252
atau sekelompok orang yang disebut sebagai pengungsi, maka Syariat Islam berbeda pandangan dengan hukum internasional
dalam sejumlah hal. Yang paling pokok antara lain perihal siapa yang memberikan suaka, siapa yang berhak memperoleh suaka,
tempat diberikannya suaka, sifat hak suaka, bentuk suaka non- sukarela involuntary asylum, ekstradisi pengungsi dan tata
perlakuan terhadapnya, suaka yang diperoleh melalui cara penipuan, pemberian status kewarganegaraan pengungsi dengan
identitas kewarganegaraan negara pemberi suaka, dan perihal klasifikasi suaka.
1. Pihak pemberi suaka
Menurut Syariat Islam, suaka dapat diberikan, baik oleh institusi negara maupun oleh individu biasa.
313
Hal ini didasarkan pada Hadis:
Orang Mukmin Muslim itu sederajat. Yang paling rendah di antara mereka dapat bergerak dengan jaminan perlindungan;
dan mereka adalah tangan yang melindungi atas orang-orang selain mereka. Diriwayatkan oleh Ahmad.
314
Juga berdasarkan konsep jiwâr pemberian perlindungan yang diterapkan oleh Rasulullah SAW ketika beliau menerima
jiwâr yang diberikan oleh al-Mut’im ibn ‘Adiy dan praktik ini diikuti oleh umat Islam pasca beliau wafat. Sementara itu, dalam
313
Lihat Ibn Qayyim al-Jauziyyah, Ahkâm al-Jawziyyah: Ahkâm Ahl al-Dzimmah, tahqîq Subhi al- Sâlih Beirutt: Dâr al-‘Ilm li al-Malâyîn, 1983, , Jilid. 2, h. 858.
314
Telah dikemukakan takhrij-nya pada halaman 83.
253
hukum internasional modern, yang berhak memberikan suaka hanyalah institusi negara sehingga pengungsi berada di bawah
kekuasaan dan perlindungan negara saja. Nabi SAW bersabda: Jika seseorang meminta perlindungan akan jiwanya kepadamu
maka janganlah kamu bunuh dia. Diriwayatkan oleh Ibn Mâjah
315
Abû Hurairah melaporkan bahwa Rasulullah SAW pernah bersabda:
Keimanan adalah pengaman dari tindakan pembunuhanpenganiayaan. Seseorang yang memiliki keimanan
tidak boleh dibunuhdianiaya. Diriwayatkan oleh Abû Dâwud.
316
Aturan dalam Islam, sebagaimana halnya aturan di negara- negara lain, adalah negaralah yang memiliki hak eksklusif dalam
mengatur urusan luar negeri negara tersebut, hal ini dinyatakan dalam Hadis:
Setiap kamu adalah pemimpin dan bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Seorang imam adalah pemimpin dan
bertanggung jawab atas apa yang dipimpinnya. Diriwayatkan oleh al-Bukhâri.
317
Dengan demikian, hanya pihak pemimpin negara yang memiliki hak untuk mengatur urusan dalam dan luar negeri
315
Ibn Majah, Sunan Ibn Mâjah, Pembahasan tentang diyat, bab tentang orang yang dimintai perlindungan atas jiwa orang lain, tetapi kemudian orang itu membiarkannya terbunuh, hadis No. 2689, Jilid. II,
h. 869
316
Abû Dâwud, Sunan Abû Dâwûd, Pembahasan tentang Jihad, bab tentang musuh yang tertangkap dalam keadaan sekarat, hadis No. 2769. Jilid.3 h. 145.
317
Muhammad ibn Ismâ’îl al-Bukhâri, Pembahasan tentang shalat Jum’at, bab tentang shalat Jum’at di kawasan desa dan kota, hadis No. 857, Jilid. 1, h. 304..
254
negaranya; dan individu orang Muslim tidak boleh melakukan hal demikian apabila pemimpin negara tidak mendelegasikan
kewenangannya atau tidak memberikan izin kepada orang itu untuk melakukan tugas tersebut.
318
Tetapi, hak suaka merupakan pengecualian dari prinsip ini, karena individu biasa dapat
memberikan suaka.
2. Perihal penerima manfaat suaka