi para penyandang masalah kesejahteraan sosial (PMKS) yang termasuk masyarakat marjinal, jumlah warga PMKS yang membutuhkan perhatian sebesar 24,5 juta jiwa salah satunya adalah eks penderita kusta.
Program bantuan kesejahteraan sosial dengan membentuk Kelompok Usaha Bersama (KUBE) merupakan salah satu alternatif untuk mengatasi permasalahan tersebut dengan tujuan meningkatkan harkat dan martabat serta menumbuhkan harga diri dalam rangka mewujudkan kehidupan dan
(33)
7 penghidupan yang lebih baik. Kelompok Usaha Bersama (KUBE) di Dusun Nganget terdiri dari lima kelompok masing-masing kelompok 10 orang. Adapun KBS-KUBE tersebut adalah (1) KBS-KUBE Sumber Makmur dengan modal awal 20 ekor, beranak tujuh ekor, mati tiga ekor dan hilang satu ekor, dijual 12 ekor, jumlah yang ada sekarang 11 ekor ; (2) KBS-KUBE Bangkit Mulia dengan modal awal 20 ekor beranak 28 ekor, mati tiga ekor, jumlah menjadi 45 ekor ; (3) KBS-KUBE Bina Usaha dengan modal awal 20 ekor beranak 10 ekor, mati lima ekor dan dijual dua ekor jumlah terakhir 23 ekor; (4) KBS-KUBE Barokah dengan modal awal 20 ekor beranak sembilan ekor, mati dua ekor, jumlah yang ada 27 ekor dan (5) KBS-KUBE Sumber Rejeki dengan modal awal 20 ekor, beranak delapan ekor, mati dua ekor, hilang tiga ekor dijual dua ekor, yang ada sekarang 21 ekor.
Dari modal awal usaha ternak kambing gibas sebanyak 100 ekor menunjukkan adanya perkembangan yang positif sebanyak 27 ekor kambing. Selanjutnya proses pengguliran diserahkan pada pengurus/pendamping yang terdiri dari tokoh masyarakat/agama/ketua Rukun Tetangga ditunjuk enam orang sebagai muara kegiatan KUBE setelah anak kambing berumur enam bulan . Setelah itu dimusyawarahkan antara anggota dan pendamping serta ditetapkan siapa yang dapat pengguliran berikutnya.
Perkembangan kambing sedikit banyak akan berpengaruh terhadap keberfungsian sosial eks penderita kusta. Pertama dengan berkembangnya kambing secara ekonomi akan meningkatkan pendapatan eks penderita kusta seperti adanya pembelian peralatan pertukangan kayu yang lebih baik (mesin) sehingga produksi meubel akan meningkat ini adalah hasil penjualan dari perkembangan kambing KUBE. Dengan adanya perkembangan kambing menambah semangat eks penderita kusta untuk saling bekerja sama dan bertukar pengalaman tentang pemeliharaan kambing dan menambah kepedulian sosial antar eks penderita kusta terhdapat sesama anggota kelompok KBS-KUBE maupun dengan masyarakat.
Dalam perkembangannya KUBE tersebut tidak terlepas dari berbagai permasalahan yang ada seperti pengorganisasian kelompok, dan individu sebagai anggota kelompok. Secara pengorganisasian kelompok ada kelompok-kelompok KUBE yang dapat berkembang dengan baik namun ada juga KUBE yang tidak dapat berkembang, ini disebabkan adanya Adapun kendala yang
(34)
8 berkaitan dengan anggota kelompok adalah kurangnya keterampilan anggota kelompok dalam mengembangkan kelompoknya dan terbatasnya keterampilan produksi kambing. Kendala kelompok KBS-KUBE meliputi (1) aspek kelembagaan antara lain srtuktural dan kultural, secara struktural pengurus belum dapat menjalankan peranannya sedangkan secara kultural belum belum dipatuhinya peraturan dan norma dalam kelompok ; (2) aspek sosial yaitu belum terjalinnya kerjasama, kepedulian sosial antar anggota dalam kelompok dan anggota antar kelompok KBS-KUBE maupun kelompok dengan kelompok, serta kelompok dengan masyarakat ; (3) aspek ekonomi yaitu masih rendahnya tingkat pendapatan eks penderita kusta. Selain itu ada faktor (1) jejaring yaitu masih terbatasnya jejaring antar anggota dalam kelompok KBS-KUBE maupun antar kelompok KBS-KUBE ; (2) integrasi sosial yaitu belum terbentuk intergrasi sosial antar anggota dalam kelompok maupun antar kelompok KBS-KUBE ; (3) solidaritas sosial dalam kelompok masih lemah dan (4) kohesivitas sosial juga masih lemah.
Kelompok KBS-KUBE yang akan diteliti dipilih berdasarkan tingkat progresifitas. Pertama Kelompok KBS – KUBE yang progresif, kedua kelompok KBS – KUBE yang pasif. Indikator progresifitas dapat dilihat dari aspek sosial (motivasi berkelompok, peran masyarakat, partisipasi, rasa turut memiliki, kepedulian sosial, kerjasama antar anggota kelompok), aspek ekonomi (meningkatkan perekonomian anggota kelompok KBS-KUBE dan aspek kelembagaan yang meliputi struktur dan kultur (rapat/pertemuan anggota, kelengkapan organisasi, pembagian tugas, administrasi, pendelegasian wewenang, aturan tertulis, norma dan tata nilai). Adanya kedua kelompok yaitu progresif dan pasif yang akan dikaji ini sangat penting artinya karena akan diketahui faktor – faktor penyebab suatu kelompok itu progresif atau pasif. Dengan diketahui faktor-faktor penyebab tersebut akan dapat dijadikan wahana belajar bagi kelompok yang pasif sehingga kelompok tersebut akan bergerak kearah progresif/maju.
Dengan berbagai kompleksitas permasalahan yang dihadapi kelompok KBS – KUBE maka penulis tertarik menelaah lebih dalam mengenai bagaimana strategi yang tepat memberdayakan komunitas eks penderita kusta melalui penguatan individu dan kelompok Keluarga Binaan Sosial (KBS) – Kelompok Usaha Bersama (KUBE).
(35)
9 Dari gambaran latar belakang dan permasalahan di atas dapat dirumuskan pertanyaan-pertanyaan penelitian sebagai berikut :
1. Bagaimana proses pembentukan kelompok Keluarga Binaan Sosial (KBS) – Kelompok Usaha Bersama (KUBE) ?
2. Bagaimana masalah dan akar masalah pengembangan kelompok yang dihadapi oleh kelompok KBS – KUBE dikembangkan oleh eks penderita kusta ?
3. Bagaimana analisis dan evaluasi program-program pengembangan masyarakat melalui penguatan individu dan kelompok KBS–KUBE di Dusun Nganget ?
4. Bagaimana program penguatan individu dan kelompok KBS–KUBE seharusnya disusun sehingga komunitas eks penderita kusta dapat melaksanakan fungsi sosialnya ?
1.3. Tujuan
Secara umum tujuan kajian ini adalah merumuskan bagaimana strategi pemberdayaan komunitas eks penderita kusta melalui penguatan individu dan kelompok KBS – KUBE. Seperti diketahui bahwa perkembangan KBS-KUBE terletak pada kerjasama, kekuatan, manajemen kelompok dalam mengatur dan mengelola anggota kelompok untuk tetap mencapai tujuan dari kelompok tersebut. Tujuan umum tersebut dapat didukung dengan tujuan khusus yang lebih spesifik yaitu :
1. Mengkaji proses terjadinya kelompok Keluarga Binaan Sosial (KBS) – Kelompok Usaha Bersama (KUBE).
2. Menganalisis masalah dan akar masalah yang dihadapi kelompok KBS – KUBE dalam hal jejaring, solidaritas sosial, kohesivitas sosial dan integerasi sosial.
3. Menganalisis dan mengevaluasi program-program pengembangan penguatan kelompok KBS-KUBE di Dusun Nganget.
4. Menyusun program penguatan individu dan kelompok KBS - KUBE sehingga eks penderita kusta dapat melaksanakan fungsi sosialnya dalam masyarakat.
(36)
10 Untuk mencapai tujuan tersebut dapat dicapai melalui penyusunan program secara partisipatif bersama masyarakat dengan metoda diskusi kelompok. Melalui diskusi kelompok dengan eks penderita kusta dapat diketahui, masalah dan akar masalah yang dihadapi oleh kelompok KBS - KUBE dan bagaimana strategi untuk memecahkan masalah tersebut sehingga KBS-KUBE dapat berkembang.
1.4. Kegunaan
1. Kegunaan praktis, sebagai bahan masukan mengenai kebijakan dan program secara partisipatif, bagi Departemen Sosial, Dinas Sosial serta instansi pendukung pembangunan kesejahteraan sosial secara lebih aplikatif.
2. Kegunaan akademis berupa pengayaan referensi tentang teori praktek pembangunan masyarakat secara partisipatif dan komprehensif.
3. Kegunaan strategis, berupa kontribusi terhadap berbagai strategi upaya pelayanan sosial dalam rangka meningkatkan keberfungsian sosial individu, kelompok, organisasi dan komunitas.
(37)
11 II. TINJAUAN TEORITIS
2.1. Tinjauan tentang Kemiskinan
Kemiskinan merupakan fenomena sosial yang ditandai dengan ketidakmampuan seseorang, kelompok atau masyarakat dalam memenuhi kebutuhan keluarga. Dimensi kemiskinan dapat berupa keadaan melarat dan ketidakberuntungan, suatu keadaan minus (deprivation) dan bila dimasukan dalam konteks tertentu kemiskinan berkaitan dengan minimnya pendapatan dan harta, kelemahan fisik, isolasi, kerapuhan dan ketidakberdayaan (Chambers, 1996).
Iskandar (1993) mengutip dari Salim (1990) mengemukakan lima ciri-ciri mereka yang hidup di bawah garis kemiskinan yaitu : pertama, umumnya keluarga miskin tidak memiliki faktor produksi seperti tanah, modal, ataupun keterampilan yang cukup sehingga untuk memperoleh pendapatan sangat terbatas; kedua, keluarga miskin tidak memiliki kemungkinan untuk memperoleh asset produksi dengan kekuatan sendiri ; ketiga, tingkat pendidikan rendah, tidak sampai tamat sekolah dasar, waktu mereka tersita habis untuk mencari nafkah dan mendapatkan tambahan penghasilan ; keempat, kebanyakan keluarga miskin tinggal di pedesaan tidak memiliki tanah dan kalaupun ada sangat kecil; kelima, keluarga miskin yang hidup di daerah kota masih berusia muda dan tidak didukung dengan keterampilan yang memadai.
Dalam perspektif pekerjaan sosial, (Huraerah, 2003,) orang miskin adalah orang yang mengalami disfungsi sosial, karena ia tidak dapat melakukan tugas-tugas pokoknya dengan baik. Studi tentang kemiskinan perlu mencakupi suatu asumsi dengan jangkauan luas ketika hal tersebut digunakan untuk memahami kelompok orang-orang miskin tertentu, yang tinggal di suatu daerah spesifik. Ini adalah berkaitan dengan fakta bahwa kemiskinan adalah suatu fenomena spesifik secara lokal dan mungkin saja merupakan suatu masalah yang kompleks yang dihadapi oleh komunitas tertentu (Alcock, 1997 dalam Dharmawan, 2000).
Hemmer (1994) dan Spicker (1993 ) serta Weissberg (1999) dalam Dharmawan (2000) mengelompokkan kategori sosial secara umum yang menyebabkan kemiskinan di negara berkembang, dimana sistem perlindungan sosial (social security system) dibutuhkan untuk melindungi warga negaranya dari tindakan yang merugikan, yaitu :
(38)
12 1. Orang-orang cacat mental, lebih mengarah pada orang –orang yang memiliki
perkembangan intelektual sangat lamban. Pada kondisi tertentu tidak mampu menangkap rangsangan (stimulus) seperti yang dilakukan orang pada umumnya.
2. Orang-orang cacat fisik, (disable persons) lebih mengarah pada orang-orang yang mengalami kesulitan memfungsikan fisiknya/tidak normal, oleh karena itu mereka tidak dapat secara penuh menikmati kehidupan yang lebih baik sebagaimana orang normal.
3. Orang – orang yang menderita penyakit kronis (chronically ill persons) lebih mengarah pada sebuah situasi yang menyebabkan orang-orang tidak mampu hidup secara normal setelah menderita penyakit kronis.
4. Lanjut usia (old people) lebih mengarah pada situasi yang menjadikan mereka dikelompokkan pada kelompok tidak produktif dan orang yang di dalam waktu dekat tidak mampu menghasilkan pendapat yang memadai. 5. Orang-orang dalam lingkungan miskin (people in poor area) lebih mengarah
pada orang – orang yang hidup di daerah kumuh. Lingkungan kumuh adalah bagian dari lingkungan alamiah.
6. Pengangguran permanen atau pengangguran sementara (temporarily permanently joblees people) mengarah pada orang-orang yang hidup tanpa memiliki pekerjaan dalam berbagai keadaan menjadikan hidup tidak aman sebagaimana mestinya.
7. Pekerja urban atau pekerja harian dari desa (rural or urban daily laborers) mengarah pada orang-orang yang umumnya bekerja di sektor ekonomi informal yang secara ekonomi sangat dibutuhkan.
8. Petani gurem (the peasants or smallholder), menunjuk pada orang yang memiliki lahan sempit sebagai sumber kehidupan utamanya.
9. Petani yang tidak memiliki tanah/penggarap ( the landless or tenants ) menunjuk pada orang-orang yang tidak memiliki tanah yang mendukung kepada sumber hidupnya, ini berarti kehidupan mereka dalam ketergantungan.
10. Pekerja ekonomi tradisional/desa (traditional rural economic workers) (wanita yang bekerja pada industri rumah tangga mikro dan pedagang kecil) yaitu
(39)
13 mereka yang bekerja pada sektor ekonomi desa yang memperoleh pendapatan minimum dan hanya bisa memenuhi kebutuhan minimumnya saja.
Menurut Hammer (1994) dan Spicker (1993) serta Weissberg (1999) bahwa eks penderita kusta di Dusun Nganget Desa Kedungjambe dapat dikategorikan sebagai lapisan miskin, karena berkesesuaian dengan ciri-ciri pada nomor tiga yaitu orang – orang yang menderita penyakit kronis (chronically ill persons) lebih mengarah pada sebuah situasi yang menyebabkan orang-orang tidak mampu hidup secara normal setelah menderita penyakit kronis. Artinya mereka tidak mampu hidup secara normal yaitu setelah sakit yang dideritanya ada kendala-kendala sosial dan psikologis yang mereka rasakan. Seperti adanya perasaan minder dan sulit diterima oleh masyarakat secara luas (isolasi sosial).
2.2. Tinjauan Tentang Pemberdayaan
Ketidakberdayaan yang dialami oleh sekelompok masyarakat telah menjadi bahan diskusi dan wacana akademis yang cukup hangat pada dekade terakhir ini. Kelompok-kelompok tertentu yang mengalami diskriminasi dalam suatu masyarakat, seperti masyarakat kelas sosial ekonomi rendah, kelompok minoritas etnis, wanita, populasi lanjut usia, serta para penyandang cacat, umumnya adalah orang-orang yang mengalami ketidakberdayaan (Kieffer, 1984; Tore, 1985) dalam Suharto (1997).
Secara konseptual, pemberdayaan atau pemberkuasaan (empowerment) berasal dari kata “power” (kekuasaan dan keberdayaan) dalam arti pemberian atau peningkatan kekuasaan (power) kepada masyarakat yang lemah atau tidak beruntung (disadvantaged) seperti yang dikemukakan Ife (2002) “Empowerment aims to increase the power of disadvantaged”. Selanjutnya Torre dalam Parsons, Jorgensen (1994). Hernandes (1994) mengemukakan pengertian pemberdayaan sebagai berikut :
A process through which become strong to participate within, share in the control of and influence events and institutions affecting their lives, (and that in part) empowerment necessitates that people gain particular skill, knowledge and sufficient power to influence their lives those they care about.
Pemberdayaan merupakan suatu proses dimana orang-orang menjadi cukup berdaya untuk berpartisipasi bersama-sama mengontrol dan mempengaruhi
(40)
14 situasi dan lembaga-lembaga yang mempengaruhi kehidupan mereka. Pemberdayaan mengharuskan orang-orang untuk mendapatkan keterampilan, pengetahuan dan kekuatan yang cukup untuk mempengaruhi kehidupan dan penghidupan mereka yang mereka perhatikan.
Menurut Ife (2002) pemberdayaan memuat dua pengertian kunci yakni kekuasaan dan kelompok lemah. Kekuasaan disini diartikan bukan kekuasaan politik, melainkan kekuasaan atau penguasaan atas pilihan-pilihan personal dan kesempatan hidup, pendefinisian kebutuhan, ide atau gagasan, lembaga-lembaga, sumber-sumber, aktivitas ekonomi dan reproduksi. Sementara kelompok lemah atau tidak beruntung meliputi kelompok lemah secara struktural, kelompok lemah secara khusus dan kelompok lemah secara personal. Selain pengertian pemberdayaan, juga terdapat dimensi pemberdayaan seperti dikemukakan oleh Torre dalam Parsons, et.al (1994) yaitu :
1. A development procces that begins with individual growth and possibly culminates in larger sosial change.
2. A psychological state marked by heightened feelings of self esteem, efficacy and control.
3. Liberation resulting from a social movement, which begins with education and politization of powerless people and later involves collective attempt by the powerless o gain power and change those structure that remain oppressive..
Pemberdayaan memiliki tiga dimensi yaitu, (1) suatu proses pengembangan yang mengawali pertumbuhan individual dan membentuk kemungkinan dalam perubahan sosial yang lebih besar ; (2) kondisi psikologis yang ditandai dengan peningkatan perasaan harga diri, kemampuan diri dan pengontrolan diri ; (3) kebebasan sebagai hasil dari suatu pergerakan sosial yang dimulai dengan pendidikan dan pemolitikan orang yang tidak berdaya, melibatkan usaha kolektif dari mereka untuk mendapatkan daya dan mengubah struktur yang masih menekannya.
Definisi lain mengenai pemberdayaan menurut Wallenstein dan Berstein (1998) dalam Suharto (1997) “ pemberdayaan merupakan suatu proses aksi sosial untuk meningkatkan partisipasi orang, organisasi-organisasi dan masyarakat dalam mengendalikan kehidupan lingkungan masyarakat maupun masyarakat yang lebih luas” sedangkan Guiterrez (1990) dalam Suharto (1997) menyebutkan bahwa tujuan pemberdayaan untuk meningkatkan kemampuan warga masyarakat sehingga mereka dapat mengatasi masalah.
(41)
15 Makna pemberdayaan dikemukakan oleh Dharmawan (2000) , sebagai “a procces of having enough energy enabling people to expand their capabilities, to have greater bargaining power, to make their own decisions, and to more easily access to source of better living”. Pemahaman ini memberikan makna bahwa pemberdayaan berkaitan dengan upaya memperoleh posisi tawar yang lebih besar, serta kemudahan aksesibilitas kepada sumber kehidupan yang lebih baik. Berdasarkan pengertian tersebut , maka pemberdayaan mengandung makna (1) argumentation of choices ; (2) increases the degree of freedom ; (3) enhancing the ability to comman more economic resources ; dan (4) commanding more power at the grassroots level.
Sumaryadi (2005), menyebutkan tujuan pemberdayaan masyarakat pada dasarnya adalah : (1) membantu pengembangan manusiawi yang otentik dan integral dari masyarakat lemah, rentan, miskin, marjinal dan kaum kecil, seperti petani kecil, buruh tani, masyarakat miskin perkotaan, masyarakat adat yang terbelakang, kaum muda pencari kerja, kaum cacat dan kelompok wanita yang didiskrimir/dikesampingkan; (2) memberdayakan kelompok-kelompok masyarakat tersebut secara sosio ekonomis sehingga mereka dapat lebih mandiri dan dapat memenuhi kebutuhan dasar hidup mereka, namun sanggup berperan dalam pengembangan masyarakat. Foy (1994) menggambarkan empat unsur utama pemberdayaan yang saling mengkait satu dengan lainnya. Pertama, pemberdayaan itu terfokus pada kinerja (performance focus). Masyarakat ingin melakukan pekerjaan baik. Organisasi yang memberdayakan membantu mereka untuk mendapatkannya. Kedua adalah real teams (Foy, 1994) Kinerja yang baik berasal dari tim yang baik. Ketiga, pemberdayaan membutuhkan visible leadership (Foy, 1994). Memberdayakan orang/masyarakat membutuhkan seorang pemimpin yang mempunyai visi. Keempat, pemberdayaan membutuhkan komunikasi yang baik (good communication) (Foy, 1994).
Pemberdayaan adalah ada proses yang membantu mereka memahami diri mereka sendiri, merencanakan penggunaan sifat dan karakteristik terbaik, menetapkan arah bagi diri mereka sendiri.
(42)
16 Proses seperti ini diperlihatkan oleh Wilson (1996 ).
Sumber : Wilson, (1996 ).
Gambar 1 : Empowerment Process (taken from Wilson, 1996 )
Tahap pertama dari proses pemberdayaan individu adalah ‘awakening’ , yang membantu orang mengadakan penelitian terhadap situasi mereka saat ini, pekerjaan dan posisi mereka dalam organisasi. Tahap kedua dari proses pemberdayaan individu adalah ‘understanding’. Orang mendapat pemahaman dan persepsi baru yang sudah mereka dapat mengenai diri mereka sendiri, pekerjaan mereka, aspirasi mereka dan keadaan umum. Tahap ketiga proses pemberdayaan adalah ‘harnessing’, yang diakibatkan oleh awakening and understanding phases. Individu, yang sudah memperlihatkan ketrampilan dan sifat, harus memutuskan bagaimana mereka dapat menggunakannya bagi pemberdayaan. Tahap terakhir dari proses tersebut adalah menggunakan keterampilan dan kemampuan pemberdayaan sebagai bagian dari kehidupan kerja setiap hari.
Pemberdayaan komunitas berarti mengembangkan kondisi dan situasi sedemikian rupa sehingga komunitas memiliki daya dan kesempatan untuk mengembangkan kehidupannya tanpa ada kesan bahwa pengembangan itu adalaH hasil kekuatan eksternal. Memberdayakan masyarakat berarti menempatkan masyarakat sebagai subyek dalam pengembangan komunitas. Masyarakat berdaya memiliki ciri (1) mampu memahami diri dan potensinya ; (2) mampu merencanakan/mengantisipasi kondisi perubahan ke depan, dan mengarahkan dirinya sendiri ; (3) memiliki kekuatan untuk berunding, bekerjasama secara saling menguntungkan dengan bargaining power yang memadai ; (4) bertanggungjawab atas tindakannya sendiri. (Sumardjo dan Saharrudin, 2003)
AWAKENING
USING
HARNESSING
(43)
17 2.3. Tinjauan Tentang Kelompok dan Dinamika Kelompok
Tidak ada definisi kelompok yang secara umum dapat diterima. Sebaliknya, dapat disajikan suatu jajaran pandangan yang telah ada, dan dari berbagai pandangan tersebut dapat dikembangkan suatu definisi bandingan tentang kelompok.
2.3.1. Kelompok Dalam Artian Persepsi
Banyak ahli ilmu perilaku berpendapat bahwa untuk dianggap sebagai suatu kelompok, anggota suatu kelompok harus mempersepsikan hubungan mereka terhadap yang lainnya. Sebagai contoh :
Suatu kelompok kecil didefinisikan sebagai orang-orang yang terlibat dalam interaksi satu sama lain dalam suatu pertemuan tatap muka atau serangkaian pertemuan semacam itu, dimana setiap anggota menerima beberapa kesan atau persepsi yang cukup jelas tentang anggota lainnya sehingga ia dapat, pada saat itu atau bersoal jawab kemudian, memberikan reaksi satu sama lain sebagai seorang individu, meskipun hal itu mungkin hanya untuk mengingat bahwa yang lain hadir.
Pandangan ini menunjukkan bahwa anggota suatu kelompok harus mempersepsikan keberadaan (eksistensi), setiap anggota dan keberadaan kelompok itu sendiri.
2.3.2. Kelompok dalam Artian Organisasi
Para ahli Sosiologi memandang kelompok terutama dalam hubungannya dengan ciri-ciri keorganisasian. Misalnya menurut definisi sosiologi, kelompok ialah :
Suatu sistem yang diorganisasikan dari dua orang atau lebih yang saling berhubungan sehingga sistem tersebut melakukan berbagai fungsi, mempunyai seperangkat standar hubungan, peranan para anggotanya dan mempunyai seperangkat norma yang mengatur fungsi kelompok dan masing-masing anggotanya.
Pandangan tersebut menekankan beberapa karakteristik kelompok yang penting, seperti peranan dan norma.
(44)
18 2.3.3. Kelompok dalam Artian Motivasi
Kelompok yang gagal membantu anggotanya memenuhi kebutuhannya akan mendapat kesulitan untuk melangsungkan hidupnya. Pandangan ini mendefinisikan kelompok sebagai :
Sekumpulan individu yang keberadaannya sebagai suatu kumpulan menguntungkan individu-individu.
2.3.4. Kelompok dalam Artian Interaksi
Para ahli teori mengasumsikan bahwa interaksi dalam bentuk saling ketergantungan adalah inti “kekelompokan”. Pandangan yang menekankan interaksi antar pribadi adalah :
Yang kita maksudkan dengan kelompok yaitu sejumlah orang yang berkomunikasi satu sama lain dan sering melampaui rentang waktu tertentu, serta jumlahnya cukup sedikit, sehingga setiap orang dapat berkomunikasi satu sama lain, tidak sebagai orang kedua, melalui orang lain, tetapi saling berhadapan.
Keempat pandangan tersebut penting, karena semuanya menunjukkan kepada gambaran penting tentang kelompok.
Johnson & Johnson (1987) dalam Sarwono (1997) mengidentifikasi sedikitnya tujuh jenis definisi kelompok yang penekanannya berbeda – beda yaitu :
1. Kumpulan individu yang saling berinteraksi ( Bonner, 1959; Stogdill, 1959). 2. Satuan (unit) sosial terdiri atas dua orang atau lebih yang melihat diri mereka
sendiri sebagai bagian dari kelompok itu (Bales, 1950;Smith, 1945).
3. Sekumpulan individu yang saling tergantung (Cartwright & Zander, 1968; friedler, 1967; Lewin, 1951).
4. Kumpulan individu yang bersama-sama bergabung untuk mencapai satu tujuan (Deutsch, 1959; Mills, 1967).
5. Kumpulan individu yang mencoba untuk memenuhi beberapa kebutuhan melalui penggabungan diri mereka (joint association) (Bass, 1960;Cattell, 1951).
6. Kumpulan individu yang interaksinya diatur (distrukturkan) oleh atau dengan seperangkat peran dan norma (McDavid & Harari, 1968; Sherif & Sherif, 1956).
(45)
19 Berdasarkan kumpulan berbagai definisi itu, Johnson & Johnson (1987) dalam Sarwono (1997) sendiri kemudian merumuskan definisinya sebagai berikut :
Sebuah kelompok adalah dua individu atau lebih yang berinteraksi tatap muka (face to face interaction), yang masing-masing menyadari keanggotaannya dalam kelompok, masing-masing menyadari keberadaan orang lain yang juga anggota kelompok, dan masing-masing, menyadari saling ketergantungan secara positif dalam mencapai tujuan bersama.
Soekanto (2002), membagi kelompok menjadi kelompok formal dan kelompok informal. Kelompok formal adalah kelompok yang keanggotaannya terbentuk menurut struktur resmi dan aturan yang dibuat dengan sengaja oleh anggotanya. Sebaliknya kelompok informal merupakan kelompok yang tidak memiliki struktur tertentu dan aturan dibuat secara tidak tegas. Berdasarkan pengertian tersebut maka terdapat aspek dalam kelompok yaitu persepsi, organisasi dan aspek motivasi seperti yang dijelaskan di atas.
Di dalam interaksi diantara anggota kelompok ada kekuatan atau pengaruh (Nitimihardjo dan Iskandar, 1993). Anggota kelompok yang berinteraksi secara tetap mempengaruhi dan dipengaruhi oleh anggota kelompok lainnya. Keberadaan kekuatan yang saling mempengaruhi menyebabkan anggota kelompok dapat mengajak orang lain untuk mencapai tujuan kelompok. Pencapaian tujuan kelompok dapat dilakukan dengan baik melalui koordinasi. Kepemimpinan didefinisikan sebagai penggunaan kekuatan untuk mencapai tujuan dan memelihara kelompok. Minat-minat yang bertentangan dan konflik tidak mungkin dapat diatur tanpa menggunakan kekuatan (kontrol). Tidak ada komunikasi tanpa pengaruh, yang berarti tidak ada komunikasi tanpa kekuatan. Dengan demikian kekuatan merupakan esensi bagi semua keberfungsian kelompok.
Pengertian dinamika kelompok dapat diartikan melalui asal katanya yaitu dinamika dan kelompok. Dinamika berarti tingkah laku warga yang satu secara langsung mempengaruhi warga yang lain secara timbal balik. Jadi, dinamika berarti adanya interaksi dan interdependensi antara anggota kelompok yang satu dengan anggota kelompok yang lain secara timbal balik dan antara anggota dengan kelompok secara keseluruhan.
Keadaan ini dapat terjadi karena selama ada kelompok, semangat kelompok (group spirit) terus menerus berada dalam kelompok itu. Oleh karena itu
(1)
2 Nama resnponden : Ngdm
Pekerjaan : Petani Penggarap
Umur : 42 tahun
Asal : Kabupaten Jombang
Jabatan dalam kelompok : Anggota kelompok KB-KUBE
Sumber Makmur.
Pak Ngdm dilahirkan 42 tahun lalu di Kabupaten Jombang Jawa Timur. Beliau tidak pernah sekolah, dari umur yang 42 tahun hampir separuh umurnya dijalaninya dengan sakit . Sakit kusta yang dialami oleh Pak Ngdm kurang lebih 25 tahun lamanya. Selama Pak Ngdm sakit kusta di rumah orang tuanya di Jombang oleh keluarganya sendiri masih diterima dengan baik. Sakit kusta Pak Ngdm mulai kelihatan flag putih pada umur 17 tahun kira-kira kalau saya sekolah ya SMA, namun orang tua miskin jadi saya SD pun tidak tamat. Selama di rumah saya hanya membantu orang tua yang bekerja sebagai buruh tani. Selama saya sakit tidak pernah keluar rumah, karena tetangga saya kurang senang bila saya datang bermain ke rumah atau bila saya pergi ke warung seakan-akan bila saya membeli di warungnya tidak boleh, tetapi saya beruntung masih ada teman yang mau saya ajak untuk mengobrol sehingga ada sedikit hiburan.
Dengan kondisi tetangga yang kurang senang melihat keberadaan saya di rumah maka saya mengajak teman pergi keluar desa supaya keluarga juga merasa tidak dipandang kurang baik sama tetangga. Maka kami berdua pada tahun 1993 berangkat di Tangerang mencari pekerjaan apa saja yang penting bisa untuk makan, setelah beberapa minggu kami berdua hampir putus asa, maka ada orang yang menawari bekerja di perkebunan slada. Kami bekerja hampir tiga tahun disana namun gajinya sangat kecil sehingga kami tidak kuat membayar kontrakan rumah disamping itu sakit saya sudah mulai sering sakit-sakitan. Dengan sakit itu saya memutuskan untuk pulang ke Jombang dan akhirnya berdasarkan informasi dari teman saya berobat ke Rumah Sakit Sumber Glagah Mojokerto. Di Rumah Sakit Sumber Glagah saya bertemu dengan teman-teman Nganget yang berobat di Sumber Glagah maka pada tahun 1997 saya memutuskan berangkat ke Nganget pada mulanya saya ikut kerja sama Pak Kyai Jsf. Lama kelamaan saya kenalan sama Ik yang sekarang menjadi istri saya dan sampai sekarang belum dikaruniai anak.
Saya bekerja sedikit demi sedikit akhirnya dapat mendirikan rumah dan bersebelahan dengan Kyai Jsf. Pada tahun lalu saya diberi kambing oleh Pak Rsd katanya kambing bantuan dari pemerintah, dengan syarat dipelihara dengan baik setelah beranak digulirkan sama tetangga yang belum mendapatkan bantuan dan saya menyetujuinya. Sebelum saya mendapat bantuan kambing saya bekerja di persil atau bekerja apa saja kadang-kadang disuruh Pak Kyai ya saya jalani yang penting dapat uang. Setelah saya mendapat kambing saya memeliharanya dengan sungguh-sungguh sehingga kambing saya sehat-sehat dan dapat berkembang dengan baik dari dua ekor sudah bisa berkembang menjadi tujuh ekor dan yang dua sudah saya gulirkan tinggal lima ekor dan sudah menjadi milik saya.
Sebenarnya begini pak saya kan sudah menggulirkan buat apa dicatat-catat lagi itu kan sudah menjadi milik pribadi masak masih dicatat. Kalau ada kambing yang sakit itu karena yang punya tidak sungguh-sungguh merawat. Kalau saya disuruh urunan untuk mengobati kambing orang yang sakit ya tidak mau pak wong kambing saya sehat itu salahnya sendiri tidak dipelihara dengan baik.
(2)
3. Nama resnponden : Mkn
Pekerjaan : Petani Penggarap/tidak tetap
Umur : 47 tahun
Asal : Kabupaten Lamongan
Jabatan dalam kelompok : Ketua RT/Sekretaris KUBE
Pak Mkn dilahirkan 47 tahun yang lalu di Desa Sukodadi Kecamatan Sukodadi Kabupaten Lamongan. Penyakit kusta ini mulai kelihatan sekitar tahun 1979 waktu itu masih duduk di bangku SMP. Pada mulanya hanya kelihatan berupa flag putih dan akhirnya menjadi kusta. Mengetahui anaknya terkena penyakit kusta maka orang tua saya mulai panik dan mencari pengobatan dengan harapan penyakit tersebut bisa disembuhkan. Dalam pengobatan itu orang tua saya menempuh jalan apa saja seperti dukun sampai menghabiskan banyak biaya. Bahkan sempat dibawa ke Yogyakarta karena mendengar bahwa ada dukun yang bisa menyembuhkan penyakit saya ini tapi setelah tiga bulan berobat tidak sembuh juga, akhirnya pulang kembali ke Lamongan.
Karena tidak sembuh-sembuh maka saya dibawa ke rumah sakit di Kecamatan Sukodadi dengan rawat jalan selama enam bulan setiap kali saya disuntik langsung pingsan. Setelah enam bulan lamanya tidak ada perubahan, ada orang yang memberitahu supaya dibawa ke Sumberrejo. Pada saat di Sumberrejo itulah ketemu dengan orang dan diberi tahu supaya di bawa saja ke Nganget disana ada Rumah Sakit yang khusus menangani pernyakit seperti yang saya derita.
Pada waktu saya masuk Rumah Sakit Nganget orang masih sedikit tidak sebanyak sekarang dan saya cukup lama Rumah Sakit Nganget sehingga banyak kenal dengan teman-teman yang bahkan saya dipanggil Pak Lurah, karena pada waktu itu saya sering memimpin teman-teman bila di rumah sakit kami diperlakukan kurang baik. Akhirnya setelah keluar dari Rumah Sakit dan menempati rumah yang diberikan oleh Departemen Sosial saya dijadikan Ketua RT.sampai sekarang itu belum pernah diganti. Saya mejandi Ketua RT kurang lebih sudah 20 tahun sejak pertama kali dipilih langsung oleh warga disini.
Setelah keluar rumah sakit saya sempatkan pulang untuk menengok keluarga dan orang tua di Lamongan. Pada waktu itu orang tua saya menangis melihat keberadaan saya karena penyakit kusta itu menyerang kaki dan sebagian wajah saya. Sebenarnya keluarga saya bisa menerima saya namun pandangan masyarakat terhadap dan keluarga mengharuskan saya untuk kembali ke Nganget dan menetap sampai sekarang ini.
Begitu keluar dari rumah sakit kami semua di beri latihan oleh Departemen Sosial selama dua bulan, setelah latihan kami diberi modal seperti sapi, beras ada juga yang mendapat mesin jahit dan kami diperbolehkan mengerjakan sawah yang pada waktu itu masih milik Dinas Kesehatan Tingkat I. Saya mengerjakan sawah yang luasnya kira-kira hanya 15 x 20 m kami tanami kacang dan padi. Pada waktu itu hasil kebun kami jual di rumah sakit. Namun pada tahun 1985 sampai 1987 saya mencoba beralih profesi menjadi penjual kayu berupa papan karena pada waktu itu sangat murah saya beli di Nganget papan seharga Rp. 1.500,- dan saya jual ke Lamongan seharga Rp. 3.500. saya untung banyak, sehingga saya bisa membeli sawah di Lamongan.
(3)
Namun usaha yang mulai kurintis dengan baik tersebut akhirnya habis karena untuk pengobatan istri saya yang sedang dirawat di rumah sakit di Bojonegoro. Pada tahun 1994 istri saya meninggal dunia. Saya berpikir mungkin usaha saya ini tidak diridhoi Allah karena yang saya jual adalah kayu hasil curian karena pada waktu itu di Nganget ini hutannya masih rimbun, sekarang sudah habis. Pada waktu istri saya meninggal tersebut kami dikaruniai satu orang anak yaitu E.W yang sekarang bekerja di Surabaya.
Tidak terlalu lama setelah istri saya meninggal dunia saya kawin lagi dengan sesama eks penderita kusta dan mempunyai anak tiga orang dan sekarang menunggui orang tuanya yang sakit di Nganjuk sehingga saya sering balak – balik Bojonegoro Nganjuk maka dari itu kambing bantuan yang diberikan E oleh panti saya titipkan kepada penduduk di Dusun sebelah. Dengan adanya bantuan tersebut sangatlah menolong warga yang ada disini khususnya warga di RT. saya ini. Maka warga disini sangat tekun dalam memelihara kambing tersebut walaupun ada yang sakit saya cepat mengambil keputusan ditukar dengan yang lain walaupun dapat kecil tapi sehat.
Bahkan dengan bantuan kambing yang ada, maka warga saya sudah dapat membeli alat pertukangan yang pakai mesin sehingga pesanan meubelnya semakin cepat dikerjakan tidak seperti dulu yang pesan sampai capek menunggu. Terus gini Pak Cip pada saat menerima kambing itu kita tidak diberi penjelasan mengenai tugas-tugas kelompok yang ada sehingga banyak pengurus yang tidak tahu, sehingga semuanya diserahkan sama saya. Sebenarnya buku-buku sudah saya serahkan kepada ketua kelompok namun tidak pernah dikerjakan sehingga saya ambil lagi dan sekarang setiap warga kalau ada permasalahan dengan kambingnya selalu melapor kepada saya. Ya kebetulan saya tidak mempunyai pekerjaan yang tetap sehingga saya sering melihat – lihat kambing maka kalau ada yang sakit dengan cepat saya tukar dengan kambing yang lain yang sehat.
(4)
4. Nama Resnponden : Gpr
Pekerjaan : Petani Penggarap
Umur : 63 tahun
Asal : Kabupaten Tulungagung
Jabatan dalam kelompok : Sekretaris Kelompok KBS - KUBE Bangkit Mulia.
Pak Gpr dilahirkan di Kabupaten Tulungagung Jawa Timur 63 tahun yang lalu, mulai merasakan sakit pada saat di Sekolah Rakyat. Sebelum Pak Gpr berobat di rumah sakit kusta Nganget sebenarnya sudah berkeluarga dan mempunyai anak perempuan namun ditinggalkan di Tulungagung. Pak Gpr meninggalkan rumah di Tulungagung yaitu pada tahun 1982 dan langsung berobat ke Sumberglagah tidak lama di sana dipindahkan di Rumah sakit Nganget. Pengobatan yang dijalani Pak Gpr selama di Rumah Sakit Nganget selama 15 tahun.
Selama Pak Gpr meninggalkan rumah belum pernah satu kalipun pulang ke Tulungagung dengan alasan ingin menjaga nama baik keluarga karena selama ini saya di rumah menambah beban keluarga. Keluarga merasa malu karena saya sakit, dan pengalaman yang pernah tidak saya lupakan yaitu anak saya perempuan pada waktu itu pacaran dan mau dilamar namun melihat keadaan saya begini sehingga membatalkan lamaran tersebut. Sejak itu saya keluar rumah berobat dan belum pernah kembali sampai saya sekarang sudah mempunyai istri lagi. Istri pertama dan kedua saya tidak sakit mereka dua-duanya sehat.
Saya ketemu istri saya yang kedua ini pada saat bekerja di Semarang, istri saya ini jualan nasi ya dipinggir jalan itu mungkin melihat keadaan saya yang begini dia meresa kasihan dan mau saya ajak kawin. Istri saya itu seorang janda yang mempunyai dua orang anak laki – laki dan perempuan.
Pada mau menikah semua keluarganya menentang pernikahan itu dengan alasan yang tidak jelas, saya pikir mungkin karena saya sakit begini. Dengan permasalahan tersebut saya pantang menyerah akhirnya pernikahan itu berlangsung juga di Kudus rumah orang tuanya dan pada saat itu tinggal ibunya saja. Namun pernikahan itu membawa dampak yang besar anak laki – lakinya tidak pernah mengakui saya dan ibunya dan sampai sekarang tidak pernah komunikasi lagi, dimana sekarang kami juga tidak tahu.
Setelah menikah akhirnya istri saya yang kedua saya ajak hidup di Nganget. Dengan istri yang kedua ini saya tidak mempunyai anak. Saya merasa bahwa di Nganget ini adalah tempat yang sangat cocok untuk kami tinggal dan mungkin sampai akhir hayat. Walaupun pada musim paceklik kadang-kadang kami hanya makan seadanya seperti gabplek, karena harga gaplek tersebut yang bisa saya beli.
Namun dengan adanya bantuan kambing dari Pemerintah itu kami merasa bersyukur, karena ada hiburan selain untuk tabungan kambing itu juga merupakan hiburan bagi kami. Hati ini menjadi ayem kalau ada kambing di rumah makanya kambing itu saya pelihara dengan baik bukan hanya saya beri makan saja tetapi juga saya mandikan tiap pagi sehingga kambing – kambing saya menjadi sehat.
(5)
5. Nama Resnponden : Smh
Pekerjaan : Pengembala kambing
Umur : 49 tahun
Asal : Kabupaten Jember
Jabatan dalam kelompok : Anggota Kelompok KBS - KUBE Bangkit Mulia.
Bu Smh dilahirkan 49 tahun yang lalu di Kabupaten Jember Jawa Timur. Ibu Smh mulai hidup di Nganget tahun 1967 yaitu Ibu Smh mengikuti kedua orang tuanya yang kedua – duanya menderita kusta dan berobat ke Rumah Sakit Nganget. Ayah Ibu Smh sudah meninggal dunia dua tahun yang lalu sedangkan ibunya tinggal dalam panti.
Ibu Smh sejak berusia 11 tahun sudah hidup di lingkungan eks penderita kusta mengikuti orang tuanya berobat. Pada umur 17 tahun gejala sakit kusta Ibu Smh sudah mulai terdeteksi oleh pihak rumah sakit sehingga bisa segera diobati. Ibu Smh sekarang hidup dengan keempat anaknya dan suami yang keduanya. Pada perkawinan pertama Ibu Smh mempunyai satu anak perempuan dan sekarang di pondok pesantren di Jombang. Suami yang pertama adalah juga eks penderita kusta dan sudah meninggal dunia. Pada perkawinan keduanya Bu Smh mempunyai tiga orang anak, suami kedua juga adalah eks penderita kusta, namun anak-anaknya sampai sekarang tidak menunjukkan adanya gejala sakit kusta. Anak kedua Ibu Smh adalah laki-laki yang sudah berumur 21 tahun dan masih menganggur menurut penuturannya mereka kesulitan mencari pekerjaan karena pendidikan rendah dan tidak keterampilan. Anak ketiga adalah perempuan sudah berumur 17 tahun dan pekerjaannya hanya membantu orang tua dan yang terakhir masih kelas dua Sekolah Dasar. Pekerjaan suami sekarang adalah buruh tani dengan panen tiga kali dalam setahun. Bu Smh sendiri pekerjaannya hanya mengembala kambing bantuan Kelompok Usaha Bersama yang sekarang sudah dapat berkembang dan kadang-kadang membantu suami di sawah.
Saya bersyukur karena pemerintah sudah memberikan kambing. Selama ini memang kami sekeluarga ingin membeli kambing namun belum bisa dengan pemberian itu maka kambing saya pelihara dengan baik sehingga dapat berkembang. Dengan semakin berkembangnya kambing yang saya pelihara maka kami sekeluarga mempunyai tabungan, maka begitu kambing beranak setelah enam bulan saya gulirkan sehingga kewajiban saya sudah selesai dan kambing itu menjadi milik saya. Dalam pemeliharaan kambing tersebut kami banyak mengalami kendala-kendala, seperti banyak kambing tiba – tiba mencret, perutnya kembung sampai kami kebingungan. Namun kami masih beruntung sering mengembala kambing secara bersama dengan anggota yang lain sehingga kami sering berdiskusi dengan permasalahan tersebut. Dari hasil diskusi tersebut ada yang menyarankan bila ada kambing yang sakit perut diberi entrostop ini berdasarkan pengalaman dari teman-teman sesama pengembala, akhirnya kambing itu sembuh juga itulah enaknya kalau mengembala secara bersama banyak pengalaman dari teman-teman yang bisa ditularkan pada yang lain.
Begini Pak kalau saya mempunyai kambing dan ada sedikit gabah di rumah biar cuma ada dua sak maka perasaan kami sudah senang. Dengan tabungan itu bila dari keluarga kami ada yang memerlukan dan itu mendesak maka kambing itu bisa kami jual tidak perlu menghutang pada orang lain.
(6)
6. Nama Resnponden : Rsd
Pekerjaan : Petani Penggarap
Umur : 60 tahun
Asal : Kabupaten Lamongan
Jabatan dalam kelompok : Ketua RT 04/Wakil Sekretaris KUBE
Pak Rsd dilahirkan di Kabupaten Lamongan pada tahun 1939. Pendidikan yang Beliau tempuh adalah SMP namun tidak sempat lulus. Pada tahun 1952 bercak – bercak putih mulai kelihatan di wajah dan tangan saya. Padahal pada saat itu sudah kelas tiga SMP dan sebentar lagi mau ujian. Dengan bercak-bercak putih yang tampak begitu jelas itu membuat saya menjadi minder, karena banyak teman-teman yang selalu melihat saya, seperti melihat orang asing. Dengan perlakuan yang demikian saya menarik diri dari pergaulan dan akhirnya tidak mengikuti ujian akhir.
Selama saya sakit itu sudah dibawa kemana-mana oleh orang tua saya pernah ke Rumah Sakit di Karangmenjengan Surabaya berobat jalan dan berlangsung selama tiga tahun yaitu mulai tahun 1963 sampai tahun 1966. Selama tiga tahun itu saya menetap di Surabaya sambil bekerja di penggilingan karet. Pada tahun 1967 saya kembali ke Lamongan karena selama di Surabaya tidak ada perubahan dengan penyakit saya itu. Saya memutuskan untuk berobat di Lamongan saja sampai tahun 1977, selama itu pula tidak ada perubahan dan disela-sela saya berobat di Lamongan itu ketemu teman dan akhirnya mengajak saya berobat ke Nganget.
Selama di Nganget saya tidak masuk rumah sakit saya hanya berobat di sungai yang ada di Nganget yang mengandung belerang dan ada orang rumah sakit yang selalu memberi obat kepada saya. Saya di Nganget bekerja mengambil kayu karena pada waktu itu kayu jati masih banyak. Saya ambil dan sudah ada yang membeli sampai saya bisa membangun rumah ini dan akhirnya saya kawin dengan eks penderita kusta juga tapi tidak dikaruniai anak. Karena saya tidak mempunyai anak maka saya mengajak keponakan ke Nganget ini. Sampai anak itu besar akhirnya kawin juga dengan anak eks penderita kusta dan menetap di Nganget juga.
Sebenarnya program Kelompok Usaha Bersama itu sangat bagus dan cocok di Nganget ini tapi ya karena waktu itu Pak Plb minta supaya yang mendapat bantuan adalah mereka yang sangat miskin, saya tidak bisa menolak permintaan tersebut sehingga sampai sekarang banyak kambing yang dijual untuk makan sehari – hari dan kebutuhan berobat. Sebenarnya yang mendapat kambing itu seharusnya yang setengah mampu dan yang sudah biasa memelihara kambing sehingga sudah berpengalaman. Tapi sekarang kan tidak pokoknya yang tidak mampu dapat bantuan sehingga ada yang bisa memelihara dan ada juga yang tidak akibatnya banyak kambing yang sakit dan mati. Seharusnya sebelum menerima kambing ada sejenis pendidikan dan latihan tentang apa sebenarnya Kelompok Usaha Bersama itu, sampai sekarang saya tidak tahu. Sepengetahuan saya hanya pemerintah memberikan bantuan kambing supaya kalau beranak bisa digulirkan pada tetangga yang belum menerima bantuan.