Pengembangan Model Bisnis Kerjasama PLN dan Pihak Ketiga Non- IPP

158 RUPTL 2015- 2024 1. Aspek Regulasi Pemerintah Pada aspek ini risiko yang paling dominan akan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran RUPTL adalah risiko adanya perubahan tatanan kebijakan pada sektor ketenagalistrikan dan risiko tarif tenaga listrik TTL. a. Risiko perubahan tatanan kebijakan pada sektor ketenagalistrikan diantaranya disebabkan oleh perubahan arah prioritas nasional, perubahan kebijakan pengembangan panas bumi, pengaruh regulasi daerah, dan sebagainya, yang akan berdampak langsung pada pencapaian sasaran RUPTL. b. Risiko tidak terlaksananya rasionalisasi TTL yang disebabkan karena pertimbangan politis Pemerintah, akan berdampak langsung pada besaran subsidi listrik, dan pada akhirnya mempengaruhi kemampuan pendanaan internal PLN. 2. Aspek Pendanaan Financing a. Risiko keterbatasan kemampuan pendanaan, baik yang dialami oleh PLN maupun swasta IPP adalah risiko yang dominan akan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran RUPTL mengingat kebutuhan pendanaan investasi PLN rata-rata sekitar US 6,9 miliar USD atau sekitar Rp 83 triliun per tahun, jauh di atas kapasitas pendanaan internal PLN maupun Pemerintah. Beberapa penyebab yang mungkin diantaranya adalah keterbatasan kapasitas fiskal Pemerintah dalam hal subsidi listrik, potensi penurunan reputasi PLNPemerintah karena terjadinya hambatan pada proyek-proyek PLN dan IPP, meningkatnya biaya pinjaman, peningkatan nilai tukar valas terhadap IDR, dan sebagainya. Adapun dampak yang ditimbulkannya adalah terhambatnya pembangunan proyek-proyek infrastruktur ketenagalistrikan, hingga defisit daya pembangkit pemadaman bergilir karena kapasitas kelistrikan PLN tidak dapat mengikuti kenaikan pertumbuhan pemakaian listrik, yang pada ujungnya akan berpengaruh terhadap pertumbuhan ekonomi nasional. RUPTL 2015- 2024 159 3. Aspek Security of Supply Pada aspek ini risiko yang paling dominan akan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran RUPTL dijelaskan sebagai berikut :

a. Risiko keterlambatan penyelesaian proyek PLN dan IPP masih

akan berpotensi terjadi. Potensi penyebab risiko ini diantaranya adalah adanya hambatan pada fase-fase awal pra konstruksi seperti pendanaan, perizinan, pembebasan lahan proyek, proses pelelangan, kesalahan desain, isu lingkungan dan sosial. Demikian pula pada fase konstruksi berupa performance teknis maupun kemampuan finansial kontraktor. Mengingat bahwa target tambahan kapasitas per tahun cukup besar rata-rata sekitar 7.000 MW per tahun maka potensi dampak yang dapat ditimbulkan dari risiko ini diantaranya adalah meningkatnya BPP akibat tidak tercapainya target fuelmix, hingga pemadaman karena defisit kapasitas pembangkit PLN. Mengingat dampak yang sedemikain signifikan, maka mitigasi yang harus dilakukan adalah memastikan proses pra-konstruksi dilakukan lebih awal, khususnya untuk mengantisipasi target penyelesaian proyek tahun 2019 yang sangat besar yaitu 19,2 GW.

b. Risiko ketidakselarasan penyelesaian proyek pembangkit dan jaringan.

Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan pembangkit PLN maupun IPP dan jaringan transmisi dilaksanakan secara terpisah, sejak dari proses pendanaan hingga konstruksinya, sehingga berpotensi terjadi ketidakselarasan yang berdampak pada keterlambatan pengoperasian, dampak finansial berupa pinalti take-or-pay TOP dari IPP, bottlenecking, peningkatan BPP, hingga pemadaman. Sebagai contoh adalah risiko ketidakselarasan penyelesaian proyek HVDC 500 kV Sumatera-Jawa dengan proyek PLTU IPP Sumsel 8, 9 dan 10, setidaknya akan berpotensi menimbulkan pinalti TOP bagi PLN sebesar Rp 280 miliar per bulan. Untuk itu COD antara HVDC dan PLTU IPP mulut tambang harus sinkron. c. Risiko hambatan pada penyediaan dan pasokan energi primer non-BBM secara jangka panjang mengemuka mengingat bahwa