Tindak Ilokusi Tindak Tutur

2.3.3 Tindak Perlokusi

Tuturan juga seringkali mempunyai daya pengaruh perlocutionary force , atau efek bagi yang mendengarkannya. Efek atau daya pengaruh ini dapat secara sengaja atau tidak sengaja dikreasikan oleh penuturnya. Tindak tutur yang pengutaraannya dimaksudkan untuk mempengaruhi lawan tutur disebut dengan tindak perlokusi Wijana, 2011: 24. Tindak tutur ini disebut the act of affecting something . Wijana 2011:24-26 memberikan beberapa contoh berikut. 7 Rumahnya jauh 8 Kemarin saya sangat sibuk 9 Televisinya 20 inci Kalimat 7, 8, dan 9 mengandung lokusi dan ilokusi bila dipertimbangkan konteks situasi tuturnya, serta perlokusi jika penutur mengkreasikan daya pengaruh tertentu kepada lawan tuturnya. Bila kalimat 7 diutarakan oleh seorang ketua perkumpulan, maka ilokusinya adalah secara tidak langsung menginformasikan bahwa orang yang dibicarakan tidak dapat terlalu aktif di dalam organisasinya. Adapun efek perlokusi yang mungkin diharapkan agar ketua tidak terlalu banyak memberikan tugas kepadanya. Bila kalimat 8 diutarakan oleh seseorang yang tidak dapat menghadiri undangan rapat kepada orang yang mengundangnya, kalimat ini merupakan tindak ilokusi untuk memohon maaf, dan perlokusi efeknya yang diharapkan adalah orang yang mengundang dapat memakluminya. Bila kalimat 9 diutarakan oleh seseorang kepada temannya pada saat akan diselenggarakannya siaran langsung kejuaraan dunia tinju kelas berat, kalimat ini tidak hanya mengandung lokusi, tetapi juga ilokusi yang berupa ajakan untuk menonton di tempat temannya, dengan perlokusi lawan tutur menyetujui ajakannya. Tindak tutur perlokusioner mengandung daya pengaruh bagi lawan tutur. Contoh lain yang dikemukakan Wijana 2011:25 adalah 10 Baru-baru ini Walikota telah membuka Kurnia Department Store yang terletak di pusat perbelanjaan dengan tempat parkir yang cukup luas. Kalimat 10 selain memberikan informasi, juga secara tidak langsung merupakan undangan atau ajakan untuk berbelanja ke department store bersangkutan. Letak department store yang strategis dengan tempat parkirnya yang luas diharapkan memiliki efek untuk membujuk para pembacanya. Wacana seperti ini seringkali dijumpai pada bentuk wacana iklan. Secara sepintas, wacana iklan seperti ini merupakan berita, tetapi daya ilokusi dan perlokusinya sangat besar terlihat.

2.3.4 Rangkuman

Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa dalam usaha untuk mengungkapkan dirinya, penutur tidak hanya menghasilkan tuturan yang mengandung kata-kata dan struktur-struktur gramatikal saja, tetapi penutur juga memperlihatkan tindakan-tindakan melalui tuturan-tuturan itu Yule, 1996:81. Tindakan-tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi locutionary act atau tindak tutur untuk menyatakan sesuatu Wijana, 2011:21, tindak ilokusi illocutionary act atau untuk melakukan sesuatu, dan tidak perlokusi perlocutionary act atau tuturan mempunyai daya pengaruh. Tindak ilokusi sendiri menjadi kajian utama dalam bidang pragmatik Rahardi, 2009:17. Tindak ilokusi menurut Searle 1983, dalam Rahardi: Ibid. dan Rahardi: 2005:36-37 digolongkan dalam lima macam bentuk tuturan, yakni asertif, direktif, ekspresif, komisif, dan deklarasi.

2.4 Konteks Tuturan

Sebuah tuturan tidak senantiasa merupakan representasi langsung elemen makna unsur-unsurnya. Makna sebuah tuturan dapat diketahui melalui konteks yang menyertai tuturan tersebut. Leech 1983:13 memerikan konteks sebagai ‘context has been understood in various ways, for example to include ‘relevant’ aspects of the physical or social setting of an utterance. I shall consider context to be any background knowledge assumed to be shared by s and h and which contributes to h’s interpretation of what s means by a given utterance . Jadi, konteks menurut Leech tersebut ialah aspek-aspek fisik maupun sosial penutur dan mitra tutur dalam tuturan. Pengetahuan dan benar mengenai konteks tuturan, yang identitas atau jati dirinya adalah semua latar belakang pengetahuan yang sama-sama dimiliki oleh pelibat pertuturan yang akan membantu untuk menafsirkan kandungan pesan atau maksud yang hendak disampaikan dalam setiap pertuturan. Leech 1983 menyebut konteks sebagai ‘speech situation’. Hal ini berbeda dengan Verschueren 1998 dan Malinowsky 1923 yang menyebutnya sebagai ‘context of situation’. Jauh sebelum para pakar linguistik dan pragmatik lain, Malinowsky pada tahun 1923, berbicara tentang konteks itu sendiri, khususnya konteks yang berdimensi situasi atau ‘context of situation’ . Secara khusus Malinowsky mengatakan, seperti yang dikutip di dalam Vershueren 1998:75, ‘Exactly as in the reality of spoken or written languages, a word without linguistics context is a more figment and stands for nothing by itself, so in the reality of a spoken living tongue, the utterance has no meaning except in the context of situation.’ Jadi, di dalam pandangannya sesungguhnya dinyatakan bahwa kehadiran konteks situasi menjadi mutlak untuk menjadikan sebuah tuturan benar-benar bermakna. Tanpa adanya konteks yang menyertai pertuturan, tuturan yang terjadi tidak akan bermakna apapun. Hymes 1974 mengemukakan bahwa konteks terdiri dari latar fisik dan psikologi setting and scene, peserta participants, tujuan komunikasi ends, pesan yang disampaikan act sequence, nada tutur key, norma tutur norm, jenis tutur genre. Leech 1993:20, konteks sebagai suatu pengetahuan latar belakang yang sama-sama dimiliki oleh n dan t yang membantu t menafsirkan makna tuturan melalui Nugroho, 2009: 119. Sejalan dengan itu, Mey dalam Nugroho, 2009:121 mendefinisikan konteks sebagai konsep dinamis dan bukan konsep statis, yang harus dipahami sebagai lingkungan yang senantiasa berubah, dalam arti luas yang memungkinkan partisipan berinteraksi dalam proses komunikasi dan ekspresi linguistik dari interaksi mereka yang dapat dimengerti. Konteks tersebut meliputi siapa penutur dan mitra tutur, tempat, waktu, tujuan tutur, dan latar belakang pengetahuan. Penjelasan agak panjang terkait konteks dikemukan Levinson. Levinson 1983:5 mengemukakan konteks dari definisi Carnap, yaitu istilah yang dipahami yang mencakup identitas partisipan, parameter, ruang dan waktu dalam situasi tutur, dan kepercayaan, pengetahuan, serta maksud partisipan di dalam situasi tutur. Selanjutnya Levinson 1983:22-23 menjelaskan bahwa untuk mengetahui sebuah konteks, seseorang harus membedakan antara situasi aktual sebuah tuturan dalam semua keserberagaman ciri-ciri tuturan mereka, dan pemilihan ciri-ciri tuturan tersebut secara budaya dan linguistik yang berhubungan dengan produksi dan penafsiran tuturan. Untuk mengetahui konteks, Levinson mengambil pendapat Lyons yang membuat daftar prinsip-prinsip universal logika dan pemakaian bahasa, yaitu seperti di bawah ini: