selalu terjadi komunikasi baik antara siswa dan siswa, guru dan siswa, guru dan guru, maupun antarwarga sekolah. Di sekolah juga ditumbuhkan pendidikan
karakter yang harus dilakukan oleh siswa. Salah satu aspek dalam pendidikan karakter itu adalah sopan santun. Aspek ini merupakan wujud kultur untuk
memahami orang lain setiap berkomunikasi. Setiap komunikasi tidak jarang ditemukan adanya penyimpangan penggunaan bahasa. Penyimpangan ini pada
dasarnya dilakukan untuk menimbulkan keakraban dan mengurangi jarak sosial. Namun, penggunaan bahasa yang tidak tepat dapat menimbulkan salah tafsir.
Penggunaan bahasa yang kurang santun tersebut masih sangat jarang dikaji oleh para peneliti bahasa saat ini.
Penggunaan bahasa yang kurang tepat atau kurang santun salah satunya dapat dilihat dalam percakapan antara guru dan siswa. Banyak siswa di luar jam
sekolah atau pada saat jam istirahat biasanya menyapa guru atau berbincang- bincang dengan gurunya. Tidak menutup kemungkinan terdapat penyimpangan
penggunaan bahasa yang dilakukan siswa ketika berdialog dengan gurunya, misalnya “Buk, nggak usah ngerjain tugas, ya buk? Lagi capek.” Dari tuturan
ini dapat dilihat adanya ketidaksantunan dalam berbahasa antara siswa dan guru. Berdasarkan fakta yang ada, seharusnya siswa dapat meminimalisasi penggunaan
bahasa yang kurang santun, baik antarsesama siswa atau dengan guru. Selain itu itu, peneliti tertarik untuk mengkaji adanya fenomena ketidaksantunan supaya
dapat dihindari pada praktik bertutur di sekolah.
Peneliti dalam penelitian ini menggunakan subjek berupa guru dan siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta karena SMA Stella Duce 2 Yogyakarta dirasa
dapat mewakili tuturan siswa dari berbagai daerah. Siswa SMA Stella Duce 2 Yogyakarta terdiri dari berbagai daerah, mulai dari Pulau Sumatera hingga Pulau
Papua. Keragaman siswa tersebut dapat menjadikan penelitian ini semakin baik karena dapat mengakomodasi bentuk-bentuk ketidaksantunan berbahasa yang
mewakili berbagai daerah di Indonesia. Selain itu, siswa-siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta dipandang sangat akrab dengan guru-gurunya sehingga
kemungkinan besar tuturan antara guru dan siswa menggunakan ragam santai. Tuturan-tuturan yang dirasa akrab tersebut memungkinkan adanya
ketidaksantunan berbahasa yang diucapkan baik antara guru kepada siswa maupun siswa kepada guru. Oleh karena itu, peneliti tertarik untuk
mendeskripsikan adanya penggunaan ketidaksantunan berbahasa yang dilakukan antara guru dan siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta Tahun Ajaran
20122013.
1.1 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka masalah-masalah yang akan diteliti dalam penelitian ini meliputi:
a. Wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa apa sajakah yang
digunakan antara guru dan siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta?
b. Penanda ketidaksantunan berbahasa apa sajakah yang digunakan oleh siswa
kepada guru dan guru kepada siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta? c.
Apa makna ketidaksantunan berbahasa yang digunakan oleh guru maupun siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta?
1.2 Tujuan Penelitian
Sesuai dengan rumusan masalah seperti di atas, maka tujuan penelitian ini secara terperinci adalah sebagai berikut:
a. Mendeskripsikan wujud ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa
antara guru dan siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta. b.
Mendeskripsikan penanda ketidaksantunan linguistik dan pragmatik berbahasa yang digunakan oleh siswa kepada guru dan guru kepada siswa di
SMA Stella Duce 2 Yogyakarta. c.
Mendeskripsikan makna ketidaksantunan berbahasa yang digunakan oleh guru maupun siswa di SMA Stella Duce 2 Yogyakarta.
1.3 Manfaat Penelitian
Penelitian ketidaksantunan berbahasa dalam ranah pendidikan khususnya antara guru dan siswa ini diharapkan dapat bermanfaat bagi para pihak yang
memerlukan. Terdapat dua manfaat yang dapat diperoleh dari pelaksanaan penelitian ini, yaitu:
a. Manfaat Teoretis
Penelitian ini diharapkan dapat mendalami pengembangan pragmatik khususnya yang berkaitan dengan ketidaksantunan berbahasa sebagai
fenomena pragmatik. Penelitian ini dapat dikatakan memiliki kegunaan teoretis karena dengan memahami teori-teori yang dikemukakan oleh para
ahli, penelitian ini dapat digunakan sebagai referensi dalam berkomunikasi untuk menghindari penggunaan bahasa yang kurang santun.
b. Manfaat Praktis
Penelitian ketidaksantunan berbahasa ini juga diharapkan dapat memberikan masukan bagi sekolah terutama guru dan siswa dalam
berkomunikasi untuk menghindari penggunaan bahasa yang kurang santun. Demikian pula, penelitian ini akan memberikan masukan kepada para
praktisi dalam bidang pendidikan terutama bagi dosen, guru, mahasiswa, siswa, dan tenaga kependidikan untuk mempertimbangkan adanya
ketidaksantunan berbahasa dalam berkomunikasi yang harus dihindari.
1.4 Batasan Istilah
a. Ketidaksantunan
Ketidaksantunan atau impoliteness occurs when the expression used is not conventionalized relative to the context of occurrence; it threatens the
addressee’s face and, through that, the speaker’s face but no face- threatening intention is attributed to the speaker by the hearer’ Terkourafi,
2008:3—4. Jadi, perilaku berbahasa akan dikatakan tidak santun bilamana mitra tutur addressee merasakan ancaman terhadap kehilangan muka face
threaten, dan penutur speaker tidak mendapatkan maksud ancaman muka itu dari mitra tuturnya.
b. Linguistik
Linguistik ialah “The scientific study of language and its structure, including the study of grammar, syntax, and phonetics. Specific branches of linguistics
include sociolinguistics, dialectology, psycholinguistics, computational linguistics, comparative linguistics, and structural linguistics” Matthew,
1997. Linguistik sebagaimana telah dijelaskan Matthew 1997 ialah studi tentang ilmu bahasa dan mengkaji struktur gramatikal, sintaksis, dan fonetik.
c. Pragmatik
Pragmatik merupakan studi tentang makna yang disampaikan oleh penutur atau penulis dan ditafsirkan oleh pendengar atau pembaca Yule, 2006:3.
d. Konteks
Konteks tuturan dapat diartikan sebagai semua latar belakang pengetahuan background knowledge yang diasumsikan sama-sama dimiliki dan
dipahami bersama oleh penutur dan mitra tutur serta yang mendukung interpretasi mitra tutur atas apa yang dimaksudkan oleh si penutur itu di
dalam keseluruhan proses bertutur Rahardi, 2006:20.
1.5 Sistematika Penyajian
Penelitian ini terdiri atas lima bab. Bab I adalah bab pendahuluan yang berisi 1 latar belakang masalah, 2 rumusan masalah, 3 tujuan penelitian, 4
manfaat penelitian, 5 batasan istilah, dan 6 sistematika penyajian. Bab II ialah bab mengenai landasan teori yang akan digunakan untuk
menganalisis masalah-masalah yang diteliti. Bab II berisi 1 penelitian yang relevan, 2 teori ketidaksantunan berbahasa, 3 tindak tutur, 4 konteks
tuturan, 5 bunyi suprasegmental, 6 pilihan kata, dan 7 kerangka berpikir. Bab III berisi metode penelitian yang memuat cara dan prosedur yang
akan digunakan untuk menganalisis penelitian ini. Adapun bab III ini berisi, 1 jenis penelitian, 2 subjek penelitian, 3 metode dan teknik pengumpulan data,
4 instrumen penelitian, 5 metode dan teknik analisis data, 6 sajian analisis data, dan 7 trianggulasi hasil analisis data.
Bab IV akan diuraikan mengenai tiga hal, yakni 1 deskripsi data, 2 sajian analisis data, dan 3 pembahasan.
Bab V berisi tentang 1 kesimpulan dan 2 saran untuk penelitian selanjutnya yang masih berhubungan dengan penelitian ini.