43
IV. PETA SOSIAL KOMUNITAS EKS PENDERITA KUSTA DUSUN NGANGET DESA KEDUNGJAMBE KECAMATAN SINGGAHAN
KABUPATEN TUBAN
Peta sosial suatu komunitas menjadi sangat penting artinya bagi pelaksanaan pengembangan masyarakat. Dengan peta sosial akan diketahui potensi, sumber
dan permasalahan-permasalahan yang ada serta peluang yang dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan suatu masyarakat melalui potensi lokal
yang dimiliki oleh suatu komunitas. Pemetaan sosial juga dilaksanakan sebagai bahan masukan dan analisis aspek-aspek kehidupan suatu komunitas
khususnya berkaitan dengan pelaksanaan pemberdayaan eks penderita kusta melalui penguatan kelompok KBS –KUBE.
Peta sosial meliputi sejarah permukiman komunitas eks penderita kusta, performa Dusun Nganget dan Dusun Krajan, data kependudukan, pendidikan,
sistem ekonomi, struktur komunitas, organisasi dan kelembagaan, sumber daya lokal, masalah sosial dan potensi alam. Berdasarkan laporan praktek lapangan I
yang telah dilaksanakan, peta sosial yang akan dikemukakan di bawah ini adalah berlokasi di permukiman eks penderita kusta Dusun Nganget Desa Kedungjambe
Kecamatan Singgahan Kabupaten Tuban Provinsi Jawa Timur.
4.1. Sejarah Komunitas Eks Penderita Kusta Dusun Nganget
Sejarah Komunitas Eks Penderita Kusta Dusun Nganget terjadi kira-kira pada jaman Belanda I. Pada waktu itu sudah ada beberapa warga yang menempati
dusun tersebut dan bahkan sudah ada kepala Dusun yaitu Pak Nydd sebagai Kepala Dusun pertama, Pak Trj sebagai Kepala Dusun kedua dan Pak Mrd
Kepala Dusun Ketiga. Pada Tahun 1935 Dusun Nganget oleh Kolonial Belanda dijadikan perkampungan leproseri perkampungan kustalepra sampai dengan
tahun 1946. Pada saat itu yang menjadi Mantri Kesehatan Kusta Pertama adalah Pak Yhn S dan Kepala Dusun Nganget dijabat oleh Pak Mrd, sedangkan
penduduk yang sebelumnya menempati dusun tersebut diberi ganti rugi oleh Pemerintah Kolonial Belanda selanjutnya keluar dari dusun dan menyebar di
Desa Kedungjambe dan sekitarnya.
44
Setelah sebelas tahun sebagai perkampungan leproseri perkampungan kusta maka pada tahun 1947 dibangun Rumah Sakit Kusta Nganget Tuban di bawah
dokter Karesidenan Bojonegoro sampai dengan tahun 1968. Dokter yang memimpin Rumah Sakit Kusta tersebut adalah dokter Stl yang berkedudukan di
Jakarta. Setelah tahun 1969 diserahkan ke Provinsi Jawa Timur dengan nama Rumah Sakit Kusta Tingkat I dibawah Dinas Kesehatan Tingkat I, pimpinan
Rumah Sakit dijabat kembali oleh Pak Yhn S mantri kesehatan dengan penghuni pasien kusta sebanyak 221 orang, ini berlangsung sampai dengan
tahun 1985. Pada tahun 1985 bagi pasien kusta yang sudah dinyatakan sembuh oleh Rumah
Sakit selanjutnya dibuatkan rumah oleh Departemen Sosial melalui Kantor Wilayah Departemen Sosial Provinsi Jawa Timur pada waktu itu sebanyak 55
buah melalui tiga tahap. Pada tahap pertama berjumlah 25 buah, tahap kedua sebanyak 15 buah dan tahap ketiga sebanyak 15 buah. Tonggak sejarah adanya
pemukiman eks kusta yaitu tahun 1985 dan sampai sekarang dengan jumlah penduduk sebanyak 464 jiwa. Daerah dimana eks kusta membuat permukiman
ada dua desa yaitu sebagian Desa Mulyorejo dan Desa Kedungjambe namun masih dalam wilayah Kecamatan Singgahan. Eks penderita kusta secara wilayah
menempati dua desa tapi secara kependudukan masuk dalam Dusun Nganget Desa Kedungjambe Kecamatan Singgahan.
4.2. Performa Komunitas Eks Penderita Kusta Dusun Nganget dan Komunitas Dusun Krajan Desa Kedungjambe.
Komunitas Dusun Nganget merupakan komunitas campuran artinya bahwa yang menjadi warga dusun adalah orang yang sehat bukan eks penderita yaitu
keluarga dari eks penderita kusta seperti anak, istri, suami ataupun keluarga yang lain serta pegawai beserta keluarganya. Mereka menempati Dusun
Nganget baru sekitar tahun 1935 sebagai upaya pemerintah kolonial Belanda menangani para penderita kusta.
Sedangkan warga pada Dusun Krajan merupakan penduduk yang sudah sangat lama menempati dusun tersebut. Secara geofrafis Dusun Krajan berada di jalan
raya yang menghubungkan Kabupaten Bojonegoro dan Tuban. Performa kedua dusun tersebut dapat dilihat pada tabel 3.
45
Tabel 3. Performa Komunitas Dusun Nganget dan Komunitas Dusun Krajan Desa Kedungjambe Tahun 2005.
Performa Komunitas Dusun Nganget
Dusun Krajan Sumber Nilai dan
Norma Norma lokal
Bagi tamu yang baru datang tidak akan
diajak berjabat tangan Pemberian
makanan selalu yang
terbungkus dalam kemasan seperti
pisang, aqua, permen Bagi tamu yang baru
datang diajak berjabat tangan.
Pemberian makanan
sifatnya bisa terbuka dan tertutup.
Mobilitas sosial Mobilitas sosial hanya
terbatas pada komunitasnya atau orang-
orang yang sudah dikenal, bila keluar komunitas atau
belum dikenal ada rasa minder dan kurang
percaya diri. Mobiltas sosial tidak
terbatas bisa keluar komunitas tanpa
perasaan minder dan kurang percaya diri.
Lapisan Sosial Pegawai Negeri
menempati lapisan teratas. Ini disebabkan
bahwa pegawai negeri adalah sebagai orang
yang menolong mereka pada saat mereka di
rumah sakit kusta Nganget.
Kyai menempati lapisan teratas. Ini disebabkan
karena kyai mempunyai kepedulian terhadap
permasalahan warga. Kyai mempunyai
kelebihan secara keilmuan baik agama
maupun ilmu yang lain seperti pengobatan.
Pola Hubungan Sosial Ketetanggaan dan
pertemanan, organisasi hanya di bidang
keagamaan Melalui organisasi seperti
PKK, Arisan, Tahlilan, Remaja Masjid, NU,LDII.
Sumber : Wawancara masyarakat di Dusun Nganget dan Dusun Krajan tahun 2005
Pola hubungan yang dimaksud disini adalah bahwa komunitas di Dusun Nganget dalam melakukan suatu aktifitas tidak menggunakan organisasi yang sifatnya
formal sehingga di Dusun Nganget tidak banyak organisasi yang formal. Di Dusun Nganget hanya ada lembaga keagamaan dan sebuah yayasan yaitu
46
yayasan Bina Putra yang beberapa tahun yang lalu digunakan oleh warga Nganget untuk mencari bantuan pembangunan Masjid dan Gereja. Namun untuk
sebuah kelompok informal yang tidak memiliki kepengurusan lebih banyak seperti kelompok-kelompok sosial, kulon kali, pucung, ataupun kelompok-
kelompok yang sifatnya spontan. Di Dusun Krajan pola hubungan bersifat formal ini ditandai dengan tumbuhnya
organisasi – organisasi formal seperti arisan, PKK, kelompok tani, Karang Taruna, kelompok tahlilan baik bapak-bapak maupun ibu-ibu yang memerlukan
kepengurusan. Interaksi sosial yang terjadi di Dusun Nganget antara warga terjadi pada sela-sela pekerjaan sampai dengan sore hari sedang pada malam
hari komunitas Nganget khususnya eks penderita kusta lebih banyak tinggal di dalam rumah, sedangkan di Dusun Krajan interakasi sosial bisa sampai dengan
malam hari di warung-warung atau ogek tempat duduk yang dibuat untuk ngobrol di halaman rumahpinggir jalan.
Nilai dan norma yang berlaku pada dusun Nganget yaitu berasal dari Agama Pemerintah dan norma lokal. Nilai dan norma yang bersumber dari agama
berupa larangan dan anjuran dari kitab suci agama yang dianutnya, dari pemerintah yaitu peraturan-peraturan pemerintah seperti pembayaran pajak bumi
dan bangunan sedangkan normal lokal adalah norma-norma yang berkembang di tingkat lokal, hanya berlaku ditempat tertentu dan tidak berlaku di tempat lain.
Perbedaan pada kedua komunitas hanya terletak pada norma lokal, bila dusun Nganget ada kekhususan bagi para tamu yang datang atau yang berkunjung ke
permukiman yaitu warga tidak akan memberi makanan yang sifatnya terbuka tapi tertutup seperti pisang, permen, air kemasan dan tidak pernah mengajak jabat
tangan pada orang yang baru dikenalnya. Mobilitas sosial komunitas Dusun Nganget sangat terbatas ini disebabkan
stigma yang diberikan masyarakat kepada eks penderita kusta sehingga komunitas hanya berinteraksi di kelompoknya atau disekitar lingkungan yang
sudah mengenalnya. Masyarakat pada umumnya mempunyai anggapan yang keliru terhadap eks penderita kusta seperti 1 merupakan penyakit kutukan
Tuhan atau pengaruh kekuatan ilmu gaib ; 2 merupakan penyakit menular dan turunan maka penderita harus diasingkan ditempat terpencil ; 3 merasa ngeri
dan jijik yang amat sangat apabila bersinggungan dengan penderita. Pengertian
47
yang salah dan sudah berakar di masyarakat ini dipandang dari kesehatan dan sosial sangat merugikan.
Lapisan sosial yang terjadi di Dusun Nganget bersumber pada struktural dan agama sedangkan di Dusun Krajan bersumber pada agama dan kekayaan. Di
Dusun Nganget lapisan sosial paling tinggi adalah kelompok pegawai karena secara struktur semua warga eks penderita kusta adalah di sebagian besar
berasal dari Rumah Sakit atau panti. Di Dusun Krajan lapisan sosial yang tinggi adalah tokoh agama.
Bila dilihat dari semangat kerja di komunitas Dusun Nganget yaitu semangat atau motivasi kerja yang tinggi dibanding Dusun Krajan. Warga Komunitas Dusun
Nganget walaupun mereka tidak mempunyai jari atau tidak mempunyai kaki mereka tetap mencangkul di sawah dan hampir seharian berada di sawah atau
ladang, sehingga pada malam harinya lebih banyak di dalam rumah. Solidaritas kedua dusun juga berbeda ini disebabkan masing-masing dusun
mempunyai latar belakang yang berbeda. Di Dusun Nganget solidaritas sosial terbentuk karena mereka mempunyai perasaan senasib, mengalami kesulitan
secara bersama-sama dan secara terus menerus. Dengan demikian apabila kepentingan kelompok terancam, maka dengan segera mereka akan bertindak
progresif bisa menimbulkan perilaku anarkis.
4.3. Proses Stigmatisasi Terhadap Eks Penderita Kusta