244
“Wahai kaum Quraisy, sesungguhnya anak dari Abî Quhâfah Abû Bakr telah membatalkan suakaku; maka, terserah pada
kalian untuk memperlakukan kawan kalian”.
306
Kedua, pembatalan oleh ‘Utsmân ibn Maz’ûn atas suaka jiwâr al-Walîd ibn al-Mugîrah.
307
B. Menurut Hukum Internasional
Perspektif hukum internasional perihal penghentianpembatalan suaka adalah tidak berbeda dengan masalah pemulangan secara
sukarela.
4. Hilangnya faktor penyebab munculnya suaka melalui amnesti pengampunan atau permintaan maaf oleh
pengungsi A. Menurut Syariat Islam
Apabila faktor penyebab adanya sesuatu dalam hal ini hak suaka itu hilang, maka hilang pula sesuatu yang disebabkannya.
Karena itu, suaka bisa saja hilang atau terhenti lantaran faktor yang menjadi penyebabnya juga hilang atau berakhir dengan
306
Ibn Hisyâm, al-Sîrah al-Nabawiyyah, op cit, Jilid. I, h. 373-374.
307
Ibn Hisyâm mengisahkan, ketika ‘Utsmân sedang berada di bawah suaka al-Walîd ibn al-Mugîrah, dia merasa malu karena bernasib baik berada di bawah perlindungan seorang kafir. Sementara teman-teman dan
saudara-saudaranya sesama Muslim mengalami penyiksaan dan kesengsaraan yang tidak dialaminya. Jadi, dia menemui al-Walîd ibn al-Mugîrah, dan menyapanya, “Wahai Abâ-‘Abd Shams, suaka anda sudah berakhir, dan
dengan ini aku menyatakan mencabutnya.” “Untuk apa keponakanku?”, al-Walîd ibn al-Mugîrah bertanya dengan heran, ”Mungkin orang-orangku telah berbuat salah padamu?” “Tidak, hanya saja aku merasa cukup
dengan suaka Allah, dan aku tidak akan mencari perlindungan kecuali dari-Nya.” ‘Utsmân menjawab, ”Kalau begitu pergilah ke masjid dan umumkan penghentian ini di depan umum seperti aku memberikannya padamu
dulu.” Kemudian keduanya berjalan ke masjid, dan al-Walîd berkata, “Ini ‘Utsmân, dan dia mencabut suaka dariku.” ‘Utsmân berkata, “Dia benar. Dia merupakan seorang pelindung yang baik dan bisa dipercaya;
namun, aku ingin mencari perlindungan secara eksklusif dari Allah. Itulah sebabnya sekarang aku mencabut suaka darinya.” Lihat Ibn Hisyâm, al-Sîrah al-Nabawiyyah, op cit, Jilid. I, h. 370.
245
sendirinya. Hal ini dapat terjadi melalui pengampunan dari
penguasa negara atas segala perbuatan yang dilakukan oleh pengungsi, atau melalui permintaan maaf pengungsi yang
diterima oleh penguasa negara. Sebagai contoh, peristiwa yang dialami Ka’ab ibn Zuhair, yang pernah mengolok-olok Rasulullah
SAW melalui sya’irnya, lalu ia melarikan diri. Tak lama waktu berselang, akhirnya dia datang menemui Rasulullah SAW dengan
maksud bertaubat. Diceritakan bahwa dalam pelariannya, dia merasa seakan-akan bumi tempat berpijaknya sangat sempit, dia
merasa amat bersalah dan gelisah. Lalu, dia menemui Abû Bakr, dan kemudian usai shalat Subuh, Abû Bakr membawa Ka’ab ibn
Zuhair, dalam keadaan mukanya tertutup sorban, menemui Rasulullah SAW. Abû Bakr berkata: “Wahai Rasulullah, orang
ini ingin mengangkat janji setia kepada engkau atas dasar agama Islam.” Lalu, Rasulullah mengangkat tangannya. Ka’ab ibn
Zuhair menyingkirkan sorban dari mukanya, dan berkata, ”Wahai Rasulullah, demi ayahku, engkau dan ibuku, engkaulah tempat
berlindung aku, Ka’ab ibn Zuhair.” Kaum Anshar marah dan berkata secara kasar kepada Ka’ab atas pernyataannya itu kepada
Rasulullah SAW. Kaum Quraisy bersimpati kepadanya dan menginginkannya agar memeluk Islam. Kemudian, Rasulullah
SAW memberikannya perlindungan. Tak lama kemudian, Ka’ab membacakan eulogi sebagai pujian kepada Rasulullah SAW,
246
dengan pembukaan sebagai berikut:
308
Hari ini, saat Su’âd pergi, hatiku merindu dendam Terpesona dan terbelenggu cinta, tak terobati
dan sebagai penutup, dia berkata: Kemudian para sahabat yang kupercaya berkata,
“Sudahlah, saya sedang sibuk.” “Pergilah kau anak yatim,” aku berkata.
“Apapun Yang Maha Pengasih Allah inginkan akan terjadi.”
Seberapa lamapun dia berada dalam keadaan aman, setiap anak dari seorang wanita suatu hari pasti akan berada
dalam peti mati Aku diberitahu bahwa pesuruh Allah telah mengancamku,
namun maaf dari pesuruh Allah merupakan suatu yang diidam-idamkan
Al-Raqqâm al-Basri dalam bab tentang “Pengampunan dan Repatriasi para Pelarian dan Orang Buangan melalui Pemberian
Kasih Sayang dan Pemaafan kepada Mereka”, menceritakan bahwa istri ‘Ikrimah ibn Abî Jahl, yang telah melarikan diri ke
Yaman, telah memeluk Islam. Sang perempuan itu mendatangi Rasulullah SAW, memohonkan perlindungan untuk ‘Ikrimah,
308
Lihat al-Raqqâm al-Basriy, al-‘Afw wa al-I’tizâr, Jilid. II, h. 447-451. Lihat contoh yang lain pada h. 455-461.
247
suaminya. Kemudian, sang perempuan itu pergi menemui suaminya di Yaman, lalu dia mengajaknya menemui Rasulullah
SAW, dan kemudian beliau mengesahkan perkawinannya yang pertama.
309
B. Menurut Hukum Internasional