24 Siswa : “Ah bapak ini, pura-pura lupa.”
25 Guru : “Itu hanya ada urusan di luar sebentar berdua bersama Bu
………… Heni mahasiswa PPL juga.”
26 Siswa : “Ciiee.. ciieee… bapaakkk..”
Berdasarkan tuturan tersebut dapat terlihat bahwa sang guru merasa ‘kehilangan muka’ ketika tidak sengaja ada siswanya yang mengetahui bahwa
guru tersebut sedang jalan berdua bersama rekan satu PPLnya. Jadi ketidaksantunan impoliteness dalam berbahasa itu merupakan perilaku
komunikatif yang diperantikan secara intensional untuk membuat orang benar-benar kehilangan muka face loss, atau setidaknya orang tersebut
‘merasa’ kehilangan muka.
2.2.6 Rangkuman
Sebagai rangkuman dari sejumlah teori ketidaksantunan yang disampaikan di bagian depan, dapat ditegaskan bahwa ketidaksantunan
berbahasa itu menunjuk pada perilaku ‘melecehkan’ muka face-aggravate dan memain-mainkan muka sebagai wujud dari interpretasi lain dari fakta
melecehkan muka yang telah disebutkan. Kedua, ketidaksantunan berbahasa menunjuk pada dimensi ‘kesembronoan’ gratuitous dan konfliktif
conflictive . Ketiga, ketidaksantunan berbahasa menunjuk pada sesuatu hal di
mana mitra tutur addressee merasakan ancaman terhadap kehilangan muka face threaten
dan penutur speaker tidak mendapatkan maksud ancaman
muka itu dari mitra tuturnya. Keempat, ketidaksantunan berbahasa menunjuk pada perilaku yang secara normatif dianggap negatif negatively marked
behavior, lantaran melanggar norma-norma sosial yang berlaku dalam
masyarakat. Kelima, ketidaksantunan berbahasa menunjuk pada perilaku yang membuat seseorang merasa ‘kehilangan muka’. Kelima teori ketidaksantunan
berbahasa itu, semuanya akan digunakan sebagai kacamata untuk melihat praktik berbahasa yang tidak santun antara guru dan siswa di SMA Stella
Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran 20122013.
2.2 Tindak Tutur
Yule 1996:81 menjelaskan bahwa dalam usaha untuk mengungkapkan dirinya, penutur tidak hanya menghasilkan tuturan yang
mengandung kata-kata dan struktur-struktur gramatikal saja, tetapi penutur juga memperlihatkan tindakan-tindakan melalui tuturan-tuturan itu. Tindakan-
tindakan yang ditampilkan lewat tuturan itu biasanya disebut tindak tutur. Tindak tutur menurut Richard, Platt, dan Platt melalui Abrurrahman,
2006:127 ialah suatu tuturan atau ujaran yang merupakan satuan fungsional dalam komunikasi. Searle melalui bukunya Speech Acts An Essay in The
Philosophy of Language dalam Wijana, 2011:21 mengemukakan bahwa
secara pragmatik setidak-tidaknya ada tiga jenis tindakan yang dapat diwujudkan oleh seorang penutur, yakni tindak lokusi locutionary act,
tindak ilokusi illocutionary act, dan tidak perlokusi perlocutionary act.
2.3.1. Tindak Lokusi
Tindak lokusi adalah tindak tutur untuk menyatakan sesuatu Wijana, 2011:21. Tindak tutur ini dinamakan the act of saying something. Konsep
lokusi sendiri berkenaan dengan proposisi kalimat. Kalimat di sini dimengerti sebagai suatu satuan yang terdiri dari dua unsur, yakni subjektopik dan
predikatcomment Nababan, 1987:4 dalam Wijana:22. Sebagai satuan kalimat, pengidentifikasian tindak lokusi cenderung dapat dilakukan tanpa
menyertakan konteks tuturan yang tercakup dalam situasi tutur. Jadi, tindak tutur lokusioner adalah tindak tutur dengan kata, frasa, dan kalimat sesuai
dengan makna yang dikandung oleh kata, frasa, dan kalimat itu sendiri Rahardi, 2009:17 atau menurut Yule 1996:83 tindak dasar tuturan atau
yang menghasilkan suatu ungkapan linguistik yang bermakna. Perhatikan contoh berikut.
1 Ibu kota Provinsi DI Yogyakarta adalah Yogyakarta.
2 Saudaranya tiga orang.
3 Harga BBM harus naik. Presiden: Beban Subsidi pada APBN
Semakin Berat. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mengatakan, harga bahan bakar minyak bersubsidi harus naik agar Indonesia
dapat bertahan dari dampak krisis dunia. Sebagai kompensasi, pemerintah akan mengatur pemberian bantuan langsung kepada
rakyat . Kompas, Kamis, 23 Februari 2012, hlm. 1