118
didalamnya diperlakukan sebagai peserta perang dan bukan sebagai pengungsi.
154
10. Suaka lantaran adanya aktvitas peperangan atau militer
Dalam masalah ini, pembahasan akan dibagi menjadi 4 empat hal.
a. Konflik bersenjata yang mengakibatkan berbagai situasi pengungsian.
155
Dalam al-Qur’an terdapat sederetan dalil yang jelas tentang problematika pengungsi, khususnya mereka yang
dipaksa oleh pihak musuh untuk meninggalkan negerinya sendiri dan lari ke berbagai tempat lain. Dalam hal ini
Allah SWT berkalam: Mengapa Kami tidak mau berperang di jalan Allah,
padahal sesungguhnya Kami telah diusir dari kampung halaman kami dan anak-anak kami? Maksudnya:
154
Di antara contoh lain tentang kasus pengungsi yang tidak dikehendaki ini adalah apa yang dikemukakan oleh Abu Yusuf. Menurutnya, jika ada sejumlah penumpang kapal dalam suasana perang
terdampar dibawa angin dengan harta bawaannya, hingga akhirnya masuk ke sebuah pantai negeri Muslim, maka kaum Muslimin boleh saja menangkap penumpang kapal tersebut dan mengambil barang bawaannya.
Apabila seorang gubernur menangkap mereka, seyogyanya ia mengirim mereka beserta harta bawaan mereka kepada kepala negera Islam. Kemudian, kepala negara mempunyai pilihan untuk mengizinkan mereka tetap
tinggal atau dieksekusi. Penguasa Negara dalam kasus ini sangat diberikan wewenang yang luas. Jika sendainya orang-orang yang terdampar tadi mengaku sebagai pedangang, maka pengakuan mereka ini tidak bisa diterima,
bahkan harta bawaannya itu bisa dianggap sebagai fa’i yang pengelolaannya diserahkan kepada kepentingan kaum Muslimin. Pengakuan mereka sebagai pedagang tidak bisa diterima begitu saja. Abû Yûsuf, Kitâb al-
Kharaj, Kairo: al-Matba’ah al-Salafiyyah, 1397 H, h 205.
155
Lihat pula secara khusus tentang orang yang melarikan diri dari tugas pelayanan pusat atau menolak kerjasama dalam urusan peperangan dan sejauh mana hak-hak mereka akan suaka. Lihat Manual of
Applicable Procedure and Criteria in Refugee Status Determination under the 1951 Convention and 1967 Protocol on Refugee Status, UNHCR, Geneva, 1992, h. 52-55.
119
mereka diusir dan anak-anak mereka ditawan. QS al- Baqarah2:246
.
Dan Sesungguhnya kalau Kami perintahkan kepada mereka: Bunuhlah dirimu atau keluarlah kamu dari
kampungmu, niscaya mereka tidak akan melakukannya kecuali sebagian kecil dari mereka. QS : an-Nisâ’4:66
Maka orang-orang yang berhijrah dan yang diusir dari kampung halamannya, yang disakiti pada jalan-Ku. Q.S.
Ali ‘Imrân3:195. Sesungguhnya Allah hanya melarang kamu menjadikan
sebagai kawanmu orang-orang yang memerangimu karena agama dan mengusir kamu dari negerimu, dan
membantu orang lain untuk mengusirmu. Dan barangsiapa menjadikan mereka sebagai kawan, maka
mereka itulah orang-orang yang zalim.
◌Q.S. al- Mumtahanah60:9.
Dan jika tidaklah karena Allah telah menetapkan pengusiran terhadap mereka, benar-benar Allah
mengazab mereka di dunia. Dan bagi mereka di akhirat azab neraka. Qs al-Hasyr59: 3
b. Ketidakbolehan memberikan suaka kepada orang yang ikut berperang
Secara mendasar hak-hak suaka memiliki karakter “perdamaian sipil dan kemanusiaan.”
156
Oleh sebab itu tidak bisa dibenarkan jika tentara dalam sebuah
156
Lihat The 1967 Declaration on Territorial Asylum adopted by the Umited Nations General Assembly. Lihat juga Introduction to International Protection of Refugees, August 2005, UNHCR, Geneva, h.
71
120
peperangan melakukan pencarian suaka
157
sampai ketika pihak yang berwenang telah yakin, dalam periode
tertentu, bahwa mereka telah benar-benar dinonaktifkan dari aktifitas ketenteraan. Dengan adanya jaminan
kenonaktifan yang bersangkutan dari kegiatan ketentaraan, maka langkah-langkah spesifik akan diambil
untuk menentukan status pengungsi dengan basis kasus per kasus dalam rangka memastikan bahwa pemohon
suaka memenuhi kriteria yang diperlukan untuk memperoleh status pengungsi.
158
Pengungsi adalah bagian dari masyarakat sipil. Oleh sebab itu seseorang yang tergabung dalam unsur
ketentaraan tidak memungkinkan untuk menjadi pencari suaka atau menjadi pengungsi.
159
Demikian halnya seseorang yang bekerja di sebuah markas militer dalam
rangka membela negaranya dan, ia juga tidak dapat memperoleh status sebagai pengungsi.
Ajaran Islam tampaknya sepakat dengan apa yang dikemukakan di atas. Sebab selama seseorang bekerja
dalam urusan peperangan, maka orang tersebut pasti akan
157
Lihat rekomendasi Conclusions on International Protection of Refugees adopted by UNHCR Executive Committee, Cairo, 2004, h. 265 No. 9453.
158
Ibid h. 268.
159
Pasal 44 Konferensi Genewa Keempat tahun 1949 tentang Perlindungan bagi Warga Sipil dalam Masa Perang menyatakan bahwa dalam hal pemakaian langkah-langkah pemantauan, negara pemberi suaka
tidak boleh melindungi pencari suaka yang nyata-nyata tidak memanfaatkan perlindungan berbagai negara sebagaimana pihak-pihak musuh yang hanya karena mengikuti tata aturan bagi negara yang sedang bermusuhan
itu.
121
bertentangan dengan ‘keamanan’, yang mana adalah dasar dari pemberian suaka istijarah dan ijarah dalam Syariat
Islam. c. Perpindahan tawanan perang
Pandangan kaum ulama fikih menyatakan bahwa sesungguhnya seorang tawanan perang harus meminta
perlindungan suakanya di negara Islam. Demikian halnya menurut al-Mawardi bahwa seorang tawanan perang
wajib apabila memungkinkan, walaupun ia telah diambil sumpahnya agar tetap tinggal di tempat dan tidak
melakukan hijrah. Hal ini mesti dilakukan, sebab sumpah dalam kondisi seperti ini adalah dipaksakan dan terjadi
pada saat mereka sedang dalam keadaan tertekan.
160
d. Pemberian suaka teritorial kepada tawanan perang Problem ini secara mendasar muncul akibat terjadi
peperangan antara Korea Utara dan Korena Selatan sekitar tahun 1950-1953. Sejumlah besar tawanan
perang ditahan di beberapa negara yang terlibat peperangan dengan Korea Utara. Mereka menolak untuk
kembali ke negara asalnya dan aliansi negara-negara
160
al-Mâwardi berkata: “Seorang tawanan perang adalah pihak yang lemah dan wajib berhijrah jika mampu untuk melakukannya. Bahkan ia diperbolehkan untuk melakukan pembunuhan dan merampas harta
pihak yang menjadikan tawanan perang. Jika pada saat berusaha lari ia tertangkap, ia boleh menyerang mereka, jika akhirnya tertangkap lagi dan diambil sumpah agar ia tidak melarikan diri dan agar tetap harus bersama
mereka menjadi budak, tetapi pada akhirnya ia mendapatkan kesempatan untuk keluar meninggalkan mereka, maka ia wajib melakukanya, sekalipun ia pernah bersumpah untuk tidak akan lari lagi. Hal ini didasarkan atas
sabda Nabi yang menyatakan bahwa barang siapa yang bersumpah untuk melakukan sesuatu, tetapi ternyata hal yang terjadi merupakan kebalikannya, maka laksanakan hal terbaik dan bayarlah kafarat atas sumpah yang
dilakukannya.” al-Mâwardi, al-Hâwi al-Kabîr, Jilid XVIII, h. 312-313.
122
Barat memberikan hak suaka kepada mereka. Kejadian ini memunculkan beberapa penafsiran berbeda tentang
ketentuan dalam Konvensi Genewa tentang Perlakuan terhadap tawanan Perang tahun 1949, khususnya pasal
1181 yang menyebutkan bahwa “Tawanan perang harus dilepaskan secara bebas dan dipulangkan ke negeri asal
mereka tanpa penundaan, segera setelah aktivitas militer siakhiri.” Dan Pasal 7 menyatakan bahwa “Tawanan
perang tidak boleh, dalam keadaan apapun, tidak boleh meninggalkan sebagian atau keseluruhan hak-hak yang
dijaminkan kepadanya oleh Konvensi ini.
161
Dengan adanya ketentuan pasal ini, ada sebagian ahli hukum yang berpendapat bahwa pemberian suaka kepada
tawanan perang tidak diperbolehkan, sementara sebagian lainnya berpendapat lain, yakni tetap saja suaka
diperbolehkan kepada tawanan perang. Sebab suaka adalah hak asasi manusia, dan berlaku bagi tawanan
perang sekalipun.
162
Sepelik apapun sebuah masalah, bagaimana pandangan Islam dalam masalah ini?
161
Ahmad Abû al-Wafâ’, al-Nazariyyât al-‘Âmmah li Qanûn al-Duwal al-Insâniy, Kairo: Dâr al- Nahdah al-‘Arabiyyah, 2006, h. 71.
162
Lebih lanjut tentang perbedaan pendangan ulama dalam masalah ini bisa dilihat dalam Abdul Wahid al-Far, Asrâr al-Harb, Dirâsah Fiqhiyyah Tatbîqiyyah fi Nitâq al-Qanûn al-Duwaliy al-‘Âmm wa al-Syarî’ah
al-Islâmiyyah, Kairo: ‘Âlam al-Kutub, 1975, h 390-397. Lihat pula Burhân Amrullah, al-Nazariyyah al- ’Âmmah li Haqq al-Malja’ fi al-Qânûn al-Duwali al-Mu’âsir, Disertasi Kairo: Jâmi’at al-Qâhirah, 1983, h
239-255.
123
Menurut pandangan kami, untuk menyelesaikan kasus ini, sangat memungkinkan jika pengungsi yang ada dalam
kawasan peperangan ini dianalogikan seperti barang yang disandera atau gadai, dalam arti bahwa tawanan perang
tidak boleh dikembalikan, dan harus tetap diberikan perlindungan suaka teritorial, jika mereka masuk agama
Islam atau berstatus sebagai dzimmiy atau bilamana ada ketakutan akan keselamatan nyawa mereka apabila
dipulangkan.
11. Penghormatan suaka oleh pihak ketiga kepada negara yang memiliki perjanjian dengan Muslim