10 RUPTL 2015- 2024
Timur-Utara. Pengelolaan pembangkit, jaringan transmisi dan GI, jaringan distribusi dan pelanggan dibawah PLN Wilayah
Sulawesi Wilayah usaha di pulau Sulawesi dilayani oleh PLN Wilayah Sulawesi Utara-
Tengah-Gorontalo dan PLN Wilayah Sulawesi Selatan-Tenggara-Barat. Pengelolaan pembangkit, jaringan transmisi dan GI, jaringan distribusi dan
pelanggan dibawah PLN Wilayah Nusa Tenggara
Wilayah usaha di Kepulauan Nusa Tenggara dilaksanakan oleh PLN Wilayah Nusa Tenggara Barat dan PLN Wilayah Nusa Tenggara Timur. Pengelolaan
pembangkit, jaringan transmisi dan GI, jaringan distribusi dan pelanggan dibawah PLN Wilayah.
Maluku dan Papua Wilayah usaha di Kepulauan Maluku dilayani oleh PLN Wilayah Maluku
Maluku Utara, sedangkan wilayah usaha PLN di Papua dilayani oleh PLN Wilayah Papua Papua Barat. PLN wilayah hanya mengelola pembangkit,
jaringan distribusi dan pelanggan. Di wilayah ini belum ada jaringan transmisi yang beroperasi
Wilayah Jawa-Bali
Wilayah usaha Jawa-Bali dilayani oleh PLN Distribusi Jawa Barat Banten, PLN Distribusi Jakarta Raya Tangerang, PLN Distribusi Jawa Tengah
Daerah Istimewa Yogyakarta DIY, PLN Distribusi Jawa Timur dan PLN Distribusi Bali. PLN Distribusi hanya mengelola jaringan distribusi, pelanggan
dan pembangkit skala kecil dan isolated. Pengelolaan jaringan transmisi dan GI dilakukan oleh PLN P3B Jawa-Bali. Pengelolaan pembangkitan dilaksanakan
oleh PLN Pembangkitan Tanjung Jati B, PLN Unit Pembangkitan Jawa Bali, PT Indonesia Power dan PT Pembangkitan Jawa Bali.
Peta wilayah usaha PLN diperlihatkan pada Gambar 1.2.
RUPTL 2015- 2024 11
Gambar 1. 2 Peta Wilayah Usaha PT PLN Persero
1.7. SISTEMATIKA DOKUMEN RUPTL
Dokumen RUPTL ini disusun dengan sistematika sebagai berikut. Bab I berisi pendahuluan yang meliputi latar belakang, landasan hukum, visi dan misi
perusahaan, tujuan dan sasaran penyusunan RUPTL, proses penyusunan RUPTL dan penanggungjawabnya, ruang lingkup dan wilayah usaha, dan
sistematika dokumen RUPTL. Bab II menjelaskan kebijakan umum pengembangan sarana ketenagalistrikan yang meliputi kebijakan-kebijakan
pengembangan sistem. Bab III menjelaskan kondisi kelistrikan hingga akhir tahun 2014, Bab IV menjelaskan pengembangan energi baru dan terbarukan,
Bab V menjelaskan ketersediaan energi primer. Bab VI menjelaskan rencana penyediaan tenaga listrik tahun 2015-2024, meliputi kriteria dan kebijakan
perencanaan, asumsi dasar, prakiraan kebutuhan listrik dan rencana pengembangan pembangkit, transmisi dan distribusi, serta neraca energi dan
kebutuhan bahan bakar. Bab VII menjelaskan kebutuhan dana investasi dan Bab VIII menjelaskan analisis risiko jangka panjang dan langkah mitigasinya.
Bab IX memberikan kesimpulan. Selanjutnya rencana pengembangan kelistrikan per-provinsi diberikan dalam
lampiran-lampiran.
12 RUPTL 2015- 2024
BAB II KEBIJAKAN UMUM PENGEMBANGAN SARANA
KETENAGALISTRIKAN
Pengembangan sarana ketenagalistrikan dalam RUPTL 2015-2024 ini dibuat dengan memperhatikan draft RUKN 2015-2034 serta kebijakan perusahaan
dalam merencanakan pertumbuhan penjualan, pengembangan pembangkit, transmisi dan distribusi. Bab II ini menjelaskan kebijakan dimaksud.
2.1. KEBIJAKAN PELAYANAN PENYEDIAAN TENAGA LISTRIK UNTUK MELAYANI PERTUMBUHAN KEBUTUHAN TENAGA LISTRIK
PLN berkewajiban menyediakan tenaga listrik dalam jumlah yang cukup kepada masyarakat di seluruh Indonesia secara terus menerus, baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Dengan demikian PLN pada dasarnya bermaksud melayani kebutuhan tenaga listrik masyarakat di seluruh wilayah
Indonesia. Penyediaan tenaga listrik dilakukan dengan merencanakan penambahan
pembangkit, transmisi dan GI serta distribusi yang tertuang dalam dokumen RUPTL. Dalam jangka pendek dimana kapasitas pembangkit PLN masih
terbatas karena proyek-proyek pembangkit belum sepenuhnya selesai, PLN akan memenuhi permintaan tenaga listrik dengan menyediakan mobile power
plant MPP sebagai solusi sementara. Pada tahun-tahun berikutnya dimana penambahan kapasitas pembangkit dan transmisi diharapkan telah selesai
5
dan reserve margin telah mencukupi, maka penjualan akan dipenuhi dengan
mengoptimalkan pemanfaatan pembangkit listrik. RUPTL ini disusun dengan berdasar pada proyeksi kebutuhan tenaga listrik
dalam RUKN 2008-2027 yang telah tiga kali diperbaharui terakhir dengan draft RUKN 2015-2034 yang disusun oleh Kementerian Energi dan Sumber Daya
Mineral. RUPTL ini juga disusun untuk mempercepat peningkatan rasio elektrifikasi
dengan menyambung konsumen residensial baru dalam jumlah yang cukup tinggi setiap tahun, dan melayani daftar tunggu konsumen besar yang ada
5
Proyek-proyek percepatan pembangkit tahap 1 dan 2, proyek pembangkit PLN dan IPP lainnya
RUPTL 2015- 2024 13
dengan memperhatikan kesiapan pasokan. Pada daerah-daerah tertentu RUPTL ini telah mempertimbangkan permintaan listrik yang tinggi karena
pelaksanaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Kebijakan lain yang dianut dalam RUPTL 2015-2024 ini adalah belum diperhitungkannya dampak program demand side management DSM dan
program energy efficiency dalam membuat prakiraan demand. Kebijakan ini diambil untuk memperoleh perencanaan pembangkitan yang lebih aman,
disamping karena implementasi kedua program tersebut memerlukan waktu yang cukup lama untuk menjadi efektif.
Pertumbuhan kebutuhan tenaga listrik dalam RUPTL ini telah direncanakan cukup tinggi sehingga diperkirakan akan cukup untuk mendukung pertumbuhan
ekonomi pada setiap koridor pertumbuhan ekonomi sebagaimana direncanakan dalam Master Plan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi
Indonesia MP3EI.
2.2. KEBIJAKAN PENGEMBANGAN KAPASITAS PEMBANGKIT
Pengembangan kapasitas pembangkit tenaga listrik diarahkan untuk memenuhi pertumbuhan beban yang direncanakan, dan pada beberapa wilayah tertentu
diutamakan untuk memenuhi kekurangan pasokan tenaga listrik. Pengembangan kapasitas pembangkit juga dimaksudkan untuk meningkatkan
keandalan pasokan yang diinginkan, dengan mengutamakan pemanfaatan sumber energi setempat, terutama energi terbarukan.
Pengembangan kapasitas pembangkit tenaga listrik sejauh mungkin dilakukan secara optimal dengan prinsip biaya penyediaan listrik terendah least cost,
dengan tetap memenuhi tingkat keandalan yang wajar dalam industri tenaga listrik. Biaya penyediaan terendah dicapai dengan meminimalkan net present
value semua biaya penyediaan listrik yang terdiri dari biaya investasi, biaya bahan bakar, biaya operasi dan pemeliharaan, dan biaya energy not served
6
. Tingkat keandalan sistem pembangkitan diukur dengan kriteria Loss of Load
Probability LOLP
7
dan cadangan daya reserve margin. Pembangkit sewa
6
Biaya energy not served adalah nilai penalti ekonomi yang dikenakan pada objective function untuk setiap kWh yang tidak dapat dinikmati konsumen akibat padam listrik
7
LOLP dan reserve margin akan dijelaskan pada Bab IV.