Suaka non-sukarela atau suaka wajib

258 Sementara itu, Pasal 14 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia tahun 1948 menegaskan bahwa setiap orang memiliki hak untuk mencari dan menikmati suaka di negara lain. Permintaan akan hak ini tidak selalu dapat dikabulkan. Begitu juga Konvensi 1951 tidak memberikan perlindungan otomatis atau permanen kepada orang yang meminta suaka. Begitu pula, Pasal 1-2 Konvensi Uni Afrika tentang Aspek-Aspek Problematika Pengungsi di Afrika tahun 1969 menegaskan bahwa setiap negara harus mengerahkan kemampuan optimalnya untuk menerima para pengungsi dan menjamin pemukiman mereka.

5. Suaka non-sukarela atau suaka wajib

Sebagaimana telah dikemukakan sebelumnya, pengungsi tidak boleh dipulangkan ke negaranya, meskipun dia berstatus non-Muslim dzimmiy, baru menganut Islam atau berstatus musta’min. Apabila pengungsi setuju untuk pulang kembali ke negaranya maka tidak boleh dilakukan pemulangan bila ternyata terdapat alasan kuat bahwa hidup pengungsi tersebut akan terancam karena tidak ada dispensasi rukhsah dalam hal ini. Jika tidak demikian, negara Islam akan dianggap bekerjasama dalam melanggar hak asasi manusia yang esensial ini. Tidak diragukan lagi, hal tersebut tidak diimplementasikan dalam hukum internasional modern, kecuali pengungsi sendiri menolak 259 dipulangkan lantaran ketakutan atas keselamatan jiwanya. 325 Terdapat ciri lain dari pola suaka wajib, yakni keharusan negara Islam memberikan suaka kepada orang yang meminta diperdengarkan ayat suci al-Qur’an, berdasarkan kalam Allah:  Dan jika seorang di antara orang-orang musyrik itu meminta perlindungan kepadamu, maka lindungilah supaya ia sempat mendengar Kalamullah, kemudian antarkanlah ia ke tempat yang aman baginya. Q.S. al-Taubah9:6. 326 Kewajiban menghormati suaka sebagai suatu hak asasi manusia telah ditetapkan dalam agama Islam, sebab hal tersebut merupakan unsur integral dari akidah dan Syariat Islam. Dalam hal ini, Piagam Perjanjian tentang Hak Anak dalam Islam, yang diadopsi oleh Organisasi Konferensi Islam OKI, pada tahun 325 Bandingkan, terkait perlindungan atas hak hidup dalam hukum internasional modern, artikel kami yang berjudul, Le Devoir de Respecter le Droit a la Vie en Droit International Public, R. Egypt. DI, 1984, h. 9- 70. 326 Terkait frase dalam ayat “Berikan perlindungan kepadanya, sehingga dia dapat mendengar kalam Allah”, Ibn al-‘Arabiy mengatakan bahwa hal itu berarti jika seseorang mencari suaka atau perlindungan jiwar, amân maupun dzimmah darimu, berikanlah sehingga dia bisa mendengar al-Qur’an. Ayat ini berhubungan dengan mereka yang ingin mendengar al-Qur’an dan tertarik untuk memahami Islam. Namun demikian, suaka ijarah untuk tujuan-tujuan yang lain dapat diberikan sesuai kepentingan dan untuk kemaslahatan umat Muslim. Oleh sebab itu, suaka bisa diberikan baik oleh Amir penguasa atau masyarakat. Otoritas penguasa dalam memberikan suaka merupakan hal yang relatif karena kekuasaan datang dari amanat seluruh masyarakat untuk menjamin kepentingan masyarakat dan menghindarkan mereka dari kerugian untuk kemaslahatan. Berkenaan dengan otoritas seseorang untuk memberikan suaka, Hadis Nabi menyebutkan, “Muslim sama derajatnya; yang terendah di antara mereka bisa memberi rasa aman dan yang tertinggi di antara mereka dapat menolak aman yang diberikan pada mereka.” Lihat, Ibn al-‘Arabiy, Ahkâm al-Qur’an, op. cit., Jilid. 2. h. 891; al-Qurtubiy, al- Jâmi’ li Ahkâm al-Qur’ân, Jilid. 8, h. 76. Dalam pikiran yang serupa, Ibn Qudâmah berkata, “Jika seseorang mencari suaka supaya dapat mendengar kalam Allah dan mengerti tentang syariah, dia harus diberikan suaka dan diantarkan ke tempat di mana dia dapat merasa aman.” Lihat, Ibn Qudâmah al-Maqdisi, al-Kâfi fî Fiqh al- Imâm al-Mubajjal Ahmad ibn Hanbal, Beirut: al-Maktab al-Islâmiy, 1399 H1979 M, Jilid. 4, h. 332. Sebaliknya, ahli lain berkata, “Frasa dalam ayat, “Berikanlah itu suaka” mengindikasikan suatu perintah yang wajib yang terbatas hanya pada tujuan ini saja, tujuan yang dimaksud adalah yang tidak berkaitan dengan aman yang dikenal dalam Syariat Islam. Aman adalah suaka yang diberikan atas dasar kebijaksanaan dan kehendak sendiri dari seorang Muslim. Namun jika seseorang mencari suaka dengan tujuan supaya bisa mendengar kalam Allah, dia harus mendapatkannya dan keselamatannya harus terjamin, sesegera mungkin setelah dia mengajukan permohonannya, tanpa melihat apakah suaka diberikan atau tidak”. Lihat ‘Imâd al-Dîn ibn Muhammad al-Tabariy, Ahkâm al-Qur’ân, tahqîq Mûsâ Muhammad dan ‘Izzat ‘Athiyyah, Kairo: Dâr al- Kutub al-Hadîtsah, t.th., Jilid. 4, h. 26. 260 2005, menegaskan bahwa: “…hak dasar dan kebebasan publik, menurut Syariat Islam, merupakan ajaran integral tidak dapat dipisah – pisah. Tak seorangpun memiliki hak untuk menghentikan, merusak, atau mengabaikannya.’’ 327 Syariat Islam merupakan suatu entitas yang memiliki totalitas, yang tidak dapat dipisah-pisahkan. 328 Menurut hukum internasional modern, gagalnya suatu negara memenuhi kewajibannya untuk memberikan suaka disebabkan oleh 2 dua hal. Pertama, negaralah yang berhak menentukan dasar alasan pemberian suaka. Dalam hal ini, Pasal 1 paragraf 3 Deklarasi tentang Suaka 1967 menyatakan bahwa pihak negara pemberi suaka berhak menentukan dasar alasan pemberian suaka. Kedua, hak setiap orang untuk meminta dan memperoleh suaka di negara lain adalah sejalan dengan peraturan perundang-undangan negara dan konvensi internasional Pasal 12 paragraf 3 Piagam Afrika tentang Hak Asasi Manusia dan Bangsa-bangsa, 1981. Sementara itu, dalam agama Islam, seperti telah dijelaskan sebelumnya, pemberian suaka itu bersifat wajib, dan dalam sejumlah keadaan, tidak ada pilihan lain.

6. Perlakuan terhadap pengungsi