Tujuan sebuah tuturan Konteks Tuturan

2.4.6 Rangkuman

Berdasarkan definisi konteks di atas, dapat disimpulkan bahwa konteks sangat diperlukan dalam pragmatik. Pengertian konteks dapat didefinisikan sebagai berikut, konteks merupakan segala sesuatu yang berkaitan dengan situasi dan kondisi penutur dan mitra tutur yang mempunyai latar belakang pemahaman dan asumsi yang sama terhadap suatu hal dalam berkomunikasi. Konteks tersebut meliputi penutur, mitra tutur, di mana, kapan, tujuan tutur, usia, jenis kelamin, emosi, motivasi, kepercayaan penutur dan mitra tutur, latar belakang pengetahuan penutur dan mitra tutur, status sosial, jarak sosial, dan hal-hal lain yang mendukung tuturan seperti adanya tindak verbal dan tindak perlokusi dari suatu tuturan.

2.5 Bunyi Suprasegmental

Bunyi-bunyi yang bisa disegmentakan disebut bunyi segmental, misalnya bunyi vokoid dan bunyi kontoid. Bunyi-bunyi yang tidak dapat disegmen-segmen karena kehadiran bunyi tersebut selalu diiringi, atau ditemani bunyi segmental bak vokoid maupun kontoid bunyi tersebut disebut bunyi suprasegmental atau bunyi nonsegmental. Bunyi-bunyi suprasegmental dikelompokkan menjadi empat jenis aspek yaitu a tinggi- rendah bunyi nada, b keras-lemahnya bunyi tekanan, c panjang-pendek bunyi tempo, dan d kesenyapan jeda Muslich, 2008:61-63.

2.5.1 Tinggi-Rendah Nada, Tona,

Pitch Aspek nada dalam bertutur lisan memengaruhi kesantunan berbahasa seseorang. Nada adalah naik turunnya ujaran yang menggambarkan suasana hati penutur ketika sedang bertutur. Jika suasana hati sedang senang, nada bicara penutur menaik dengan ceria sehingga terasa menyenangkan. Jika suasana hati sedang sedih, nada bicara penutur menurun dengan datar sehingga terasa menyedihkan. Jika suasana hati sedang marah, emosi, nada bicara penutur menaik keras, kasar sehingga terasa menakutkan. Nada bicara penutur selalu berkaitan dengan suasana hati penuturnya Pranowo, 2009:77. Dalam penuturan bahasa Indonesia, tinggi-rendahnya suara tidak fungsional atau tidak membedakan makna. Ketika penutur mengucapkan [aku], [m mbaca], [buku] dengan nada tinggi, sedang, atau rendah maknanya sama saja. Oleh karena itu, dalam kaitannya dengan pembedaan makna nada dalam bahasa Indonesia tidak fonemis. Namun, ketidakfonemisan ini tidak berarti nada tidak ada dalam bahasa Indonesia. Hal ini disebabkan oleh adanya faktor ketegangan pita suara, arus udara, dan posisi pita suara saat bunyi itu diucapkan. Muslich, 2008:112.

2.5.2 Keras-Lemah Tekanan, Aksen,

Stress Tekanan pada bunyi ialah besarnya tenaga yang digunakan untuk mengucapkan bunyi dan tergantung kepada desakan udara ke luar dari paru- paru. Tekanan mempunyai pengaruh yang besar terhadap bunyi dan arti Lubis, 1985:22. Bunyi-bunyi segmental yang diucapkan tidak lepas dari keras atau lemahnya bunyi. Hal ini disebabkan keterlibatan energi otot ketika bunyi itu diucapkan. Suatu bunyi dikatakan mendapatkan tekanan apabila energi otot yang dikeluarkan lebih besar ketika bunyi itu diucapkan. Sebaliknya suatu bunyi dikatakan tidak mendapatkan tekanan apabila energi otot yang dikeluarkan lebih kecil ketika bunyi itu diucapkan. Praktiknya, kerasnya bunyi juga berpengaruh pada ketinggian bunyi. Buktinya tekanan keras dengan nada rendah pun bisa diucapkan oleh penutur bahasa, Hal ini sangat tergantung pada fungsinya dalam komunikasi. Variasi tekanan dapat dibedakan menjadi empat yaitu 1 tekanan keras, 2 tekanan lemah, 3 tekanan rendah, dan 4 tidak ada tekanan. Penekanan makna dibedakan menjadi dua tataran yaitu tataran kata, tekanan yang bersifat silabis dan tataran kalimat, tekanan leksis. Tekanan dalam tuturan bahasa Indonesia berfungsi membedakan maksud dalam tataran kalimat sintaksis tetapi tidak berfungsi membedakan makna dalam tataran kata leksis Muslich, 2008:113. Tidak semua kata dalam kalimat ditekankan sama, hanya kata-kata yang dianggap penting atau dupentingkan yang mendapatkan tekanan. Oleh karena itu, pendengar atau mitra tutur harus mengetahui maksud di balik makna tuturan yang didengarkannya.