Pemberian status kewarganegaraan dari negara pemberi suaka kepada pengungsi

263 Jadi Hormozan memeluk Islam, dan atas hal itu ‘Umar memberinya 1000 dirham dan sebuah rumah di Madinah. Dari gambaran di atas, jelas bahwa Khalifah ‘Umar menghargai perjanjian perlindungan meskipun hal itu perlindungan didapatkannya dengan cara yang curang. 332 Sementara itu menurut hukum internasional, pembatalan status pengungsi dapat terjadi pada 2 dua situasi: a. Ketika diketahui bahwa individu telah secara sengaja memalsukan atau menyembunyikan fakta-fakta material dalam upaya memperoleh status pengungsi; dan b. Ketika bukti baru yang muncul membuka kenyataan bahwa individu tidak semestinya berhak atas status pengungsi, sebagai contoh, karena dia bisa dikecualikan. 333

8. Pemberian status kewarganegaraan dari negara pemberi suaka kepada pengungsi

Menurut Pasal 34 Konvensi 1951, negara-negara yang ikut perjanjian sedapat mungkin harus memfasilitasi asimilasi dan naturalisasi pengungsi. Mereka secara khusus sebaiknya berupaya untuk melancarkan proses naturalisasi dan untuk mengurangi 332 Lihat Ibn al-Jauziy, Sîrah wa al-Manâqib Amîr al-Mu’minîn ‘Umar ibn al-Khaththâb, tahqîq Hamzah al-Nasart,dalam bahasa Inggris ada kalimat “diverifikasi oleh Dr. Hamza an Nasharti” Kairo: al- Maktabah al-Qayyimah, t.th, , h. 150. 333 Lihat A Guide to International Refugee Law: A Handbook for Parliamentarians No. 2 -2001, op cit, h. 60. Lihat juga Concluding Instrument of the Amended Bangkok Principles on Refugee Status and Treatment, New Delhi, 2001, yang menyatakan bahwa seorang pengungsi dapat kehilangan status pengungsinya jika dia mendapatkan statusnya itu atas dasar informasi yang salah, bukti-bukti yang tidak benar, atau dengan tindakan yang curang, sehingga mempengaruhi keputusan dari otoritas pemberi suaka suatu negara. Lihat Collection of International Instruments and Legal Texts concerning Refugees and Others of Concern to UNHCR, op cit, Jilid 3, h. 1182. 264 sebanyak mungkin biaya dari proses ini. Oleh karena itu, menurut hukum internasional kontemporer, negara-negara memiliki kebebasan yang besar discretionary power untuk memutuskan ada tidaknya naturalisasi pengungsi. Sementara dalam Islam, diakuisisinya status dzimmiy oleh seseorang secara otomatis berarti orang tersebut memperoleh kewarganegaraan sebuah negara Islam. Dalam kasus ini negara tidak memiliki discretionary power. Lebih jauh lagi, menurut Pasal 34 Konvensi 1951, suatu negara memiliki kebebasan penuh untuk menaturalisasi atau tidak menaturalisasi pengungsi. Hal ini jelas terlihat dari penulisan kata ”sejauh mungkin” dalam teks berbahasa Inggris teks bahasa Perancis menggunakan ungkapan “dans toute la measure du possible”, yang artinya dengan segala cara. Patut dicatat bahwa Deklarasi Cotunou tahun 2004 menunjukkan kemungkinan adanya kemaslahatan bagi negara tuan rumah dalam memfasilitasi integrasi lokal pengungsi melalui pemberian status permanent residence ijin tinggal tetap dan naturalisasi sepenuhnya. 334 Bila dalam Islam dzimmiy diberikan perjanjian dzimmah, dia memiliki hak dan kewajiban yang sama sebagaimana seorang Muslim. Ini berarti bahwa dia diberi lebih banyak hak daripada 334 Collection of International Instruments and Legal Texts concerning Refugees and Others of Concern to UNHCR, Jilid. III, h. 1027 265 penduduk tetap atau keringanan proses naturalisasi.

9. Penyatuan keluarga