Aspek-aspek Mental Penutur dan Mitra Tutur

harus lebih sopan dan lebih halus dibandingkan dengan bahasa yang digunakan kepada mereka yang lebih muda. Bentuk-bentuk kebahasaan yang harus digunakan kepada orang yang lebih tua sebaiknya berciri lengkap dan tidak dipotong-potong supaya pembicaraan cenderung halus dan santun. Dimensi lain berkaitan dengan status sosial dan tingkatan sosial. Orang yang berstatus sosial rendah atau berperingkat sosial rendah dalam masyarakat, lazimnya menggunakan bentuk-bentuk hormat kepada mereka yang berstatus sosial menengah, terlebih pada mereka yang berstatus sosial tinggi.

2.4.1.4 Aspek-aspek Fisik

‘Language Users’ Aspek-aspek fisik pengguna bahasa meliputi deiksis persona, perilaku, waktu, maupun tempat. Deiksis persona, menunjuk pada penggunaan kata ganti orang, misalnya saja dalam bahasa Indonesia kurang ada kejelasan kapan harus digunakan kata ‘kita’ dan ‘kami’ dalam bahasa Jawa, deksis persona ‘kula’ artinya ‘saya’ dan ‘kula sedaya’ atau ‘aku kabeh’ alias ‘kami’ atau ‘kita’ dalam bahasa Indonesia. Selanjutnya, deiksis perilaku atau ‘attitudinal deixis’ berkaitan erat dengan bagaimana kita harus memperlakukan panggilan-panggilan persona dengan tepat sesuai dengan referensi sosial dan sosietalnya. Deiksis-deiksis dalam jenis yang disampaikan di depan itu semuanya merupakan aspek fisik ‘language users’ , yang secara sederhana dimaknai sebagai ‘penutur’ dan ‘mitra tutur’ , sebagai ‘utterer’ dan ‘interpreter’. Dalam kasus bahasa Jawa, menggunakan bentuk sapaan persona panjenengan, sampeyan, atau kowe. Selanjutnya masih berkaitan dengan persoalan deiksis pula, tetapi yang sifatnya temporal atau yang disebut deiksis waktu harus diperhatikan misalnya saja, kapan harus digunakan ucapan ‘selamat pagi’ atau ‘pagi’ saja dalam bahasa Indonesia. Perhatian juga harus diberikan tidak saja pada dimensi waktu atau ‘temporal reference’ seperti yang ditunjukkan di depan tadi, khususnya dalam kaitan dengan deiksis-deiksis waktu. Pada dimensi tempat atau dimensi lokasi, atau yang oleh Verschueren 1998:98 disebut sebagai ‘spatial reference’. Referensi spasial di dalam linguistik ditunjukkan, misalnya dengan pemakaian preposisi yang menunjukkan tempat, juga kata kerja tertentu, kata keterangan, kata ganti, dan juga nama-nama tempat. Pendek kata, konsep ‘spatial reference’ seperti ditunjukkan di depan itu, semuanya menunjuk pada konsepsi gerakan atau ‘conception of motion’ , yakni gerakan dari titik tempat tertentu ke dalam titik tempat yang lainnya. Aspek-aspek fisik konteks lain di luar apa yang disebutkan di depan itu adalah tentang jarak spasial atau ‘space distance’. Ketika orang sedang bertutur sapa, jarak spasial yang demikian ini sangat menentukan maksud, juga persepsi terhadap makna yang disampaikan oleh ‘interpreter’. Fakta non-kebahasaan ini ternyata juga sangat berbeda antara daerah yang satu dan daerah lainnya. Maka, lalu semuanya ini berkaitan pula dengan ‘motion’ atau