Penanda Ketidaksantunan Pragmatik Menghilangkan Muka

Tuturan E9: keluhan yang bersifat mempermalukan mitra tutur terkait dengan perhatian yang diberikan mitra tutur kepada penutur berbeda dengan siswa yang lain.

4.3 Pembahasan

Hasil dari kajian yang dilakukan terhadap tuturan yang ada di dalam interaksi antara guru dan siswa SMA Stella Duce 2 Yogyakarta tahun ajaran 20122013 ditemukan beberapa tuturan yang mengandung ketidaksantunan. Tuturan-tuturan yang mengandung ketidaksantunan tersebut terbagi menjadi jenis ketidaksantunan a melecehkan muka, b memain-mainkan muka, c kesembronoan, d mengancam muka, dan e menghilangkan muka. Data tuturan yang diperoleh menunjukkan bahwa ada penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik yang digunakan sebagai acuan untuk menentukan ke dalam jenis ketidaksantunan jenis tertentu. Penanda ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, dan diksi. Sedangkan penanda pragmatik dapat dilihat berdasarkan situasi, suasana, dan implikatur tambahan.

4.3.1 Melecehkan muka

Berdasarkan hasil temuan peneliti, dari sebanyak 65 tuturan, 19 tuturan diantaranya merupakan jenis ketidaksantunan berbahasa yang melecehkan muka mitra tuturnya. Ketidaksantunan berbahasa yang melecehkan muka mitra tuturnya mendominasi tuturan antara guru dan siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 20122013 selama bulan November 2012. Tuturan yang tidak santun tersebut tidak terlepas dari adanya penanda ketidaksantunan linguistik dan konteks yang menyertai tuturan tersebut. Ketidaksantunan berbahasa yang melecehkan muka mitra tuturnya menurut Miriam A. Locher 2008:3 adalah ‘impoliteness is behavior that is face-aggravating in a particular context’. Jadi, bahwa ketidaksantunan berbahasa itu menunjuk pada perilaku ‘melecehkan’ muka face-aggravate. Perilaku berbahasa yang tidak santun itu tidak sekadar perilaku yang mengancam muka seperti yang dijelaskan Leech 1983. Dalam pandangannya, sebuah tuturan akan dikatakan tidak santun kalau tuturan tersebut melecehkan muka mitra tuturnya dan membuat luka hati mitra tutur. Berikut ini adalah contoh tuturannya. A3 Astagaaaa, emang lo pikir, lo paling bener gituuu, bu? Konteks tuturan: Tuturan ini dituturkan pada saat kegiatan evaluasi setelah beberapa kelompok maju untuk presentasi. Mitra tutur memberikan evaluasi terkait dengan materi dan penampilan siswa. Penutur merasa bahwa mitra tutur tersebut seolah-olah sengaja mencari kesalahan penutur. A4 Kalau kalian tidak punya catatan, ya, salah kalian sendiri kalau kuis nilainya jeblok Konteks tuturan: Tuturan ini dituturkan sesaat setelah salah satu kelompok presentasi maju ke depan. Penutur menyampaikan bahwa materi yang dipresentasikan ialah bahan untuk kuis. Penutur mengatakan kepada mitra tutur karena tidak mencatat bahan yang dipresentasikan A11 Ini kamu copy paste atau bikin sendiri? Kok bahasanya bagus sekali? Konteks tuturan: Tuturan ini dituturkan pada saat penutur baru saja mengoreksi tugas mitra tutur. Penutur menemukan bahasa dalam karangan mitra tutur sangat bagus, padahal penutur mengetahui kemampuan menulis mitra tutur. Penutur memanggil mitra tutur. A13 Wo, lha iki ki piye to jane le dikte ki? Konteks tuturan: Tuturan ini dituturkan pada saat mitra tutur mendikte dan dianggap oleh penutur salah-salah dalam membacakannya. Penutur merasa kesal karena mitra tutur tersebut selalu salah dalam mengeja A19 Buk, kenapa kok sering kasih kuis dadakan? Senang ya nilai kita jelek? Pelajaran kita hari ini nggak punya ibuk saja, tapi masih banyak Konteks tuturan: Tuturan ini dituturkan pada saat penutur mendatangi mitra tutur di meja piket pada saat jam istirahat untuk menyampaikan ketidaksukaan penutur kepada mitra tutur karena sering memberikan kuis dadakan. Penutur merasa kesal kepada mitra tutur. Tuturan A3, A13 dan A19 merupakan wujud ketidaksantunan linguistik dari tuturan siswa kepada gurunya yang telah ditranskrip. Tuturan A4 dan A11 merupakan wujud ketidaksantunan linguistik dari tuturan guru kepada siswanya. Tuturan A3, A4, A11, A13, dan A19 merupakan jenis ketidaksantunan yang melecehkan muka mitra tuturnya karena dilihat dari penanda ketidaksantunan linguistik dan penanda ketidaksantunan pragmatiknya. Penanda ketidaksantunan linguistik dapat dilihat berdasarkan nada, tekanan, intonasi, serta diksi dalam tuturan tersebut. Hal ini sejalan dengan pendapat Pranowo 2009:76 yang menyatakan bahwa penentu kesantunan dalam bahasa verbal lisan meliputi aspek intonasi, aspek nada bicara, faktor diksi, dan faktor struktur kalimat. Nada dalam tuturan lisan sangat berpengaruh terhadap kesantunan berbahasa seseorang Pranowo, 2009:77. Nada dalam tuturan A3, A4, A11, dan A19 termasuk nada sedang sedangkan nada dalam tuturan A13 termasuk nada tinggi. Nada dalam tuturan A3, A13, dan A19 tersebut menunjukkan kadar kesantunan yang rendah karena tuturan tersebut dituturkan dari siswa ke guru secara langsung dalam situasi formal pembelajaran. Begitu pula dengan nada dalam tuturan A4 dan A11 juga menunjukkan kadar kesantunan yang rendah karena dituturkan dari seorang guru kepada siswanya secara langsung pula. Nada sedang maupun nada tinggi menggambarkan suasana hati penuturnya Pranowo, 2009:77. Jika suasana hati sedang marah, emosi, nada bicara penutur menaik keras, kasar sehingga terasa menakutkan. Nada dalam tuturan A3 menunjukkan suasana hati penutur yang sedang kecewa karena mitra tutur memberikan komentar yang melukai hati penutur karena presentasi yang baru saja dilakukannya. Nada dalam tuturan A4 menunjukkan suasana hati penutur yang kecewa karena melihat siswa-siswa lain termasuk mitra tutur tidak mencatat bahan presentasi yang dipresentasikan dengan temannya yang lain. Nada dalam tuturan A11 menunjukkan suasana hati penutur yang ingin mengonfirmasi kepada mitra tutur terkait pekerjaan yang dikumpulkan karena dirasa bahasa yang digunakan terlalu bagus untuk siswa kelas X. Nada dalam tuturan A13 menunjukkan kekesalan penutur karena mitra tutur selalu salah dalam