66 RUPTL 2015- 2024
• Pembangkit peaker di Kalimantan yaitu Kaltim Peaker 2 100 MW dan
Kalsel Peaker 200 MW serta PLTD Batakan, dengan memanfaatkan gas lapangan Simenggaris di Kalimantan Utara dalam bentuk mini-LNG.
• Pembangkit peaker di Sulawesi Selatan yaitu Makasar peaker 450 MW,
Sulsel peaker 150 MW, dengan memanfaatkan gas dari lapangan Wasambo dalam bentuk mini LNG.
• Pembangkit Minahasa
peaker 150 MW dan Gorontalo peaker 100 MW direncanakan akan memanfaatkan gas dari lapangan Wasambo atau
Matindok dalam bentuk mini-LNG. • Ambon
peaker 50 MW diperkirakan menggunakan gas dari lapangan Matindok dan Jayapura peaker 40 MW dari lapangan Tangguh atau
Salawati. • Sedangkan pembangkit Kupang peaker 40 MW, Sumbawa peaker, Bima
peaker total 80 MW dan Maumere peaker 40 MW, belum terindikasi sumber pasokan LNG-nya.
5.2.2. CNG Compressed Natural Gas
CNG pada mulanya dimaksudkan untuk memanfaatkan potensi sumur-sumur gas dengan kapasitas relatif kecil maupun sumur gas marginal yaitu dengan
mengumpulkan terlebih dahulu gas dengan volume kecil tersebut ke dalam suatu penyimpanan, lalu digunakan hanya pada periode singkat. Namun
kemudian PLN juga memutuskan untuk menggunakan CNG skala besar untuk pembangkit di Jawa untuk mengatasi ketidakmampuan pemasok gas mengikuti
pola pembebanan yang lebih fluktuatif akibat perubahan peran pembangkit gas dari baseloader menjadi load follower atau peaker. PLN telah memetakan
potensi pemanfaatan CNG untuk pembangkit peaking di Sumatera, Indonesia Timur dan Jawa.
Saat ini telah dioperasikan CNG storage oleh pemasok gas di Sumatera Selatan yang gasnya dimanfaatkan untuk PLTG peaking Jaka Baring 50 MW,
yang mulai beroperasi pada bulan Februari 2013. Rencana pemanfaatan CNG lainnya di Sumatera adalah:
i CNG Sungai Gelam dengan kapasitas sebesar 4,5 bbtud akan digunakan
untuk pembangkit peaking 104 MW.
RUPTL 2015- 2024 67
ii CNG dari gas Jambi Merang sebesar 10 bbtud akan dialokasikan untuk pembangkit peaker di Duri dengan kapasitas sekitar 200 MW.
iii CNG untuk pembangkit peaker di Jambi dengan kapasitas sebesar 100 MW.
iv CNG untuk pembangkit peaker di Lampung dengan kapasitas sebesar 200 MW.
Rencana pemanfaatan CNG di Indonesia Timur adalah pembangkit peaking Bangkanai di Kalimantan Tengah dan Lombok. Berbeda dengan di tempat lain
yang memanfaatkan pasokan gas pipa pemasok ke Pembangkit, untuk Lombok pasokan CNG direncanakan akan diperoleh dari pemasok gas pipa di Gresik
yang akan di kompresikan terlebih dahulu lalu ditransportasikan ke Lombok menggunakan CNG Vessel.
Untuk pulau Jawa, kebutuhan gas dalam bentuk CNG adalah sebagai berikut: i Grati 30 bbtud sudah beroperasi bulan Juni 2013 untuk mengoperasikan
PLTG peaking eksisting dan rencana PLTGU peaking Grati. ii Tambak Lorok sebanyak 16 bbtud untuk mengoperasikan sebagian dari
PLTGU sebagai pembangkit peaking. iii Gresik sebanyak 20 bbtud untuk mengoperasikan pembangkit peaking dan
sebagian CNG untuk dikirim ke Lombok. iv Muara Tawar sebanyak 20 bbtud untuk memenuhi kebutuhan operasi
peaking.
68 RUPTL 2015- 2024
BAB VI RENCANA PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK TAHUN 2015 – 2024
6.1. KRITERIA PERENCANAAN
6.1.1. Perencanaan Pembangkit
Sistem Interkoneksi Perencanaan sistem pembangkit bertujuan untuk mendapatkan konfigurasi
pengembangan pembangkit yang memberikan nilai NPV total biaya penyediaan listrik termurah least cost dalam suatu kurun waktu periode perencanaan, dan
memenuhi kriteria keandalan tertentu. Konfigurasi termurah diperoleh melalui proses optimasi suatu objective function yang mencakup NPV dari biaya
kapital, biaya bahan bakar, biaya operasi dan pemeliharaan dan biaya energy not served. Selain itu diperhitungkan juga nilai sisa salvage value dari
pembangkit yang terpilih pada tahun akhir periode studi. Simulasi dan optimisasi dilakukan dengan menggunakan model yang disebut WASP Wien
Automatic System Planning. Kriteria keandalan yang dipergunakan adalah Loss of Load Probability LOLP
lebih kecil dari 0.274
42
. Hal ini berarti kemungkinanprobabilitas terjadinya beban puncak melampaui kapasitas pembangkit yang tersedia adalah lebih
kecil dari 0.274. Perhitungan kapasitas pembangkit dengan kriteria LOLP menghasilkan reserve
margin tertentu yang nilainya tergantung pada ukuran unit pembangkit unit size, tingkat ketersediaan availability setiap unit pembangkit, jumlah unit, dan
jenis unit
43
. Pada sistem Jawa Bali, kriteria LOLP 0.274 adalah setara dengan reserve
margin 25-30 dengan basis daya mampu netto
44
. Apabila dinyatakan
42
LOLP 0,274 adalah ekivalen dengan probabilitas 1 hari dalam setahun beban puncak tidak dapat dipenuhi oleh kapasitas sistem pembangkit yang ada.
43
Unit tenaga air yang outputnya sangat dipengaruhi oleh variasi musim akan mempunyai nilai EAF equivalent availability factor yang berdampak besar pada LOLP dan ketercukupan energi.
44
Reserve margin RM didefinisikan sebagai kapasitas pembangkit G dibagi beban puncak D sesuai persamaan RM = GD -1 x 100.