102
menyerahkan imigran Muslim kepada keduanya. Sebagai tanggapan, Negus berkata: “Tidak, demi Tuhan, saya tidak
akan menyerahkan mereka. Saya tidak akan pernah membiarkan mereka disakiti, mereka yang telah meminta
perlindungan saya, datang ke negara saya dan memilih saya, sampai saya memanggil mereka, kemudian saya
menanyai mereka tentang kebenaran yang dikatakan orang tentang mereka. Jika terbukti benar, saya akan
menyerahkan mereka kepada keduanya, dan mengembalikan mereka ke masyarakat mereka. Akan
tetapi, jika tidak benar, saya akan membela dan melindungi mereka dengan baik selama mereka berlindung pada
saya”.
135
Setelah Negus mendengar dari kaum Muslimin dan mengetahui kebenaran argumen mereka, Negus menolak
permintaan 2 dua orang utusan Quraisy tersebut. Negus bahkan berkata kepada kedua utusan Quraisy tersebut:
“Bahkan jika Anda memberi saya segunung emas, saya tidak akan menyerahkan mereka kepada Anda”. Negus
kemudian memerintahkan untuk mengembalikan hadiah kepada keduanya, dan mereka pulang dengan kecewa.
136
135
Ibn Hisyâm, Sîrah Ibn Hisyâm, Jilid I, h. 359; Ibn ‘Abd al-Barr, al-Durrar fi Ikhtsâr al-Maghâzi wa al-Siyar, op.cit, h. 137.;
136
Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Zâd al-Ma’âd fi Hady Khair al-‘Ibâd, Beirut: Dâr al-Kitâb al-‘Arabi,
t.th., Jilid II, h. 64.
103
Di samping hijrahnya sebagian kaum Muslimin ke Ethiopia AbessiniaHabsy
137
dua kali pada tahun 615 Masehi, kami perlu juga menyebutkan hijrahnya Nabi Muhammad
SAW, bersama dengan Abu Bakar al-Shiddiq r.a. dan sejumlah kaum Muslim lainnya ke Madinah pada tahun 622
Masehi.
138
Terdapat beberapa ayat al-Qur’an yang menganjurkan untuk hijrah, antara lain:
Sesungguhnya orang-orang yang beriman dan berhijrah serta berjihad dengan harta dan jiwanya pada jalan Allah
dan orang-orang yang memberikan tempat kediaman dan pertolongan kepada orang-orang muhajirin, mereka itu
satu sama lain saling melindungi. Dan terhadap orang- orang yang beriman, tetapi belum berhijrah, maka tidak ada
kewajiban sedikitpun atasmu untuk melindungi mereka, sebelum mereka berhijrah. Akan tetapi jika mereka
meminta pertolongan kepadamu dalam urusan pembelaan agama, maka kamu wajib memberikan pertolongan, kecuali
bertentangan dengan kaum yang telah ada perjanjian
137
Nabi Muhammad SAW Pernah mengirimkan surat kepada Negus, yang berbunyi, antara lain: “Saya mengirimkan kepada Anda saudara sepupuku, Ja’far dan sekelompok Muslim. Ketika mereka datang menemui
Anda, biarkan mereka tenang dan tinggalkanlah pendekatan kekerasan. Beberapa komentar menegaskan bahwa Nabi Muhammad SAW meminta perlakuan adil dari Negus dalam mengurus pengungsi yang terasing dari kaum
Muslimin di negerinya sendiri. Lihat Muhammad Sît Khattab, Ja’far ibn Abî Tâlib, Awwal Safîr fi al-Islâm, Majjalah al-Buhuts al-Islamiyyah, al-Riyasah al-‘Ammah li`Idârat al-Buhûts al-‘Ilmiyyah wa al-Iftâ`, al-
Amânah al-‘Âmmah li Hai`at Kibâr al-‘Ulama`, Riyadh, 1410 H, h. 193-194. Sebagian ahli mengatakan, hijrahnya umat Islam ke Ethiopia, sebagai salah satu bentuk suaka politik. Kaum Muslim yang pertama hijrah
ke Ethiopia, sebuah negara Kristen, yang memberi mereka “suaka politik”. Lihat Malik, The Concept of Human Rights in Islamic Jurisprudence, Human Rights Quarterly, The Johns Hopkins Univ. Press, nomor 3, 1981, h. 6.
Sebagian orientalis melihat, bahwa hijrah ke Ethiopia dapat dirujukkan kepada salah satu dari lima sebab, yaitu melarikan diri dari penganiayaan, menjauhkan diri dari resiko pemurtadan, untuk melakukan aktivitas
perdagangan, untuk meminta bantuan militer dari orang-orang Ethiopia, atau karena terjadinya perselisihan di antara kaum Muslimin, sehingga Nabi SAW menjauhkan salah satu kelompok ke Ethiopia sampai mereka dapat
menyelesaikan pertentangan. Lihat rincian lebih lanjut dan bantahan atas argumen ini dalam Daufiq al-Râ’iy, Dirâsat fi Fahm al-Mustasyriqîn li al-Islâm, Majallat al-Syarî’ah wa al-Dirâsat al-Islâmiyyah, Jâmi’ah al-
Kuwait, 1412H1992M, No. 18, h. 174-179.
138
Ibn Hisyâm, al-Sîrah al-Nabawiyyah, Jilid I, h. 480-485.
104
dengan kamu. Dan Allah Maha melihat apa yang kamu kerjakan. Q.S. al-Anfal, 8: 72
Dan ingatlah wahai para Muhajirin ketika kamu masih berjumlah sedikit lagi tertindas di muka bumi Mekkah,
kamu takut orang-orang Mekkah akan menculik kamu, maka Allah memberi kamu tempat menetap.. Q.S. al-
Anfâl8:26
Orang-orang yang terdahulu lagi yang pertama-tama masuk Islam, dan yang meninggalkan rumah mereka dan
mereka yang memberikan bantuan dari golongan Muhajirin dan Anshar dan orang-orang yang mengikuti nilai – nilai
baik, Allah ridha kepada mereka dan merekapun ridha kepada Allah Q.S. al-Taubah9:100
Juga bagi orang fakir yang berhijrah yang diusir dari kampung halaman mereka, dan dari harta benda mereka,
karena mencari karunia dari Allah dan keridhaan-Nya, dan mereka menolong Allah dan RasulNya, mereka itulah
orang-orang yang benar. Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman Anshor
sebelum kedatangan mereka Muhajirin, mereka Anshor mencintai orang yang berhijrah kepada mereka
Muhajirin dan mereka Anshor tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada
mereka Muhajirin dan mereka mengutamakan orang- orang muhajirin, atas diri mereka sendiri, sekalipun
mereka dalam kesusahan Q.S. al-Hasyr59:8-9.
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri karena tidak
berhijrah, kepada mereka Malaikat bertanya: Penderiataan apa yang terjadi pada kamu?. Mereka
menjawab: Kami adalah orang-orang yang lemah dan
105
tertindas di negeri Mekkah. Para Malaikat berkata: Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga kamu dapat
berhijrah dari kejahatan di bumi itu?. Orang-orang itu tempatnya di neraka Jahannam, dan Jahannam itu seburuk-
buruknya tempat kembali. Q.S. al-Nisâ`4:97.
139
Ketika Nabi Muhammad SAW menunjuk komandan untuk memimpin pasukan batalion, biasanya Beliau memberi
wasiat amanat kepada komandan untuk bertakwa kepada Allah, dan bersikap baik kepada kaum Muslimin lainnya
yang turut dalam barisannya. Dalam salah satu kejadian, Nabi Muhammad SAW bersabda:
Berperanglah dalam nama Allah, pada jalan Allah. Perangilah orang yang ingkar kepada Allah. Jika Anda
bertemu dengan musuhmu dari kelompok musyrikin, serukanlah kepada mereka untuk menjalankan tiga hal.
Yang manapun dari tiga hal tersebut yang mereka ikuti, maka terimalah dan hentikanlah seranganmu terhadap
mereka. Mintalah mereka untuk memeluk Islam. Jika mereka mengabulkannya, maka terimalah dan tahanlah seranganmu
terhadap mereka. Kemudian, ajaklah mereka untuk pindah dari negeri mereka ke negeri kaum Muhajirin, dan jelaskan
pada mereka bahwa jika mereka melakukannya, maka mereka memiliki hak yang sama dengan yang dimiliki kaum
139
Mahmûd Syaltût berpendapat bahwa ayat ini berlaku dalam beberapa kasus masa kini: Pertama, individu-individu Muslim yang tinggal di negara yang penguasanya menganiaya kaum Muslimin. Mereka ini
diwajibkan hijrah. Jika tidak, mereka pantas mendapat ancaman ayat ini. Kedua, Negara-negara Islam yang dijajah musuh, dimana mereka merampas kekuasaan dan pemerintahan dari penguasa yang sah, serta
menghalangi mereka untuk melaksanakan ajaran agama dan menghilangkan kebebasan terhadap harta mereka. Mereka ini wajib hijrah secara moral dan fisik, berusaha menyatukan kekuatan dengan saudara-saudara
sebangsa mereka untuk mengusir penjajah tersebut. Ketiga, Negara Islam yang terpecah-belah dalam beberapa faksi, dimana setiap faksi dikuasai oleh kelompok musuh kolonialis. Masing-masing faksi tunduk pada
kolonialisnya, tanpa berusaha berhijrah. Serta mereka semua mengabadikan perpecahan bukannya bersatu, yang berarti mendukung musuh-musuh mereka. Dengan begitu, mereka semua adalah orang-orang zalim. Mahmûd
Syaltût, al-Fatâwa, Kairo: Dâr al-Syurûq, 1400 H 1980 M, h. 430-434. Lihat juga penafsiran yang mengagumkan terhadap ayat ini dalam Abû al-Su’ud, Irsyâd al-‘Aql al-Salîm ila Mazaya al-Qur`an al-Karîm,
Kairo: Dâr al-Mushaf, t.th., Jlid II, h. 222-223.
106
Muhajirin. Jika mereka menolak dan lebih memilih negeri mereka, maka beritahukan bahwa mereka sama dengan
Arab Badui lainnya, dimana hukum Allah berlaku atas mereka sebagaimana berlaku terhadap kaum Mukmin.
Mereka tidak mendapat harta rampasan perang sedikitpun, kecuali jika mereka turut berjihad bersama kaum Muslim.
Jika mereka masih menolak maka mintalah jizyah pajak keamanan kepada mereka. Bila mereka patuh maka
terimalah kepatuhan mereka, dan tahanlah serangan terhadap mereka. Akan tetapi, bila mereka menolak, maka
mohonlah bantuan Allah dan perangilah mereka.
140
Terdapat kecenderungan yang kuat di kalangan para ulama untuk berpendapat bahwa hijrah ke Dâr al-Islâm
negara Islam adalah wajib.
141
Karena itu, Ibn Faudi pun menegaskan bahwa hijrah adalah wajib berdasarkan
ketentuan al-Qur’an: Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan malaikat
dalam keadaan menganiaya diri mereka sendiri. Q.S. al- Nisâ`4:97
Dan juga berdasarkan Hadis Nabi SAW:
Saya berlepas diri dari setiap Muslim yang tinggal di bawah kekuasan orang-orang musyrik. Mereka para Sahabat
140
Muslim, Sahîh Muslim, Jilid al-Jihâd wa la-Siyâr No. 1731, Jilid III, h. 1356-1357.
141
Ulama, yang menegaskan bahwa hijrah merupakan kewajiban, secara khusus berargumen kepada prinsip bahwa tidak ada kekuasaan bagi non-Muslim terhadap orang Muslim dalam keadaan bagaimanapun.
Artinya tidak ada kewenangan dalam dua segi, yaitu bidang politik dan hukum. Lihat “Mauqif al-Malikiyyah” dalam Ridwan al-Said, Dâr al-Islâm wa Nizâm al-Daulah wa al-Ummah al-‘Arabiyyah Mustaqbal al-‘Âlam al-
Islâmiy, Pusat Studi Dunia Islam, Malta, Edisi I, Musim Dingin 1991, h. 41- 42. Demikian juga pendapat Ibn al- Arabi yang mengatakan bahwa Anda kaum Muslim wajib berhijrah, dan tidak boleh berada di bawah
kekuasaan kafir, karena hal itu menghinakan agama Islam dan meninggikan “panji-panji” kafir di atas “panji- panji” Allah. Waspadalah, sedapat mungkin jangan berdiri atau berada di bawah kekuasaan kafir. Ketahuilah,
bahwa orang yang berada di bawah kekuasaan orang-orang kafir, padahal ia berpeluang untuk melepaskan diri dari kekuasaan mereka, tak ada tempatnya dalam Islam. Ibn al-‘Arabi, al-Wasâya, Kairo: Maktabah al-
Mutanabbi, t.th., h. 41.
107
bertanya: “Mengapa, wahai Rasulullah?” Beliau menjawab: “Sebab, kamu tidak dapat melihat perbedaan api ciri
keimanan keduanya.”
142
Diriwayatkan oleh Abû Dâud, al- Nasâ`i dan al-Tirmidzi.
Kewajiban hijrah juga didasarkan atas konsensus semua ulama.
143
Uraian yang sama juga terdapat dalam kitab Kasysyaf al-Qinâ’ ‘an Matn al-Iqnâ’, yakni:
Bahwa melaksanakan hijrah wajib bagi orang Muslim yang tidak mampu menampakkan agamanya di dar al-harb, yaitu
wilayah yang hukum kafir berlaku di sana. Hal ini berdasarkan kalam Allah SWT :
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan menganiaya diri mereka sendiri. Q.S. al-
Nisâ`4:97.
Dan berdasarkan sabda Nabi SAW: Saya berlepas diri dari setiap Muslim yangtinggal menetap
di lingkungan musyrikin; Anda tidak tidak dapat melihat perbedaan api ciri keimanan keduanya. Diriwayatkan
oleh Abû Dâud, al-Nasâ`i dan al-Tirmidzi.
142
Abû Dâwud, Sunan Abi Daud, Hadis No. 2645, Jilid III, h. 73-74; al-Tirmidzi, Sunan al-Tirmidzyi, Hadis No. 1604, Jilid IV, h. 132-133.
143
Ibn Faudi mengecualikan kewajiban hijrah bagi semua kaum Muslimin yang termasuk orang-orang yang lemah di antara mereka, berdasarkan kalam Allah SWT : “Kecuali mereka yang tertindas, baik laki-laki
atau wanita ataupun anak-anak yang tidak mampu berdaya upaya dan tidak mengetahui jalan untuk hijrah.” Q.S. an-Nisa`, 4: 98. Seperti dalam Hadis Nabi SAW: “Tidak ada lagi hijrah setelah penaklukan Mekkah”. Ibn
Faudi sependapat dengan penafsiran salah satu mazhab fikih yang menyatakan, bahwa maksud Hadis tersebut:”Tidak ada hijrah setelah penaklukan Mekkah”, maksudnya, setelah Mekkah menjadi Dâr al-Islâm.
Jadi, hukum hijrah tetap berlaku dan merupakan suatu kewajiban di wilayah kafir lainnya. Jika kafir harbiy memeluk Islam, tetapi mereka tidak melaksanakan hijrah, maka mereka dianggap maksiat durhaka, tidak patuh
kepada Allah dan Rasul-Nya. Akan tetapi, status keislamannya tetap sah. Lihat ‘Utsman ibn Faudi, Bayân Wujûb al-Hijrah ‘ala al-‘Ibâd wa Bayân Wujûb Nasb al-Imâm wa Iqâmat al-Jihâd, h. 12-13 dan 16-20.
108
Artinya, seorang Muslim tidak boleh tinggal dimana
perbedaan api keimanan mereka yang Muslim dan non- Muslim tidak terlihat perbedaanya Karena menegakkan
ajaran agama adalah wajib, maka hijrah merupakan kewajiban yang sangat mendasar. Adalah sesuatu yang dapat
dipahami bilamana suatu persyaratan yang muncul karena suatu kewajiban tidak dapat dipenuhi, maka persyaratan
tersebut menjadi kewajiban.
144
Sementara itu, aliran fikih lain berpendapat sebaliknya, dengan menegaskan bahwa hijrah tidak wajib. Pendapat ini
didasarkan atas Hadis Nabi SAW : Tidak ada hijrah setelah penaklukan Mekkah, tetapi jihad
dan niat.
145
144
Lihat al-Bahuti, Kasysyâf al-Qinâ’ ‘an Matn al-Iqnâ’, Jilid III, h. 43-44.
145
Muhammad ibn Ismâ’îl al-Bukhârî, Sahîh al-Bukhârî, Hadis No. 2631, Jilid III, h. 1025. Salah satu argumen terbaik, yang mengkompromikan Hadis ini dan wasiat Rasulullah kepada komandan pasukan,
dikemukakan oleh Imam Al-Hazimi: Pada awal Islam, hijrah adalah wajib, sebagaimana yang ditunjukkan dalam Hadis. Kemudian berubah menjadi Sunnahmandûb; tidak wajib. Hal ini berdasarkan kalam Allah SWT:
“Barangsiapa berhijrah di jalan Allah, niscaya mereka mendapati di muka bumi ini tempat hijrah yang luas dan rezki yang banyak. Q.S. an-Nisa`, 4: 100. Ayat ini turun ketika kaum Muslimin mengalami penderitaan berat
karena penganiyaan kaum Musyrikin, yaitu ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah. Beliau memerintahkan kaum Muslimin pindah untuk dapat bersama-sama dengan Beliau, saling menolong, saling menegakkan agama
dan agar mereka mendalami dan memahami ajaran agama dari Beliau, meskipun keadaan sangat sulit. Kekhawatiran terbesar yang mereka hadapi ketika itu berasal dari suku Quraisy yang notabene penduduk
Mekkah. Tetapi, ketika Mekkah telah ditaklukkan dan berubah menjadi taat, resiko ancaman dan kewajiban untuk hijrah pun menjadi sirna. Ketentuan hukum kembali kepada mandubmustahab bersifat anjuran. Jadi,
wajib dan mandub, keduanya hukum melaksanakan hijrah. Yang terhenti adalah hukum wajibnya, sedang yang masih berlaku adalah hukum mandub melaksanakan hijrah. Inilah cara menggabungkan kedua makna Hadis
tersebut. Lihat Muhammad ibn Mûsa al-Hazimi al-Hamazani, al-I’tibar fi al-Nâsikh wa al-Mansûkh min al- Âtsar, tahqiq ‘Abd al-Mu’ti Qal’aji, Halab: Dâr al-Wa’yi, 1403 H1982 M, h. 308-309. Lihat juga, untuk
pemikiran yang sama, Abû Sulaimân Ahmad ibn Muhammad al-Khattâbi, Ma’âlim al-Sunan Syarh Sunan Abî Daud, Jilid II, Beirut: al-Maktabah al-‘Ilmiyyah, 1401H.1981M, h. 234-235. Pendapat ini didukung oleh
Yazid bin Abi Ziyad: “Tidak ada kewajiban hijrah dari suatu negeri yang penduduknya telah memeluk Islam”. Demikian juga penegasan Salam bin al-Akwa’, bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Anda adalah Muhajirin?
dimanapun Anda berada”, lihat Abû Sulaimân Ahmad ibn Muhammad al-Khattâbi, Ma’âlim al-Sunan Syarh Sunan Abî Daud, h. 310-312. Oleh karena itu, al-Nawawi berkata: “Seorang Muslim yang lemah yang tinggal di
109
Pada kenyataannya, sebaiknya perlu dibedakan antara kedua masalah hukum yang bersifat hipotetis tersebut:
Hipotesis pertama, jika seorang Muslim mampu menunjukkan agamanya di negara non-Muslim, ia tidak
memiliki kewajiban untuk mengungsi ke Dar al-Islam, karena tidak ada alasan hukum ‘illah untuk itu. Karena,
dalam keadaan seperti ini, tidak ada resiko penganiayaan terhadap keberagamaannya.
Hipotesis kedua, jika seorang Muslim tidak mampu menampakkan agamanya atau melaksanakan kewajiban
agamanya di negara non-Muslim, maka wajib baginya untuk hijrah, berdasarkan kalam Allah SWT :
Sesungguhnya orang-orang yang diwafatkan Malaikat dalam keadaan menganiaya diri sendiri, kepada mereka
Malaikat bertanya : Penderitaan apa yang terjadi pada kamu?. Mereka menjawab: Kami adalah orang-orang
negeri kafir dan tidak mampu menampakkan keyakinan agamanya, haram baginya tetap tinggal di sana, dan dia wajib berhijrah ke Dâr al-Islâm negeri Islam. Jika dia tidak mampu melakukannya, dia dimaafkan sampai ia
mampu melaksanakannya. Jika negeri tersebut telah ditaklukkan oleh negara Islam sebelum dia berhijrah, maka gugur kewajiban hijrah baginya. Jika dia mampu menampakkan keyakinan agamanya di negeri tersebut, karena
dia menjadi panutan, atau karena memiliki keluarga yang melindungi dirinya, dan dia tidak khawatir keimanannya akan tergoncang, maka dia tidak wajib berhijrah, melainkan mustahabbmandûb anjuran, agar ia
tidak menambah jumlah mereka, agar ia tidak terpengaruh pada mereka, dan agar mereka tidak memperdayanya. Ada informasi yang mengatakan bahwa al-Nawawi berpendapat hukumnya wajib. Akan tetapi, yang berlaku
ialah pendapat yang pertama mustahabb. Lihat al-Nawawi, Raudat al-Tâlibin, Jilid X, h 82. Penulis kitab al- Hâwi al-Kabîr mengatakan: “Jika seorang Muslim memiliki harapan melihat Islam muncul di wilayah tempat
tinggalnya, maka sebaiknya dia tetap tinggal di sana. Jika seorang Muslim mampu untuk tetap dilindungi dan terpencil di tanah non-Muslim, ia harus tetap tinggal, karena lokasinya adalah Dâr al-Islâm negeri Islam, yang
jika dia meninggalkannya akan menjadi Dâr al-Harb negeri non-Muslim. Oleh karena itu, ia dilarang pergi meninggalkannya. Jika ia mampu melawan orang kafir dan mengajak mereka untuk memeluk Islam, maka ia
boleh tinggal, Akan tetapi, jika tidak demikian, maka ia harus pergi.” Lihat al-Mâwardi, al-Hâwi al-Kabîr, Jilid XVIII, h. 111. Lihat juga Ibn Hazm, al-Muhalla, Jilid XI, h. 100-199 masalah no.2198; dan al-Mawardi, al-
Insâf fi Marifat al-Râjih min al-Khilâf ala Madzhab al-Imâm Ahmad bin Hanbal, Jilid IV, h. 121; al-Mâziri, Kitab al-Mu’allim bi Fawâ’id Muslim, Kairo: al-Majlis al-A’lâ li al-Syu’ûn al-Islâmiyyah, 1416 H.1996 M,
Jilid II, h. 166; dan al-Syaukâni, al-Sail al-Jarrar al-Mutadaffiq ala Hada`iq al-Azhâr, Kairo: al-Majlis al-A’lâ li al-Syu’ûn al-Islâmiyyah, 1415 H1994 M, Jilid IV, h. 576.
110
yang lemah dan tertindas di negeri Mekkah. Para Malaikat berkata: Bukankah bumi Allah itu luas, sehingga
kamu dapat berhijrah dari kejahatan di bumi itu?. Orang- orang itu tempatnya di neraka Jahannam, dan Jahannam itu
seburuk-buruknya tempat kembali.” Q.S. al-Nisâ`4:97
Sebagai pengecualian, kewajiban hijrah tersebut
dihilangkan apabila terdapat alasan kuat untuk tidak melaksanakannya, seperti: sakit, terpaksa dan lain-lain. Hal
ini berdasarkan kalam Allah SWT: Kecuali mereka yang tertindas, baik laki-laki atau wanita,
ataupun anak-anak yang tidak mampu berusaha dan tidak mengetahui jalan untuk hijrah. Mereka itu, semoga Allah
memaafkan mereka, dan Allah Maha Pemaaf lagi Maha Pengampun. Q.S. al-Nisâ`4:98-99.
146
5. Hak konvensional kontraktual suaka teritorial dalam Islam