menggunakan skala Likert. Skala Likert merupakan skala yang dapat menunjukkan tanggapan konsumen terhadap dua produk.
2. Analisis deskriptif Analisis kepuasan pelanggan sering kali hanya mengetahui pelanggan tersebut
puas atau tidak dengan menggunakan analisis statistik secara deskriptif, seperti perhitungan rata-rata, nilai distribusi serta standar deviasi. Analisis kepuasan
pelanggan sebaiknya dilanjutkan dengan cara membandingkan hasil kepuasan tahun lalu dengan hasil tahun ini sehingga kecenderungan perkembangannya
dapat ditentukan. Analisis deskriptif dalam penelitian ini digunakan untuk menunjukkan karakteristik dan informasi mengenai perilaku konsumen.
3. Pendekatan secara terstruktur Pendekatan ini sering kali digunakan untuk mengukur kepuasan pelanggan.
Salah satu teknik yang paling terkenal adalah sematic differential dengan menggunakan prosedur scalling. Caranya adalah responden diminta untuk
memberikan penilaiannya terhadap suatu produk atau fasilitas. Penilaian ini juga dapat dilakukan dengan membandingkan suatu produk atau fasilitas
lainnya dengan syarat variabel yang diukur sama. Salah satu bentuk pendekatan secara terstruktur adalah analisis Importance Performance Matrix.
Matriks ini terdiri dari empat kuadran yaitu kuadran pertama terletak di sebelah kiri atas, kuadran kedua di sebelah kanan atas, kuadran ketiga di sebelah kiri
bawah, dan kuadran keempat di sebelah kanan bawah.
3.1.8.2 Pengukuran Loyalitas Konsumen
Menurut Aaker 1997, loyalitas konsumen dapat diukur berdasarkan tingkatan sebagai berikut:
1. Switch Buyer
Pembeli yang termasuk dalam tingkatan ini memiliki tingkat loyalitas yang paling dasar. Semakin sering pembelian konsumen berpindah dari satu
merk ke merk lain mengindikasikan bahwa mereka tidak loyal atau tidak tertarik pada merk tersebut, karena semua merk dianggap memadai dan memegang
peranan kecil dalam keputusan pembelian. Ciri yang paling terlihat pada kategori ini adalah konsumen membeli suatu produk karena harganya yang
murah.
2. Habitual Buyer
Pembeli yang termasuk pada tingkatan ini berarti mengalami kepuasan dalam mengkonsumsi merk suatu produk. Mereka mengkonsumsi suatu merk
hanya berdasarkan kebiasaan selama ini, sehingga tidak ada alasan yang kuat baginya untuk membeli merk produk lain atau berganti merk, terlebih jika
peralihan tersebut membutuhkan usaha, biaya dan pengorbanan lain. 3.
Satisfied Buyer Pembeli pada tingkatan ini termasuk dalam kategori konsumen yang puas
dengan merk yang mereka konsumsi. Namun, pembeli pada kategori ini dapat menanggung switching cost atau biaya peralihan merk atau perubahan yang
dilakukan merk tersebut sehingga membutuhkan biaya peralihan untuk mendapatkannya. Konsumen kategori ini rela menanggung biaya peralihan
untuk mendapatkan merek yang akan dikonsumsinya tersebut. 4.
Liking the Brand Pada kategori ini pembeli yang sungguh
–sungguh menyukai merek tersebut. Pada tingkatan ini dijumpai perasaan emosional terhadap merek. Rasa
suka didasari oleh asosiasi yang berkaitan dengan simbol, rangkaian pengalaman menggunakan merek tersebut sebelumnya, atau persepsi kualitas yang tinggi.
5. Commited Buyer
Pada tahap kategori ini pembeli merupakan pelanggan yang setia. Mereka mempunyai kebanggaan dalam menggunakan suatu merek. Bahkan
merek menjadi sangat penting baik dari segi fungsi maupun sebagai ekspresi siapa pengguna sebenarnya. Ciri yang terlihat adalah kesediaan untuk
merekomendasikan dan mempromosikan merek yang digunakan kepada orang lain.
Bagi merek yang mempunyai brand equity yang kuat, tingkatan dalam brand loyality-nya diharapkan membentuk segitiga terbalik. Segitiga terbalik
memiliki arti bahwa semakin ke atas semakin melebar sehingga diperoleh jumlah commited buyer yang lebih besar daripada switcher buyer seperti tampak pada
Gambar 6.
Commited Buyer Linking The Brand
Satisfied Buyer Habitual Buyer
Switcher Buyer
Gambar 6. Piramida Loyalitas Merek
Sumber : Engel et al 1994
3.1.9 Konsep Loyalitas Konsumen