126
Interaksi sosial merupakan hubungan-hubungan sosial yang dinamis yang menyangkut hubungan antara orang-orang perorangan, antara kelompok-
kelompok manusia, atau antara orang perorangan dengan kelompok. Seperti dijelaskan di depan bahwa kelompok-kelompok KBS - KUBE tidak pernah
mengadakan pertemuan, maka interaksi yang terjadi tidak dibatasi oleh kelompok KBS - KUBE yang ada. Secara umum kepedulian sosial eks penderita
kusta terhadap sesama adalah rendah apabila berkaitan dengan bantuan karena mereka berprinsip bila ada bantuan maka semua eks penderita kusta di
permukiman harus mendapat bantuan semua dapat tidak peduli kaya atau miskin karena semua adalah eks penderita kusta.
Bila dikaitkan dengan bantuan maka eks penderita kusta mempunyai rasa memiliki yang juga rendah apabila yang sifatnya bantuan.
Seperti yang diungkapkan oleh Kyai Jsf 65 yaitu : “………. bahwa orang sakit itu kurang mempunyai rasa memiliki
karena mereka berpikiran bantuan itu adalah kepunyaan negara apalagi yang bertempat tinggal di sekitar rumah saya ini karena
sebelumnya mereka tidak pernah menjalanimengikuti pendidikan agak berbeda sedikit dengan yang berada di sosial karena mereka
dulu waktu di rumah sakit selain berobat juga diberi pendidikan ………”
6.4. Analisis Aspek Ekonomi Kelompok KBS – KUBE
Seperti dijelaskan di depan bahwa pendapatan anggota kelompok KBS - KUBE baik Bangkit Mulia maupun Sumber Makmur sangatlah rendah. Oleh sebab itu
dengan adanya bantuan kambing membawa dampak positif dan negatif. Bila pada anggota KBS - KUBE Bangkit Mulia kambing lebih berkembang daripada
Sumber Makmur maka dengan perkembangan tersebut sedikit banyak memperngaruhi pendapatannya.
Seperti yang diungkapkan oleh Pak Mkn 48 yaitu : “………. Bahwa setelah kambing KUBE itu berkembang dan sudah
menggulirkan, ada beberapa anggota KUBE bangkit mulia yang menjual kambing dan dibelikan alat pertukangan sehingga usahanya
mengalami kemajuan …….”
Namun disisi lain seperti yang terjadi pada KBS - KUBE Sumber Makmur karena tingkat perekonomiannya lebih rendah daripada kelompok KBS - KUBE Bangkit
Mulia maka kambing bantuan banyak yang dijual untuk memenuhi kebutuhannya
127
disamping untuk berobat bila sakit yang dideritanya kambuh. Pada aspek ekonomi di dalam KBS-KUBE tidak ada usaha secara kelompok namun secara
individu masih diperlukan peningkatkan pendapatan individu dalam kelompok melalui peningkatan jumlah produksi kambing.
6.5. Analisis Kekompakan Compactness kelompok KBS-KUBE.
Selain aspek kelembagaan, sosial dan ekonomi maka analisis kelompok KBS – KUBE di Dusun Nganget juga menyangkut permasalahan jejaring sosial,
integrasi sosial , solidaritas sosial dan kohesivitas sosial.
6.5.1. Jejaring Sosial Komunitas Eks Penderita Kusta
Dalam suatu komunitas masih sangat jarang yang mempu menyelesaikan masalahnya sendiri. Sebagian masyarakat ternyata masih memerlukan
keterlibatan pihak lain, bahkan ada yang memerlukan sejak perumusan masalahnya, termasuk dalam pengumpulan informasi yang diperlukan untuk
merumuskan suatu masalah. Dengan demikian, bila fungsi-fungsi yang diperlukan bagi penyelesaian masalah komunitas yang bersangkutan maka
dalam hal ini diperlukan keteribatan pihak lain yang fungsinya diperlukan. Atau dengan kata lain, perlu melibatkan seluruh komponen stakeholders.
Dalam menganalisis jejaring dibagi menjadi tiga yaitu 1 jejaring intra KBS- KUBE ; 2 jejaring antar kelompok KBS – KUBE ; 3 jejaring kelompok KBS-
KUBE dengan dengan masyarakat yang lebih Luas. 1. Jejaring intra KBS – KUBE
Jejaring intra kelompok KBS – KUBE yang terbentuk baik kelompok KBS- KUBE Sumber Makmur maupun kelompok Bangkit Mulia belum tampak ini
disebabkan proses pembentukan KUBE adalah bentukan panti akibat akan ada bantuan modal usaha dari Dinas Sosial Provinsi Jawa Timur dan waktu
terbentuk kelompok KBS – KUBE baru dua tahun. Dengan proses terbentuknya KBS – KUBE yang dibentuk karena akan ada bantuan dan
ditambah dengan waktu yang antar anggota kelompok KBS-KUBE belum ada perasaan saling ketergantungan ditambah lagi kambing ternak dipelihara
secara sendiri – sendiri sehingga seakan-akan sudah menjadi milik pribadi
128
dan bila terjadi sakit dengan kambing tersebut maka secara pribadi pula akan mengobati tanpa campur tangan dari kelompok. Jejaring terjadi bila antara
anggota yang satu dengan yang lain saling membutuhkan seperti yang terjadi dalam kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia bila ada salah satu yang sakit dan
harus dirawat di rumah sakit maka anggota yang lain membantu dengan jalan mengembalakan kambingnya. Jejaring juga terjadi secara informal melalui
pengembalaan kambing secara bersamaan. 2. Jejaring antara kelompok KBS – KUBE
Jejaring antar kelompok KBS – KUBE yang ada di komunitas eks penderita kusta terjadi pada saat kandang kambing menjadi satu. Pada saat pertama
kali menerima bantuan kambing lima kelompok dengan kambing berjumlah 100 ekor tersebut dijadikan dua kadang. Kandang pertama di RT.06 yang
berisi 40 kambing dengan dua kelompok KBS – KUBE Bangkit Mulia dan Barokah. Kadang kedua berada di RT. 04. yang berisi 60 ekor kambing
dengan 3 kelompok KBS-KUBE yaitu Bina Usaha, Sumber Rejeki dan Sumber Makmur.
Pada saat kambing dijadikan satu kandang dibuatlah jadual yang melibatkan masing-masing anggota kelompok KBS – KUBE. Tiap malam dua kelompok
orang yang menjaga kadang untuk kelompok Bangkit mula dan Barokah sedangkan yang tiga orang untuk kelompok Sumber Rejeki, Bina Usaha dan
Sumber Makmur. Pada saat mereka berjaga itu sebenarnya sudah timbulnya jejaring antar kelompok KBS-KUBE, namun kedekatan tersebut hanya
berlangsung selama dua minggu sehingga belum sampai pada tahap saling membutuhkan. Ini disebabkan karena 1 rumah yang dipakai untuk kandang
kambing dibutuhkan oleh yang punya rumah; 2 pada saat orang sibuk menghadapi hari raya idul fitri kandang tidak ada yang menjaga maka pada
malam terjadi pencurian kambing KBS – KUBE sebanyak empat ekor; 3 setelah eks penderita kusta pada malam harinya menjaga kambing keesokan
harinya badan terasa tidak nyamansakit. Dengan kejadian tersebut maka anggota mulai merasa kuatir, maka diadakan rapat di aula panti yang
dipimpin oleh Kepala Panti dihadiri oleh Pegurus KUBE, diputuskan untuk memelihara kambing di rumah masing-masing.
129
3. Jejaring anggota kelompok KBS – KUBE dengan Masyarakat yang lebih Luas.
Jejaring anggota kelompok KBS – KUBE dengan pihak lain terjadi karena bantuan kambing yang diberikan semuanya kambing betina jadi jejaring
terbangun dengan pihak lain tetangga yang mempunyai kambing jantan. Jejaring dengan pihak lain juga terjadi dengan warga Dusun Krajan yang
berbatasan dengan Dusun Nganget, eks penderita kusta yang mendapat bantuan kambing dan merasa tidak mampu memelihara menitipkan kambing
di Dusun Krajan dengan sistem paron. Jejaring yang terbangun baik kelompok KUBE Bangkit Mulia maupun Sumber
Makmur sudah ada namun terbatas yaitu hanya mantri hewan dan blantik kambing orang yang berprofesi sebagai pembeli dan penjual kambing.
Bertitik tolak dari penjelasan jejaring tersebut di atas maka dapat dianalisis jaringan sosial yang ada di komunitas eks penderita kusta yaitu :
1. Kedalaman jejaring
Kedalaman jejaring pada tingkat antar anggota KBS - KUBE masih pada tataran pertolongan belum saling membutuhkan antar anggota kelompok,
karena kebutuhan pribadi bisa dipenuhi tanpa membutuhkan kelompok. Kedalaman jejaring intra KBS-KUBE, terjadinya pencurian kambing
menyebabkan masing-masing anggota kelompok intra KBS – KUBE sudah tidak mempunyai wadah lagi untuk saling bertemu. Karena selama
ini tidak pernah diadakan pertemuan baik di tingkat kelompok KBS-KUBE atau semua KBS – KUBE yang ada di komuitas eks penderita kusta.
Dengan tidak pernah diadakan pertemuan maka jejaring tidak pernah terbangun.
Kedalamam jejaring dengan masyarakat yang lebih luas, sudah terbangun sebelum adanya bantuan KUBE turun yaitu pembelian
kambing baik di pasar Kedungjambe maupun dengan blantik kambing orang yang pekerjaannya menjual dan membeli kambing, mantri hewan,
penduduk Dusun Krajan dan Tetangga yang mempunyai kambing jantan. Kedalaman jejaring didasari oleh kepentingan kedua belah pihak
sehingga jejaring ini dapat bertahan.
130
2. Faktor perekat jaringan Pada saat keputusan rapat mengijinkan masing-masing penerima
bantuan sebenarnya perekat jaringan yang sudah mulai tumbuh memudar lagi, karena anggota – anggota kelompok bisa memelihara kambing dan
berkembang tanpa harus bergantung pada anggota kelompok atau kelompok secara organisasai.
Perekat jaringan yang ada di komunitas adalah 1 perasaan senasib; 2 satu paham ideologi; 3 sentimen kelompok tempat tinggal ada
kelompok sosial, kulon kali atau pucung. Perasaaan senasib dan sentimen kelompok harus dimunculkan untuk memacu perkembangan
kelompok tetapi tidak boleh sampai terjadi konflik, peran tokoh masyarakat diperlukan untuk mengatisipasi terjadinya konflik antar
kelompok. Paham idiologi juga mempunyai kekuatan untuk menyatukan anggota kelompok karena mereka mempunyai pandangan dan
pemahaman yang sama. 3. Kendala dan hambatan
Kendala dan hambatan dalam membangun jejaring yaitu : 1 kurang pengetahuan dan pemahaman terhadap hakekat KUBE. Kepala panti,
kordinator KUBE, pendamping, pengurus KUBE sampai dengan anggota KBS-KUBE tidak mengetahui makna program KUBE sehingga fokus
pemekiran hanya terbatas pada perkembangan kambing saja; 2 perasaan minder, kurang percaya diri akibat sakit yang pernah
dideritanya bila harus memulai membuat jejaring dengan pihak lain di luar komunitas; 3 ketakutan dari masyarakat di luar komunitas bila
berhubungan dengan eks penderita kusta.
6.5.2. Integrasi Sosial Komunitas Eks Penderita Kusta
Integrasi sosial di komunitas eks penderita kusta Dusun Nganget dapat dianalisis melalui 1 integrasi sosial dalam kelompok KBS – KUBE ; 2 integrasi sosial
antar kelompok KBS-KUBE ; 3 integrasi sosial dengan lingkungan sosialnya.
131
1. Integrasi Sosial intra Kelompok KBS-KUBE. Integrasi sosial dalam kelompok KBS-KUBE terjadi karena ada ikatan yang
mendasarinya. Pada Kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia memiliki ikatan yang kuat berdasarkan proses awal masuk dari rumah sakit kusta,
berinteraksi di dalam rumah sakit sampai membentuk Rukun Tetangga tersendiri, bahkan yang menjadi ketua RT dulunya di rumah sakit juga sudah
menjadi tokoh. Dengan ikatan tersebut membawa dampak terhadap perkembangan kelompok KBS-KUBE seperti bila ada anggota kelompok
yang lain tidak bisa mengembalakan kambing karena sakit maka anggota yang lain dengan sukarela menolongnya.
Intergrasi sosial yang terjadi pada kelompok KBS-KUBE Sumber Makmur adalah melalui lembaga keagamaan. Anggota kelompok pada KBS-KUBE
Sumber Makmur kedatangan ke permukiman tidak sama jadi ikatan asal usul tidak mempengaruhi ikatan dalam kelompok KBS-KUBE. Sifat ikatan dalam
kelompok KBS-KUBE Sumber Makmur sudah mengandung nilai komersial. Faktor-faktor perekat integrasi sosial kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia
adalah dari sejarah bertemu dalam panti sampai pada permukiman sedangkan pada kelompok Sumber Makmur melalui faham ideologi yang
sama yaitu sebagai warga Nahdatul Ulama. Kendala dan hambatan integrasi sosial pada kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia adalah faham ideologi tidak
sama ini menyebabkan dalam memahami sesuatu tidak sama dan cenderung menimbulkan perbedaan seperti ada usaha simpan pinjam anggota yang
berpaham LDII tidak memperbolehkan anggotanya untuk mengadakan pinjam, sebaliknya warga NU memperbolehkan adanya simpan pinjam.
Sedangkan pada kelompok KBS-KUBE Sumber Makmur kendala dan hambatan yang dialami yaitu kebanyakan anggota kelompok KBS-KUBE
adalah pendatang dengan latar belakang yang berbeda dan kedatangan di permukiman tidak sama menyebakan rendahnya ikatan emosional antar
anggota kelompok. 2. Integrasi Sosial Antar Kelompok KBS – KUBE
Integrasi sosial antar kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia terjalin dengan kelompok KBS-KUBE Barokah dalam hal jadual menjaga bantuan kambing
pada saat kambing masih dalam satu kadang dan itu berjalan hanya dua minggu karena banyak kambing yang hilang. Berdasarkan musyawarah
132
seluruh anggota KBS-KUBE, Pengurus KUBE, Pendamping dan koordinator diputusakan untuk dibawa ke rumah masing-masing. Begitu juga dengan
kelompok KBS-KUBE Sumber Makmur mempunyai ikatan dengan kelompok KBS-KUBE Bina Usaha, Sumber Rejeki. Yang mendasari ikatan tersebut
adalah kedekatan tempat tinggal. Faktor-faktor perekat integrasi sosial antar kelompok KBS-KUBE adalah
bahwa kelompok tersebut masih dalam struktur panti sehingga sewaktu- waktu dapat dipertemukan dan dibuat kegiatan-kegiatan yang sifatnya
melibatkan semua kelompok KBS-KUBE dan jenis bantuan yang sama yaitu kambing dan adanya perasaan yang sama sehingga memiliki permasalahan
yang sama. Hambatan dan kendala integrasi sosial antar KBS-KUBE adalah adanya sentimen kelompok bila kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia adalah
kelompok Sosial sedangkan kelompok Sumber Makmur adalah kelompok kulon kali dan perbedaan ideologi.
3. Integrasi Sosial Kelompok KBS-KUBE dengan Lingkungan Sosialnya Integrasi sosial yang terjadi antara KBS-KUBE dengan lingkungan sosial
adalah bila pada kelompok KBS-KUBE Bangkit mulia terjadi ikatan dengan sesama pengembala kambing atau tetangga yang mempunyai kambing
jantan dan bukan merupakan anggota kelompok KBS-KUBE. Ikatan juga terjadi dengan blantik kambing yang sering datang ataupun diundang bila ada
kambing anggota kelompok yang sakit, ditukar ataupun dijual. Ikatan juga terjadi dengan penduduk disekitar Dusun Nganget yang menitipkan kambing
pada penduduk dengan sistim paron. Faktor-fator yang mempererat integrasi sosial antar kelompok KBS-KUBE
dengan lingkungan sosialnya yaitu adanya hubungan yang saling menguntungkan antara blantik kambing dengan anggota kelompok dan
antara penduduk dengan anggota kelompok juga. Hambatan dan kendala yang menghambat integrasi sosial adalah banyaknya kelompok-kelompok
yang ada di komunitas eks penderita kusta seperti dari lembaga agama Nahdatul Ulama NU, Lembaga Dakwah Islam Indonnesia LDII, dan Kristen
sementara kelompok lokal ada kelompok sosial, pucung dan kulon kali.
133
6.5.3.Solidaritas Sosial Komunitas Eks Penderita Kusta
Solidaritas sosial komunitas eks penderita dapat dianalisis melalui beberapa hal antara lain : 1 solidaritas ditingkat kelompok KBS-KUBE ; 2 ditingkat KUBE ;
dan 3 tingkat komunitas. Analisis ketiga tingkat tersebut adalah sebagai berikut: 1. Solidaritas sosial ditingkat KBS-KUBE
Pada tingkat kelompok – kelompok KBS - KUBE yang ada di permukiman belum terjadi solidaritas kelompok ini disebabkan pembentukan kelompok
untuk kepentingan program bantuan kesejahteraan sosial bukan terjadi atas inisiatif anggota. Solidaritas di dalam kelompok KBS – KUBE akan muncul
bila ada tekanan dari kelompok KBS – KUBE yang lain artinya diciptakan persaingan antara kelompok KBS – KUBE seperti diadakan lomba KBS –
KUBE terbaik. Faktor-faktor yang menyebabkan terjadinya solidaritas dalam kelompok KBS-
KUBE antara lain adanya pertemuan rutin yang dilaksanakan oleh kelompok, menciptakan simbol-simbol kelompok seperti kelompok sosial, pucung dan
kulon kali, permasalahan yang dialami sama yaitu banyaknya kambing yang sakit dan mati dan permasalahan pada segi ekonomi dengan tekanan
kemiskinan dan tersingkir secara sosial. Kendala dan hambatan untuk mewujudkan solidaritas sosial ditingkat KBS-KUBE yaitu adanya tekanan
kemiskinan sehingga untuk membantu anggota kelompok yang lain sedikit sulit seperti adanya kambing sakit untuk memanggil mantri hewan diperlukan
biaya untuk iuran saja mereka keberatan. 2. Solidaritas sosial ditingkat KUBE
Kelompok Usaha Bersama di Dusun Nganget mempunyai kegiatan beternak kambing yang diorganisir melalui kelompok KBS-KUBE dan Usaha Simpan
Pinjam. Dalam kepengurusan KUBE tersebut yang rutin melaksanakan pertemuan adalah mereka yang menpunyai pinjaman di KUBE tersebut.
Faktor yang mendukung solidaritas ditingkat KUBE adalah masih ada ketergantungan anggota KUBE dengan pengurus KUBE, dengan adanya
usaha simpan pinjam anggota merasa mendapat manfaat dari KUBE tersebut. Hambatan dan kendala adalah bahwa ada rasa kurang percaya
anggota kelompok KUBE terhadap pengurus KUBE terutama masalah
134
laporan keuangan begitu juga pengurus KUBE ada rasa curiga kalau anggota yang diberi pinjaman tidak bisa mengembalikan pinjaman.
3. Solidaritas sosial ditingkat komunitas Namun bila ditarik ke komunitas eks penderita kusta maka akan timbul
solidaritas kelompok-kelompok yang ada di permukiman. Seperti kelompok sosial, kelompok Ngangetkulon kali , kelompok pucung ada juga kelompok
yang berlandaskan keagamaan seperti Nahdatul Ulama, LDII dan Kristen. Solidaritas sosial akan meluas lagi apabila mereka seluruh permukiman mulai
terancam, artinya bahwa apabila sumber kehidupan dan kebutuhan mereka terganggu oleh pihak di luar komunitas eks penderita kusta misalnya panti,
perhutani maka mereka serentak bersatu. Dan apabila itu terjadi mereka akan agresif sekali untuk bertindak seperti melakukan demo dan bisa sampai
pada sikap anarkis. Faktor – faktor yang menghambat terjadi solidaritas ditingkat KUBE adalah
banyak kelompok-kelompok dan paham idelogi yang ada di tingkat KUBE. Dalam kepengurusan KUBE saja ada tiga macam paham ideologi Kristen,
NU dan LDII serta berbagai kelompok pucung, sosial dan kulon kali yang sangat rawan terjadinya konflik. Karena konflik pernah terjadi antara warga
NU dan LDII tentang perekrutmen anggota masyarakat menjadi penganut salah satu paham tersebut. Faktor – faktor yang mendukung terjadinya
solidaritas sosial adalah mereka sama – sama eks penderita kusta yang mempunyai permasalahan yang sama.
6.5.4. Kohesivitas Sosial Komunitas Eks Penderita Kusta.
Sigmund Freud berpendapat bahwa dalam setiap kelompok perlu adanya cohesiveness kesatuan kelompok, agar kelompok tersebut dapat bertahan lama
dan berkembang. Selanjutnya kesatuan kelompok hanya dapat diwujudkan apabila tiap-tiap kelompok melaksanakan identifikasi bersama antara anggota
satu dengan yang lain. Kohesivitas sosial komunitas eks penderita kusta dapat dianalisis melalui tiga hal
yaitu 1 kohesivitas sosial intra kelompok KBS-KUBE ; 3 kohesivitas antara kelompok KBS-KUBE ; dan kohesivitas komunitas eks penderita kusta. Adapun
kohesivitas sosial tersebut dapat dijelaskan sebagai berikut :
135
1. Kohesivitas Sosial Intra Kelompok KBS – KUBE Kohesivitas sosial intra kelompok KBS-KUBE baik kelompok KBS-KUBE
Bangkit Mulia dan Sumber Makmur sama – sama belum mempunyai kesatuan yang kuat ini disebabkan karena antar anggota kelompok tidak
mempunyai saling ketergantungan satu sama lain, mereka tanpa kelompokpun bisa memelihara kambing dan memecahkan permasalahan
keluarga bisa melalui tetangga ataupun orang lain di luar kelompok KBS - KUBE. Kelompok – kelompok tersebut tidak mempunyai aturan dan norma,
simbol yang menyatukan antar anggota kelompok. Tujuan kelompok tidak dirumuskan dan dibuat bersama bahkan kelompok tersebut tidak mempunyai
tujuan kecuali hanya tujuan-tujuan masing-masing anggota kelompok yaitu memelihara kambing secara pribadi dan cepat menggulirkan itu yang terjadi
pada kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia sedangkan kelompok KBS-KUBE Sumber Makmur cenderun dijual untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari dan
mengobati penyakit yang dialaminya. Faktor-faktor yang menghambat kohesivitas sosial intra kelompok yaitu antar
anggota kelompok tidak mempunyai rasa saling ketergantungan, kelompok belum bisa memberi manfaat bagi anggota dan anggota merasa tidak
dibutuhkan dalam kelompok. Faktor-faktor yang mendukung yaitu masing- masing anggota kelompok bertempat tinggal berdekatan satu sama lain dan
mempunyai permasalahan yang homogen pada pemeliharaan kambing dan permasalahan sosial serta ekonomi.
2. Kohesivitas Sosial Antar Kelompok KBS – KUBE Kohesivitas sosial antar kelompok KBS-KUBE yang terjadi di komunitas eks
penderita kusta adalah mempunyai tingkat kohesivitas yang rendah ini ditandai dengan tidak ada hubungan yang mengikat antara kelompok-
kelompok KBS-KUBE yang ada seperti pertemuan rutin atau acara yang bersifat kebersamaan yang tumbuh dari inisiatif kelompok. Pertemuan yang
terjadi selama ini atas inisitaif koordinator KUBE atau Kepala Panti dengan munculnya berbagai permasalahan yang ada seperti banyak kambing yang
dijual atau mati maka seluruh anggota kelompok dipanggil di panti untuk mengadakan rapat guna menyelesaikan permasalahan tersebut sehabis itu
sudah tidak mempunyai ikatan atau hubungan lagi.
136
Faktor – faktor yang mendukung kohensivitas kelompok KBS-KUBE adalah adanya srtuktur organisasi yang mengikat semua komponen yang ada. Dan
struktur tersebut ada pada koordinator KUBE sekaligus sebagai pegawai panti. Disamping hal tersebut masih ada sifat kepatuhan anggota kelompok
KBS-KUBE terhadap panti. Faktor-faktor yang menghambat kohesivitas kelompok KBS-KUBE tempat tinggal yang berjauhan antar kelompok, tidak
mempunyai tujuan di tingkat pengurus KUBE, tidak mempunyai motivasi yang kuat untuk mengembangkan KUBE, karena mereka berpikir tidak mendapat
apa-apa di dalam kelompok. 3. Kohesivitas Sosial Komunitas Eks Penderita Kusta
Kohesivitas sosial komunitas eks penderita kusta terjadi bila mereka mempunyai keinginan komunitas seperti ingin mempertahankan tanah
pertanian yang selama ini sudah dikerjakan selama bertahun-tahun atau menginginkan sesuatu dari pemerintah misalnya adanya listrik masuk Dusun
Nganget atau pembuatan jalan dan sebagainya. Namun secara formal komunitas eks penderita kusta tidak mempunyai organisasi yang menyatukan
anggota komunitas. Faktor – faktor yang mendukung kohesivitas komunitas adalah adanya perasaan senasib yang begitu kuat diantara anggota
komunitas sedangkan faktor – faktor yang menghambat adalah banyaknya kelompok – kelompok dalam komunitas seperti diuraikan di atas.
Menyimak dan menelaah penjelasan di atas bahwa pemberdayaan komunitas eks penderita dapat dikaitkan dengan pendapat Foy 1994 menggambarkan
empat unsur utama pemberdayaan yang saling mengkait satu dengan lainnya. Pertama, pemberdayaan itu terfokus pada kinerja performance focus.
Masyarakat ingin melakukan pekerjaan baik. Organisasi yang memberdayakan membantu mereka untuk mendapatkannya. Kedua adalah real teams Foy, 1994
Kinerja yang baik berasal dari tim yang baik. Ketiga, pemberdayaan membutuhkan visible leadership Foy, 1994. Memberdayakan orangmasyarakat
membutuhkan seorang pemimpin yang mempunyai visi. Keempat, pemberdayaan membutuhkan komunikasi yang baik good communication
Foy, 1994. Organisasi kelompok KBS-KUBE merupakan wadah yang tepat untuk memberdayakan eks penderita kusta . Dengan organisasi kelompok KBS-
KUBE yang baik akan dapat membantu memberdayakan eks penderita kusta ditunjang dengan komunikasi dan seorang pemimpin yang mempunyai visi.
137
6.6. Analisis Tipe Kelompok KBS – KUBE
Tipe kelompok KBS – KUBE dipelajari berdasarkan dinamika yang terjadi dalam kelompok-kelompok tersebut. Tipe kelompok-kelompok KBS-KUBE ini dapat
dilihat dari berbagai apek seperti aspek kelembagaan yang meliputi strukturak dan kulturan, aspek sosial dan aspek ekonomi. Hasil analisis tipe kelompok ini
dapat dijelaskan sebagaimana dalam tabel 16. Tabel 16 . Tipe kelompok KBS – KUBE di Dusun Nganget Tahun 2005.
Aspek yang diamati Kelompok KBS - KUBE
Bangkit Mulia Sumber Makmur
1. Kelembagaan a. Struktural
b. Kultural ¾ Struktur organisasi ada
tetapi masing-masing belum berfungsi.
¾ Pola pengambilan
keputusan semua dilakukan oleh ketua RT.
¾ Komunikasi antar anggota KBS-KUBE melalui aktifitas
mengembala kambing. ¾ Ketua RT aktif memonitor
perkembangan kambing. ¾ Ikatan psikologis dengan
panti kuat. ¾ Perempuan tidak dilibatkan
dalam kepengurusan kelompok KBS-KUBE.
¾ Buku perkembangan
kelompok ada, tapi tidak pernah dipergunakan untuk
mencatat perkembangan kelompok.
¾ Aturan dibuat secara tidak tertulis
¾ Kerjasama dilakukan tanpa
pamrih ¾ Pengguliran
berjalan lancar
¾ Struktur organisasi ada tetapi masing-masing
belum berfungsi ¾ Anggota
mengambil keputusan sendiri-
sendiri, Pak RT tidak aktif.
¾ Komunikasi antar anggota KBS-KUBE
pengajian tahlilan. ¾ Ketua RT kurang aktif
memonitor perkembangan kambing.
¾ Ikatan psikologis
berdasarkan keaagaamaan
¾ Perempuan tidak dilibatkan dalam
kepengurusan kelompok KBS-KUBE.
¾ Buku perkembangan
kelompok ada, tapi tidak digunakan untuk
mencatat perkembangan kelompok.
¾ Aturan dibuat secara tidak tertulis
¾ Kerjasama dilaksanakan dengan imbalanupah
¾ Pengguliran mengalami
kemacetan
138
¾ Waktu pengembalaan dan pemberian makanan
tambahan ajeg ¾ Kepatuhan pada ketua RT
tinggi ¾ Tingkat solidaritas sesama
anggota ditunjukkan dengan menolong anggota yang lain
yang tidak bisa mengembala kambing.
¾ Terdiri dari berbagai paham idiologi NU dan LDII.
¾ Waktu pengembalaan
dan pemberian makanan tambahan tidak ajeg
¾ Kepatuhan pada ketua RT rendah
¾ Tingkat solidaritas sesama anggota belum
nampak. ¾ satu paham idiologi yaitu
NU.
2. Aspek Sosial
¾ Motivasi kelompok mulai tumbuh
¾ Peran masyarakat melalui ketetanggaan
¾ Interaksi dalam kelompok melalui pengembalaan
kambing secara bersama ¾ Mulai tumbuh kepedulian
sosial dalam kelompok. ¾ Sudah
melahirkan kelompok KBS-KUBE baru
¾ Ada rasa memiliki ¾ Motivasi
kelompok belum tumbuh
¾ Peran masyarakat
melalui lembaga keagamaan
¾ Interaksi dalam
kelompok melalui pengajian
¾ Belum tumbuh
kepedulian sosial dalam kelompok
¾ Belum melahirkan
kelompok KBS-KUBE baru
¾ Belum ada rasa memiliki 3. Aspek
Ekonomi ¾ Bantuan kambing
berkembang. ¾ Pendapatan anggota KBS-
KUBE 50 antara Rp. 301.000 – Rp. 600.000.
¾ Bantuan kambing dijual untuk memenuhi
kebutuhan hidup. ¾ Pendapat anggota KBS-
KUBE 70 antara Rp. 100.000 – Rp. 300.000
4. Tipe kelompok KBS-KUBE
Tipe kelompok KBS-KUBE Bangkit mulia lebih progresif daripada KBS-KUBE Sumber Makmur.
Sumber : Hasil wawancara dengan anggota KBS-KUBE Analisis tipe kelompok KBS – KUBE yang berada di permukiman eks penderita
kusta secara umum hampir sama namun ada beberapa hal yang menunjukkan perbedaan. KBS – KUBE Bangkit Mulia bila dilihat dari aspek kelembagaan yaitu
secara struktur pengambilan keputusan berada ditangan ketua RT dengan gaya
139
kepemimpinan semi otoriter, dan secara psikogis mempunyai ikatan yang kuat dengan panti ini disebabkan mereka sebelumnya mendapat pelayanan dari panti
dan masih banyak keluarga suami, istri, atau orang tua yang sampai sekarang dirawat dalam panti. Secara kultur kerjasama masih dilandasi dengan semangat
kegotongroyongan tanpa pamrih dan dalam pekerjaan khususnya mengembala kambing keluarga ikut bertanggungjawab artinya ada pembagian kerja yang baik
antara laki-laki dan perempuan. Bila ditinjau dari aspek sosial maka kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia peran
masyarakat dalam mendukung program KUBE melalui ketetanggaan sedangkan Sumber Makmur melalui lembaga keagamaan. Ini menandakan kepeduliaan
sosial antar tetangga masih terjalin dengan baik. Sedangkan secara ekonomi khususnya anggota kelompok KUBE tingkat ekonomi anggota kelompok Bangkit
Mulia lebih tinggi dibanding KBS-KUBE Sumber Makmur ini bisa dilihat dalam tabel 13.
Bila ditelaah lebih dalam maka pada tabel 16 dan analisis kekompakan yang meliputi: jejaring sosial, slidaritas sosial, integrasi sosial dan kohesivitas sosial
dapat diketahui bahwa diantara dua kelompok KBS-KUBE yang mendekati keberfungsian sosial adalah kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia dapat dilihat
dari beberapa aspek antara lain 1 aspek kelembagaan yaitu kerjasama dilakukan tanpa pamrih, pengguliran berjalan lancar, waktu pengembalaan dan
pemberian makanan tambahan, tingkat solidaritas sesama anggota tinggi; 2 aspek sosial yaitu motivasi kelompok mulai tumbuh, interaksi dalam kelompok
melalui pengembalaan kambing secara bersamam mulai tumbuh kepedulian sosial dalam kelompok, Sudah melahirkan kelompok KBS-KUBE baru, dan
sudah tumbuh rasa memiliki bantuan ternak kambing; 3 aspek ekonomi sudah bisa meningkatkan pendapatan keluarga ini ditandai dengan hasil beternak
kambing sudah bisa dibelikan peralatan pertukangan sehingga memperlancar pembuatan meubel, bisa untuk membeli TV, menambah uang saku anak
sekolah. Dengan keberadaan masing-masing KBS-KUBE yang ada maka dapat disusun berbagai alternatif strategi dalam pemberdayaan eks penderita kusta
melalui penguatan kelompok KBS-KUBE sehingga dapat berperan dalam pengembangan KBS-KUBE dan masyarakat yang lebih luas.
140
6.7. Strategi Penguatan Kelompok KBS – KUBE