Kemampuan Pendanaan Sendiri APLN
152 RUPTL 2015- 2024
7.7. KEMAMPUAN FINANSIAL KORPORAT UNTUK BERINVESTASI 7.7.1 Financial
Leverage Perusahaan
Estimasi total investasi yang dibutuhkan untuk pengembangan pembangkitan, transmisi dan distribusi sampai dengan tahun 2024 adalah sebesar 132,2 miliar
USD. PLN akan mendanai pengembangan pembangkitan, transmisi, dan distribusi sebesar 69,4 miliar USD tidak termasuk interest during
constructionIDC, development cost sedangkan sisanya sebesar 62,8 miliar USD diharapkan dari partisipasi listrik swasta.
Selain tantangan pembangunan sarana ketenagalistrikan, penyediaan tenaga listrik saat ini juga dibebani oleh biaya produksi yang tinggi. Pendapatan dari
pelanggan hanya menutupi sekitar 50-60 dari biaya produksi PLN. Selisih antara biaya produksi dan pendapatan PLN merupakan beban subsidi listrik
pada APBN. Pada tahun 2012 subsidi listrik mencapai Rp 103,3 triliun. Subsidi listrik yang diberikan sejak tahun 2000-2012 cukup untuk menutupi biaya
operasi, tetapi kurang memadai untuk menunjang investasi pengembangan sistem kelistrikan.
Penjelasan atas UU 19 tahun 2003 tentang Badan Usaha Milik Negara pasal 66 ayat 1 menyatakan bahwa jika BUMN diberikan penugasan khusus oleh
Pemerintah yang secara finansial tidak feasible maka Pemerintah harus memberikan kompensasi atas biaya yang telah dikeluarkan termasuk margin
yang diharapkan. Pemerintah menugaskan PLN menyediakan tenaga listrik dan meningkatkan rasio elektrifikasi di Indonesia tetapi harga jual tenaga listrik
ditetapkan oleh Pemerintah, dimana harga jual ini tidak sesuai dengan harga keekonomiannya. Oleh karena itu Pemerintah harus memberikan margin PSO
ke PLN dengan besaran tertentu untuk memastikan keuangan PLN tetap sehat dan dapat memenuhi semua kewajiban korporasinya. Margin ini diperlukan oleh
PLN untuk menjamin terciptanya laba perusahaan dan meminimalisir risiko- risiko unsur biaya pembentuk BPP seperti risiko fluktuasi harga energi primer,
risiko kurs, risiko beban pinjaman, dan sebagainya. Pada tahun 2009, 2010, 2011, 2012 dan 2013 Pemerintah mengalokasikan margin sebesar 5, 8,
8, 7 dan 7 untuk mendukung kemampuan meminjam PLN untuk investasi. Program percepatan pembangunan pembangkit listrik berbahan bakar batu
bara 10.000 MW yang ditugaskan Pemerintah kepada PLN melalui Peraturan Presiden Nomor 71 tahun 2006 sepenuhnya didanai oleh pinjaman. Sejak
program ini digulirkan, PLN untuk pertama kalinya harus melakukan pinjaman
RUPTL 2015- 2024 153
langsung secara besar-besaran, baik melalui penerbitan obligasi internasional maupun pinjaman kepada perbankan nasional dan internasional. Kondisi
dengan pinjaman besar-besaran yang dilakukan, sementara struktur pendapatannya belum dibenahi, telah berakibat pada memburuknya neraca
keuangan PLN financial leverage menjadi tinggi yang ditunjukkan dengan meningkatnya Debt to Equity Ratio DER dari 28 pada tahun 2002 menjadi
281 pada akhir tahun 2013. Sejak tahun 2005 sebagian besar dana pembangunan bersumber dari hutang.
Hutang tersebut berasal dari hutang Pemerintah maupun hutang korporasi. Kedua jenis hutang tersebut memiliki kewajiban yang harus dijaga oleh PLN
untuk menjamin kemampuan pengembalian hutangnya. Kewajiban tersebut adalah covenant pinjaman.
Covenant adalah komitmen untuk menjaga kondisi keuangan perusahaan yang dituangkan dalam sebuah perjanjian hutang. Dari beberapa covenant yang ada,
umumnya covenant yang perlu dijaga oleh PLN terdiri dari 2 dua buah indikator: i Consolidated Interest Coverage Ratio CICR dan ii Debt Service
Coverage Ratio DSCR. CICR merupakan rasio antara Consolidated Cash Flow dengan Consolidated Interest Expense, yang merupakan persyaratan
bond holder dari pendanaan Global Bond dengan angka mínimum 2 kali. DSCR adalah persyaratan pinjaman dari multilateral bank 2 lender utama PLN yaitu
IBRD dan ADB dengan angka minimum sebesar 1,5 kali. Masing-masing lender memberi definisi berbeda untuk DSCR :
“The net revenues of PLN for the twelve months prior to the date of such incurrence shall be at least 1.5 times the estimated maximum debt service
requirement of PLN for any succeeding fiscal year on all debts of PLN including the debt to be incurred.” ADB.
“... the estimated net revenues of PLN for each fiscal year during the term of the debt to be incurred shall be at least 1,5 times the estimated debt services
requirements of PLN in such year” IBRD. Dalam kurun waktu tahun 2002–2012, PLN masih mampu memenuhi covenant
pinjaman DSCR dan CICR dalam posisi batas aman sebagaimana gambar 7.6.
Namun pada tahun-tahun mendatang PLN akan kesulitan untuk memenuhi covenant pinjamannya mengingat makin besarnya beban hutang. Dengan