61
Organisasi Konferensi Islam OKI telah mengeluarkan resolusi tentang asas non-diskriminasi dalam masalah hak
asasi manusia, yaitu: i Resolusi No. 3720-S menegaskan: “Kesatuan nilai-nilai
Islam tentang hak asasi manusia dan perhatian besar yang ditunjukkan Syariah Islam terhadap hak asasi dan
kebebasan dasar manusia adalah berlaku untuk setiap orang tanpa diskriminasi apapun”. Resolusi ini juga menyatakan
diperlukannya upaya memfasilitasi perjuangan menegakkan “nilai-nilai Islam di dalam masalah hak asasi manusia”.
ii Resolusi No. 66-S Konferensi Tingkat Menteri di Jeddah, 1975 M1395 H tentang Apartheid dan Diskriminasi Rasial
di Afrika Selatan, Rhodesia, Namibia dan Palestina menyatakan bahwa peserta Konferensi berkomitmen untuk
menegakkan prinsip Islam yang menolak diskriminasi manusia atas dasar ras dan warna kulit.
89
B. Menurut Hukum Internasional
Prinsip non-diskriminasi merupakan salah satu prinsip fundamental hukum internasional tentang hak asasi manusia
pada umumnya,
90
dan terkait hak suaka pada khususnya. Pasal 3 Konvensi 1951 tentang Status Pengungsi
89
Resolusi No. 37-S Konferensi Tingkat Menteri, Istanbul, 1976, tentang isu yang sama menyatakan bahwa sesuai dengan prinsip-prinsip ajaran Islam, umat Islam harus melawan diskriminasi rasial dalam berbagai
bentuknya. Pernyataan dan Resolusi Konferensi Tingkat Tinggi dan Pertemuan para Menteri Luar Negeri OKI, Tahun 1969-1981, Jeddah: OKI, t.th., h.182.
90
Ahmad ‘Abd al-Wafa`, al-Himâyah al-Dauliyyah li Huquq al-Insân, h. 138-139.
62
menyebutkan bahwa negara-negara Pihak akan menerapkan ketentuan – ketentuan Konvensi ini terhadap pengungsi tanpa
diskriminasi atas dasar ras, agama atau negara asal.
B.4. Prinsip karakter manusiawi dalam hak suaka
Hak suaka melahirkan jaminan perlindungan terhadap orang yang mengalami ancaman penganiayaan. Hak suaka
memiliki karakter manusiawi yang intrinsik dan tidak mungkin tidak terlihat. Karakter tersebut terletak di dalam
sumber dan asal dari hak – hak tersebut.
A. Menurut Syariat Islam
Syariat Islam dan hukum internasional kontemporer memiliki kesamaan pandangan, bahwa dalam hak – hak suaka
terdapat karakter manusiawi. Sebab, sebagaimana telah diuraikan sebelumnya, hak suaka ini ada untuk kepentingan
memenuhi permintaan bantuan orang yang sangat membutuhkannya. Inilah sisi karakter manusiawi dari hak
tersebut.
91
Suaka sendirimerupakan percikan rasa kasih sayang yang diberikan kepada orang yang dilanggar hak dan
kebebasan asasinya. Oleh karena itu, kami setuju dengan pendapat yang
menyatakan bahwa pengaturan status pengungsi berada di
91
Demikian juga, pendapat yang mengatakan bahwa desain teori suaka merupakan sebuah konsep kemanusiaan Islam yang mempertimbangkan kesejahteraan individu, dan bukan kepentingan penguasa mereka.
Cf. “ Suaka dan Pengungsi dalam Tradisi Islam , dalam International law Association, Report of the Sixty- Ninth Conference, tahun 2000, h. 321.
63
bawah lingkup masalah ”interaksi antar sesama manusia” muamalah, di mana aturan-aturannya didasarkan pada
hikmahtujuan hukum yang bermuara pada realisasi kemaslahatan dan negasi kemudaratan tahqîq al-masâlih wa
dar’u al-mafâsid.
92
Dapat ditambahkan bahwa karena pemberian suaka berada di bawah lingkup masalah interaksi antar sesama
manusia muamalah, maka ia juga tunduk pada dua prinsip berikut:
a. Prinsip Tagayyur al-Ahkâm bi Tagayyur al-Zamân perubahan hukum karena perubahan waktu.
93
Prinsip ini didasarkan pada pandangan bahwa teks-teks al-
Qur’an dan Hadis terbatas jumlahnya, sedang peristiwa hukum tidak terbatas kejadiannya. Sesuatu yang tidak
terbatas tidak dapat diatur oleh sesuatu yang terbatas. Oleh karena itu, ijtihad harus dilakukan untuk
menemukan jawaban atas peristiwa hukum baru, termasuk masalah hukum suaka, terutama karena
mempertimbangkan karakternya yang manusiawi. b. Prinsip yang diambil dari Hadis Nabi Muhammad SAW:
92
Ahmad al-Khamlisyi Mada Tawâfuq al-Syarî’ah ma’a al-Tasyrî’at al-Duwaliyyah al-Khassah bi al- Lâji`in. h. 38. Sebuah studi yang diterbitkan oleh ISESCO sebagai bagian dari rencana aksi organisasi pada
tahun 2004-2006, h. 38.
93
Kaidah “lâ yunkar tagayyur al-ahkâm bi tagayyur al-azmân”, pasal 39 dari Majallah al-‘Adliyyah, Al-Zarqa, Mustafa, al-Madkhal al-Fiqhiyy al-‘Âmm, Damaskus: Dâr al-Qalam, 1418 H 1998M, Jilid II, h.
941-942. .
64
Kamu lebih tahu urusan duniamu.
94
Demikian pula, Hadis yang mengharuskan penanganan masalah pengungsi berlandaskan alasan dan pikiran
pertimbangan kemanusiaan.
B. Menurut Hukum Internasional