111
Segi kultural memiliki norma-norma dan nilai-nilai dari segi struktural berupa pelbagai peranan sosial.
6.2.1. Aspek Struktural dalam kelembagaan Kelompok KBS - KUBE
Struktur kelompok ialah suatu sistem yang cukup tegas mengenai hubungan- hubungan antara anggota-anggota kelompok berdasarkan peranan-peranan dan
status-status mereka sesuai dengan sumbangan masing-masing dalam interaksi kelompok menuju ketujuannya. Gerungan : 2002 Jadi struktur dalam kelompok
itu terdiri dari susunan kedudukan-kedudukan fungsional anggota kelompok dalam kerjasamanya kearah tujuannya. Dengan kata lain, struktur itu adalah
susunan hirarkis antar anggota kelompok disertai pengharapan-pengharapannya bahwa tugas dan kewajiban yang diserahkan kepada anggota-anggota itu akan
diselesaikan dengan sewajarnya. Oleh karena itu tujuan kelompok adalah khas bagi kelompok yang bersangkutan,
demikian pula ciri-ciri pribadi dan kecakapan-kecakapan anggota serta interaksi kelompok kearah tujuannya adalah khas. Maka oleh karena struktur kelompok
yang bersangkutan adalah khas pula, sesuai dengan keadaan di dalam dan di luar kelompok. Berkenaan dengan struktur kelembagaan KUBE maka faktor-
faktor yang diamati meliputi : pelapisan sosial dalam kelompok, pola hubungan dan komunikasi dalam kelompok, kepemimpinan dalam kelompok dan konflik
dalam kelompok serta mekanisme kerja Kelompok Usaha Bersama.
6.2.1.1. Pelapisan Sosial dalam Kelompok KBS – KUBE
Dalam peta sosial di jelasakan bahwa pelapisan sosial di permukiman eks penderita kusta dusun Nganget kekayaan bukanlah hal yang menjadi prioritas
tetapi senioritas, keahlian ilmu pengetahuan terutama di bidang agama dan yang lebih khusus lagi adalah pegawai panti terlebih lagi didukung peranannya dalam
kegiatan-kegiatan kemasyarakatan. Untuk mengamati pelapisan sosial dalam kelompok dapat diamati dari jenis kelamin, pendidikan anggota, usia anggota,
pembagian kerja, pengambilan keputusan dalam kelompok, paham idiologi, pendapatan per bulan dan asal eks penderita kusta.
Pada umumnya anggota kelompok KBS - KUBE baik Bangkit Mulia maupun Sumber Makmur adalah laki-laki namun ada juga perempuan. Baik laki-laki
112
maupun perempuan mereka semua adalah pencari nafkah, mereka saling bergantian dalam pemeliharaan kambing tetapi ada juga yang sebagai pencari
nafkah utama karena suaminya meninggal dunia atau sakit tidak tidak bisa bekerja lagi seperti yang diungkapkan oleh Ibu Gpr 55 yaitu :
“……… menawi bapake kerja dateng tiang sanes biasanipun dikengken macul utawi kerja nopo mawon ingkang angen nggih kulo
niki ……..”
artinya bahwa kalau suaminya disuruh orang untuk kerja mencangkul ataupun kerja yang lain maka yang mengembala kambing adalah
istrinya.
Hal ini diungkapkan juga oleh pernyataan Ibu Drm 44 yaitu “ “…….. Ingkang pados penggesangan saben dintene nggih kulo wong
bapakipun sampun mboten saget menopo-menepo amargi sakit, kulo nggih kadang-kadang bakdho nyencang mendho niku merman
dikengkeni tiang-tiang dateng persil, sabin utowo menopo ke mawon…….”
Artinya bahwa yang mencari penghidupan setiap harinya adalah perempuan karena suami sudah tidak bisa apa-apa karena sakit,
kadang-kadang setelah mengembala kambing saya disuruh orang membantu di persil, sawah atau apa saja ……..”.
Dengan pernyataan tersebut bahwa peranan laki-laki dan perempuan dalam pengembalaan kambing adalah saling melengkapi. Bahkan yang sering
mengembala kambing adalah perempuan karena tempat pengembalaan dekat dengan permukiman warga sedangkan yang laki-laki cenderung mencari
penghasilan lain. Berikut ini adalah hasil wawancara terhadap dua kelompok KBS - KUBE sebagai terdapat dalam tabel 13.
113
Tabel 13. Pelapisan sosial dua kelompok KBS – KUBE di Dusun Nganget Tahun 2005
Pelapisan Sosial Kelompok Usaha Bersama
Bangkit Mulia Sumber Makmur
Jumlah Anggota
Jumlah Anggota
Jenis Kelamin a. Laki-laki
b. Perempuan 10
8 2
100 80
20 10
7 3
100 70
30 Usia Anggota
a. 20 – 30 Tahun b. 31 – 40 Tahun
c. 41 – 50 Tahun d.
51 10
1 -
4 5
100 10
- 40
50 10
1 2
5 2
100 10
20 50
20
Pembagian Kerja a. Ada
b. Tidak ada
10 -
10 100
- 100
10 -
10 100
- 100
Pengambilan Keputusan a. AnggotaPribadi
b. Ketua Kelompok
c. Musyawarah anggota
d. Pihak lain Ketua RT 10
- -
- 10
100 -
- -
100 10
6 -
- 4
100 60
- -
40 Afiliasi Lembaga Keagamaan
a. NU b. LDII
10 7
3 100
70 30
10 10
- 100
100 -
Asal Eks Penderita Kusta a. Pendatang
b. Bekas RS Kusta Nganget 10
- 10
100 -
100 10
10 -
100 100
- Pendapatan Per Bulan
a. 100.000,-
b. 100.000 – 300.000,- c. 301.000 – 600.000,-
d. 601.000 – 900.000, 10
- 4
5 1
100 -
40 50
10 10
1 7
2 -
100 10
70 20
- Pekerjaan
Petani Penggarap Tukang Kayu
Swasta Tidak Bekerja
10 8
1 1
- 100
80 10
10 -
10 7
2 -
1 100
70 20
- 10
Sumber : Wawancara dengan anggota kelompok KBS-KUBE Usia anggota Kelompok Usaha Bersama rata-rata di atas usia 41 tahun
mencapai 90 , untuk KBS - KUBE Bangkit Mulia 50 anggotanya di atas 51 Tahun sedangkan KBS - KUBE Sumber Makmur hanya 20 . Dengan usia yang
sudah semakin tua untuk anggota KBS-KUBE Bangkit Mulia lebih rajin dan sabar dalam pemeliharaan kambing bahkan setiap hari kambing dicombor makan
dedegkatul campur air dan garam sedikit supaya cepat gemuk karena mereka
114
berprinsip bahwa memelihara kambing disamping untuk kegiatan ekonomis juga untuk hiburan sehingga kambing dipelihara dengan baik dan bahkan sangat
disayangi seperti yang diungkapkan oleh Pak Gpr 49 yaitu : “ …….. bahwa sebenarnya secara ekonomi dan jangka pendek
memelihara kambing itu rugi, karena tiap hari mengeluarkan uang untuk membeli katuldedeg setiap minggu kambing 7 ekor ini
menghabiskan dedegkatul sampai 10 kg per Minggu, harga per kilonya sampai di permukiman Rp. 1.000,- jadi setiap minggunya
saya mengelurkan uang sebesar Rp. 10.000,- Namun saya ikhlas dan senang karena kambing-kambing saya menjadi gemuk itu jadi
hati saya sudah terhibur dan kalau sewaktu-waktu saya butuh uang tinggal menjual……”
Kelompok KBS - KUBE Sumber Makmur rata-rata anggotanya masih berusia produktif yaitu mencapai 50 , dengan usia yang produktif maka tingkat
mobilisasi sosial lebih tinggi dibanding dengan kelompok KBS – KUBE Bangkit Mulia sehingga banyak kambing yang tidak terpelihara dengan baik.
Seperti yang diungkapkan oleh Pak Krl 23 yaitu : “ ………. Bahwa pekerjaan saya adalah tukang kayu sehingga saya
sering dipanggil orang kesana-kemari dan saya juga belum berumah tangga sehingga kambing tidak terurus dan akhirnya saya jual ……..”
Pendidikan formal anggota Kelompok Usaha Bersama baik kelompok KBS - KUBE Bangkit Mulia maupun Sumber Makmur sebagian besar tidak tamat
Sekolah Dasar sampai tamat Sekolah Dasar hanya dua orang yang tamat Sekolah Menengah Pertama. Rendahnya tingkat pendidikan disebabkan waktu
itu mereka dari kecil penyakit yang dideritanya sudah mulai nampak dan kebanyakan dari keluarga yang tidak mampu. Seperti diungkapkan oleh Pak Amr
45 yaitu : “……..bahwa dari kecil sampai Sekolah Dasar penyakit saya ini belum
kelihatan menginjak kelas tiga Sekolah Menengah Pertama mulai kelihatan, saya mulai dijauhi oleh teman-teman dan saya mulai
minder namun tetap saya tahan sampai akhirnya saya lulus dari SMP ……”
Untuk melanjutkan sekolah orang yang mempunyai penyakit kusta sangat sulit karena masih ada stigma dari masyarakat yang selalu melekat padanya yaitu
masyarakat menyebut penyakit tersebut akibat kutukan atau kalau berdekatan bisa menular sehingga sangat sulit untuk bergaul dengan masyarakat pada
umumnya.
115
Pembagian tugas dalam kelompok KBS - KUBE disusun secara sederhana terdiri atas ketua, sekretaris dan bendahara. Kepengurusan ini hanya sekedar
memenuhi persyaratan untuk mendapatkan bantuan dari program bantuan kesejahteraan sosial tanpa diketahui tugasnya dengan jelas. Karena di atas lima
kelompok KBS - KUBE yang ada ini ada kepengurusannya lagi yang menaungi yaitu Kelompok Usaha Bersama KUBE. Kepengurusan inilah yang aktif dan
jelas pembagian tugasnya. Kepengurusan ini terdiri dari tokoh agamamasyarakat dan masing-masing ketua RT. Masing-masing ketua RT
diberi wewenang untuk mengatur, mengawasi dan mengontrol KBS - KUBE di RT –nya masing-masing.
Dengan pemberian wewenang tersebut akhirnya pengambilan keputusan selalui diserahkan kepada ketua RT. Kelompok KBS – KUBE Bangkit Mulia ketua RT-
nya cukup aktif dan kebetulan dia tidak ada pekerjaan yang pasti karena kebutuhan hidupnya dipenuhi oleh anaknya, sehingga mempunyai waktu untuk
selalu memonitor KBS - KUBE yang berada dalam kewenangannya. Dalam KUBE Bangkit Mulia 100 keputusan diambil oleh ketua RT yang sekaligus
sebagai sekretaris pengurus KUBE. Di permukiman eks penderita Nganget tidak bisa lepas dengan kelompok-
kelompok masyarakat yang ada. Pada Kelompok KBS - KUBE Bangkit mulia anggota cukup beragam 70 warga Nahdatul Ulama dan 30 warga LDII,
namun mereka dipersatukan kelompok sosial, karena mereka berangkat ke permukiman dengan gerbong yang sama yaitu bantuan dari Departemen Sosial.
Berbeda dengan KUBE Sumber Makmur 100 warga Nahdatul Ulama yang sangat rutin mengikuti tahlilan setiap satu minggu sekali walaupun pada awalnya
mereka tidak mengenal satu dengan yang lain. Pendapatan diantara dua KUBE hampir sama yaitu KUBE Bangkit Mulia 50
berpendapatan tiap bulan antara Rp. 301.000 - 600.000 sedangkan KUBE Sumber Makmur 70 pendapatan per bulan anggotanya sebesar Rp. 100.000 –
300.000,- . Ada yang lebih menonjol diantara dua KUBE yaitu masing-masing 10 ada anggota yang berpenghasilan tertinggi dan terendah. Ini disebabkan
karena anggota dari KBS – KUBE Bangkit Mulia ada yang bekerja di luar permukiman sehingga pendapatan lebih tinggi sedangkan di KUBE Sumber
Makmur juga penderita namun usia sudah sangat tua dan tidak berpenghasilan.
116
Dengan tingkat pendidikan yang rendah, pendapatan yang tidak mencukupi kebutuhan dan ditambah dengan persoalan-persoalan yang lain sehingga
peranan individu dalam kelompok sangat kurang. Seperti yang dikemukakan oleh Soekanto 2005 bahwa peranan dapat dikatakan sebagai perilaku yang penting
bagi struktur sosial masyarakat. Kurang adanya spesialisasi tugas menjadikan individu kurang berperan dalam setiap aktifitas kelompok sehingga struktur
kelompok akan tampak statis, apalagi jika kemampuan sumber daya yang dimilikinya sangat lemah maka intervensi dari luar akan sangat besar
pengaruhnya terhadap perkembangan sebuah kelompok.
6.2.1.2. Pola Hubungan dan Komunikasi Dalam Kelompok
Pola hubungan dan komunikasi dalam kelompok yang berkaitan dengan aspek struktur diamati dari derajat kedekatan anggota dalam kelompok serta bentuk
bentuk hubungan dan ikatan dalam kelompok. Sedangkan pola komunikasi dalam kelompok diamati dari intensitas komunikasi dalam kelompok dan antar
kelompok baik horizontal maupun vertikal serta sarana komunikasi yang digunakan. Hubungan yang dinamis dalam kelompok dengan komunikasi yang
baik dan lancar akan memperkuat tingkat kohesivitas kelompok tersebut. Derajat kedekatan anggota dalam kelompok untuk kedua kelompok KBS - KUBE
hampir sama perasaan senasib membawa dampak adanya ikatan emosional yang kuat. Perasaan senasib akan muncul apabila kelompok – kelompok
tersebut mempunyai kepentingan yang sama dalam menghadapi sesuatu. Namun dalam kelompok KBS - KUBE mereka juga bisa bersifat egois bila antar
anggota kBS - KUBE mempunyai kepentingan yang tidak sama. Seperti yang muncul dalam diskusi kelompok yang diungkapkan oleh Ibu Drm 44 yaitu :
“……….. bahwa kambing yang sakit itu adalah urusan mereka masing-masing mau memanggil mantri atau tidak, kalau disuruh
membantu maka saya tidak mau karena tidak punya uang …….”
Ketidakmauan mereka membantu sesama anggota kelompok dapat disebabkan susahnya mencari penghasilan karena keterbatasan pekerjaan, mereka hanya
bisa mencari penghasilan di permukiman saja atau di sekitarnya yang sudah terbiasa menerima mereka.
Hubungan atau komuikasi anggota dalam kelompok pada umumnya menggunakan media lisan atau tatap muka antar personal. Pranadji 2003
117
menyatakan bahwa hubungan atau komunikasi menggunakan media lisan dan tatap muka personal menjadi ciri umum yang mendasari solidaritas
ketetanggaan. Masing-masing kelompok KBS - KUBE selama ini tidak pernah mengadakan pertemuan. Pertemuan hanya dilakukan oleh pendamping KUBE
yang berkedudukan di dalam panti selama ini pertemuan baru dilaksanakan sebanyak 4 kali. Sesuai dengan pernyataan Ibu Smh 49 yaitu :
“……..Bahwa pertemuan masing-masing kelompok memang tidak pernah ada namun kalau pertemuan seluruh KUBE yang ada kira-kira
sudah 4 empat kali dan dilaksanakan di panti yang pertama pada saat akan ada bantuan; kedua pada saat akan menerima bantuan;
ketiga pada saat pembagian kelompok dan yang keempat pada saat pembagian bantuan kambing setelah itu tidak pernah ada lagi ……..”
Pertemuan yang diadakan hanya pada tingkat pengurus KUBE yang menaungi kelompok-kelompok KBS - KUBE. Pertemuan itu dilaksanakan setiap 4 bulan
sekali itu diadakan untuk membahas perkembangan simpan pinjam dan permasalahan-permasalahan yang ada pada masing-masing kelompok KBS -
KUBE. Dengan jarangnya pertemuan yang dilaksanakan di permukiman ini juga berkaitan dengan keterbasatan fisik yang ada pada eks penderita kusta itu
sendiri. Setelah seharian bekerja mereka cukup lelah sehingga frekwensi pertemuan dengan tetangga juga terbatas hanya pada sore hari setelah pulang
dari sawah atau persil. Dan pada malam hari mereka beristirahat dalam rumah.
6.2.1.3. Kepemimpinan Dalam Kelompok KBS - KUBE
Poinsioen 1969 sebagaimana dikutip Pranadji 2003 menyatakan bahwa kepemimpinan adalah salah satu penggerak utama perubahan masyarakat,
leadership as a prime mover of social changes. Aspek kepemimpinan sangat menentukan kemajuan masyarakat. Kemajuan suatu kelompok sangat ditentukan
oleh ciri kepemimpinan yang melekat pada para pemimpinnya. Berdasarkan hasil wawancara anggota kelompok bahwa pada kedua kelompok
KBS - KUBE baik Bangkit Mulia maupun Sumber Makmur pemilihan ketua masing – masing KBS - KUBE berdasarkan penunjukkan ketua RT masing-
masing melalui musyawarah pengurus KUBE yang menaungi masing-masing kelompok KBS - KUBE. Sesuai dengan pernyataan Pak Rls 65 yaitu :
“………bahwa pada siang hari kami dipanggil oleh kepala panti dan kami diberi tugas untuk membentuk 5 kelompok yang terdiri dari
masing –masing kelompok 10 orang karena akan ada bantuan, maka
118
pada malam harinya kami berkumpul di rumah Pak Rks untuk membicarakan masalah tersebut dan kami selesaikan tugas
membentuk kelompok sekaligus pengurusnya dan pagi harinya kami serahkan kepada kepala panti……..”.
Kepemimpinan dalam kedua kelompok KBS-KUBE tersebut tidak berfungsi ini disebabkan ketua kelompok adalah hasil penunjukkan dari pengurus Kelompok
Usaha Bersama.
6.1.2.4. Konflik Dalam Kelompok KBS - KUBE
Konflik adalah pertentangan antara sua pihak atau lebih. Konflik dapat terjadi antar individu, antar kelompok kecil atau besar. Dalam mengelola sebuah
kelompok seperti KBS - KUBE tentunya konflik sering terjadi terutama berkaitan dengan keragaman kebutuhan dan kepentingan anggota dalam kelompok.
Semakin beragamnya tujuan setiap anggota semakin besar pula kemungkinan terjadinya konflik. Konflik dalam kelompok KBS - KUBE pada umumnya
merupakan suatu dinamika yang ada dalam perkembangan kelompok. Pola konflik yang terjadi dalam kelompok KBS - KUBE umumnya bersifat
interpersonal, namun tidak menutup kemungkinan bisa meluas pada kelompok yang lain. Sesuai dengan pernyataan Ibu Smh 49 yaitu :
“…….. sampun dados keputusanipun pengurus menawi mendho bantuan niku mboten saget dipun sadhe, niku medhonipun Bu Rks
kok dipun sadhe malah ditumbasake kalung, pengurus KUBE sampun mangertos nanging mendhel mawon ……..”
Artinya sudah menjadi keputusan pengurus bahwa kambing bantuan tidak boleh dijual, tapi kambingnya bu Rks di jual dan dibelikan
perhiasan, pengurus KUBE sudah mengetahuinya tetapi diam saja
Konflik akan terjadi bila pengurus KUBE sendiri tidak konsisten dengan peraturan yang dibuatnya sendiri, walaupun peraturan itu sifatnya tidak tertulis. Penyebab
lain bisa terjadi karena faktor kurangnya komunikasi maupun lemahnya kepemimpinan dalam kelompok. Lemahnya komunikasi ini bisa disebabkan
karena kurang adanya pertemuan baik internal kelompok maupun antar kelompok KBS - KUBE yang ada. Konflik juga mempunyai aspek – aspek positif
seperti memperkuat identitas kelompok, meningkatkan prestasi kelompok Jehn, 1995 dalam Sarwono 2001 memberi peluang untuk belajar, dan meningkatkan
konsensus Franz Jin, 1995 dalam Sarwono 2001.
119
6.2.1.5. Mekanisme Kerja KUBE
Mekanisme KUBE yang ada di permukiman eks penderita kusta barangkali berbeda dengan KUBE di daerah lain. Mekanisme kerja KUBE di permukiman
eks penderita kusta yaitu bantuan disaluran melalui panti. Didalam panti ada koordinator KUBE yang dijabat oleh eselon IV dan mereka mempunyai staf yang
disebut sebagai pendamping. Jumlah pendamping ada lima orang sesuai dengan jumlah kelompok KBS - KUBE yang ada. Dibawah Koordinator dan
pendamping ada pengurus yang yang berjumlah enam orang terdiri dari tokoh masyarakat, tokoh agama dan Ketua RT disebut sebagai Pengurus KUBE ,
dalam kepengurusan KUBE mempunyai kegiatan usaha simpan pinjam dan kelompok KBS - KUBE yang berjumlah lima kelompok.
Struktur Organisasi Kerja KUBE dapat digambarkan sebagai berikut : Gambar 8. Struktur Organisasi KUBE di Dusun Nganget Tahun 2005
Sumber : Koordinator KUBE Tahun 2005
Ket. : = Garis Komando, = Garis Koordinasi, = Garis Pendamping, =Grs Kegiatan
KBS – KUBE Sumber
Rejeki Dinas Sosial
Panti
Pengurus KUBE Tokoh Masyarakat
KBS – KUBE Bangkit
Mulia Koordinator Umum
Koordinator I Koordinator II
KBS – KUBE Barokah
KBS – KUBE Sumber
Makmur KBS – KUBE
Bina Usaha Pendamping
Pendamping
Pendamping
Pendamping Pendamping
Usaha Simpan Pinjam
KBS - KUBE
120
Dalam pengelolaannya dilaksanakan secara hirarkis mulai Pembina yang dijabat oleh Kepala Panti, dibawahnya koordinator lalu pendamping, pengurus KUBE
dan yang paling bawah pengurus kelompok KBS - KUBE. Secara struktural pengurus KBS – KUBE akan melaporkan permasalahan kelompok kepada
Pengurus KUBE selanjutnya pengurus KUBE melanjutkan kepada Koordinator KUBE dan seterusnya sampai kepada Pembina KUBE.
Namun yang terjadi pengurus KBS – KUBE baik kelompok KBS – KUBE Bangkit Mulia maupun Sumber Makmur tidak berfungsi sehingga diambil alih oleh ketua
RT masing-masing yang secara langsung juga menjadi pengurus KUBE. Bagi kelompok KBS-KUBE Bangkit Mulia yang mempunyai Ketua RT rajin dan sering
mengadakan monitoring maka KBS – KUBE dapat berkembang namun untuk kelompok KBS-KUBE Sumber Makmur sedikit mengalami hambatan dalam
perkembagannya. Ketua RT tidak bisa selalu memonitor perkembangan KBS – KUBE akhirnya anggota KBS – KUBE bertindak sesuai dengan kebutuhan yang
dia rasakan seperti menjual kambing untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari. Bila ditelaah lebih dalam mekanisme kerja KUBE secara hirarkis
petanggungjawaban antar unit organisasi tidak jelas adanya jabatan rangkap yang disandang oleh pengurus KUBE. Selain sebagai pengurus KUBE mereka
juga menjadi ketua RT yang bertanggungjawab terhadap perkembangan KUBE. Kelemahan dari mekanisme kerja KUBE karena masing-masing unit tidak
mengetahui siapa bertanggungjawab kepada siapa, karena tidak ada penjelasan secara tertulis dan mekenisme tersebut hanya diketahui orang-orang yang
berada dalam panti tanpa melibatkan pengurus dan anggota KBS-KUBE yang ada.
6.2.2. Aspek Kultur dalam kelembagaan KBS - KUBE