PROFIL RISIKO JANGKA PANJANG 2015-2024

RUPTL 2015- 2024 159 3. Aspek Security of Supply Pada aspek ini risiko yang paling dominan akan berpengaruh terhadap pencapaian sasaran RUPTL dijelaskan sebagai berikut :

a. Risiko keterlambatan penyelesaian proyek PLN dan IPP masih

akan berpotensi terjadi. Potensi penyebab risiko ini diantaranya adalah adanya hambatan pada fase-fase awal pra konstruksi seperti pendanaan, perizinan, pembebasan lahan proyek, proses pelelangan, kesalahan desain, isu lingkungan dan sosial. Demikian pula pada fase konstruksi berupa performance teknis maupun kemampuan finansial kontraktor. Mengingat bahwa target tambahan kapasitas per tahun cukup besar rata-rata sekitar 7.000 MW per tahun maka potensi dampak yang dapat ditimbulkan dari risiko ini diantaranya adalah meningkatnya BPP akibat tidak tercapainya target fuelmix, hingga pemadaman karena defisit kapasitas pembangkit PLN. Mengingat dampak yang sedemikain signifikan, maka mitigasi yang harus dilakukan adalah memastikan proses pra-konstruksi dilakukan lebih awal, khususnya untuk mengantisipasi target penyelesaian proyek tahun 2019 yang sangat besar yaitu 19,2 GW.

b. Risiko ketidakselarasan penyelesaian proyek pembangkit dan jaringan.

Sebagaimana diketahui bahwa pembangunan pembangkit PLN maupun IPP dan jaringan transmisi dilaksanakan secara terpisah, sejak dari proses pendanaan hingga konstruksinya, sehingga berpotensi terjadi ketidakselarasan yang berdampak pada keterlambatan pengoperasian, dampak finansial berupa pinalti take-or-pay TOP dari IPP, bottlenecking, peningkatan BPP, hingga pemadaman. Sebagai contoh adalah risiko ketidakselarasan penyelesaian proyek HVDC 500 kV Sumatera-Jawa dengan proyek PLTU IPP Sumsel 8, 9 dan 10, setidaknya akan berpotensi menimbulkan pinalti TOP bagi PLN sebesar Rp 280 miliar per bulan. Untuk itu COD antara HVDC dan PLTU IPP mulut tambang harus sinkron. c. Risiko hambatan pada penyediaan dan pasokan energi primer non-BBM secara jangka panjang mengemuka mengingat bahwa 160 RUPTL 2015- 2024 energi primer non-BBM, khususnya batubara dan gas adalah non- renewable cadangan semakin menurun dan kebutuhan untuk pembangkit listrik PLN berpotensi akan ‘bersaing’ dengan pasar ekspor. Dampak risiko ini diantaranya adalah meningkatnya BPP karena ketetidaktersediaan energi primer non-BBM akan disubstitusi oleh BBM. d. Risiko pertumbuhan konsumsi tenaga listrik melampaui proyeksi cukup mengemuka mengingat bahwa kecepatan penyediaan infrastruktur kelistrikan menghadapi beberapa risiko yang telah dijelaskan di atas, sedangkan pertumbuhan listrik meskipun telah diproyeksikan relatif tinggi yaitu 8,4 skenario 1 namun trend hingga 2012 menunukkan kenaikan pertumbuhan 2012 sebesar 10,17. Risiko ini akan berdampak pada defisit daya pebangkit yang berakibat pemadaman. 4. Aspek Operasional a. Risiko penurunan performance pembangkit eksisting. Dalam periode 10 tahun ke depan risiko ini berpotensi terjadi, yang diantaranya disebabkan sebagian pembangkit eksisting PLN telah berusia tua dan performance pembangkit baru eks-FTP1 tidak mencapai bawah target yang diinginkan. Adapun dampak yang ditimbulkan antara lain defisit daya pembangkit.

b. Risiko terjadinya bottlenecking sistem transmisi. Risiko ini

berpotensi terjadi akibat kecepatan pertambahan kapasitas jaringan transmisi tidak sejalan dengan pertumbuhan demand maupun penambahan kapasitas pembangkit. Terlebih apabila bottleneck yang telah ada saat ini tidak diatasi, maka akan memperbesar peluang terjadinya bottleneck yang lebih besar.

c. Risiko kenaikan harga Energi Primer baik BBM, batubara, gas

dan sebagainya akan sangat berdampak pada perusahaan, terlebih apabila kenaikan harga tersebut diikuti dengan hambatan pasokan karena pengaruh permintaan pasar.

d. Risiko lingkungan, berupa kepatuhan terhadap ketentuan

masalah lingkungan, tuntutan masyarakat terhadap isu lingkungan berupa kesehatan, limbah, polusi dan kebisingan, serta isu sosial. RUPTL 2015- 2024 161

e. Risiko terjadinya bencana alam. Risiko ini mendapatkan

perhatian guna memastikan preparedness menghadapi kondisi terjadinya bencana.

8.2. PEMETAAN PROFIL RISIKO JANGKA PANJANG 2015-2024

Peta risiko menunjukkan level risiko, dimana level risiko diukur berdasarkan tingkat kemungkinan terjadi likelihood dan skala dampak impact yang ditimbulkan sebagai berikut : Skala Tingkat Kemungkinan Skala Skala Dampak A Sangat Kecil 1 Tidak Signifikan B Kecil 2 Minor C Sedang 3 Medium D Besar 4 Signifikan E Sangat Besar 5 Malapetaka Adapun kriteria umum tiap level risiko dapat dijelaskan sebagai berikut : Level risiko ekstrem adalah risiko dinilai berpotensi menggagalkan pencapaian sasaran. Apabila risiko ini diambil, wajib dilakukan penanganan mitigasi dan perhatian khusus serta detail, dikarenakan sudah berada di atas batas toleransi risiko perusahaan. Level risiko tinggi adalah risiko dinilai menghambat pencapaian sasaran, dan mekanisme kontrol yang ada belum cukup mengendalikan risiko tersebut. Diperlukan langkah penanganan mitigasi untuk menurunkan risiko ke sekurang-kurangnya level moderat. Level risiko moderat adalah risiko dinilai mempunyai pengaruh terhadap sasaran, namun mekanisme kontrol yang ada efektif dapat mengendalikannya. Level risiko rendah adalah risiko dinilai tidak terlalu berpengaruh terhadap sasaran, dan tidak diperlukan tindakan penanganan mitigasi tertentu, karena pengendalian sudah melekat dalam proses bisnis yang ada. Peta profil risiko jangka panjang sebagaimana tersebut di atas dapat dilihat pada Gambar 8.1.