76 Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak peningkatan konversi lahan
sawah sebesar 16 persen terhadap kemandirian pangan nasional. 16
Konversi lahan sawah di Indonesia meningkat 1 persen, dikombinasikan dengan kebijakan peningkatan harga riil gabah di tingkat petani sebesar 15
persen dan kebijakan tanpa impor. Alternatif ini dilakukan sebagai insentif bagi petani untuk terus berusahatani
dan mempertahankan lahan sawah yang dimiliki, serta meningkatkan produktivitas padinya. Kombinasi kebijakan ini bertujuan untuk melihat
dampak peningkatan konversi lahan sawah sebesar 1 persen terhadap ketersediaan, akses, dan kemandirian pangan nasional.
17 Konversi lahan sawah di Indonesia meningkat 1 persen, dikombinasikan
dengan kebijakan peningkatan harga riil gabah di tingkat petani dan harga riil gabah pembelian pemerintah masing-masing sebesar 15 persen dan
kebijakan tanpa impor. Alternatif ini bertujuan menganalisis efektifitas implementasi kebijakan harga
gabah pembelian pemerintah, terutama ketika dikombinasikan dengan kebijakan peningkatan harga gabah tingkat petani sebesar 15 persen pada
kondisi tanpa impor. Angka 15 persen merupakan angka rata-rata peningkatan harga gabah tingkat petani dan harga gabah pembelian pemerintah.
18 Konversi lahan sawah di Indonesia meningkat 1 persen, dikombinasikan
dengan kebijakan peningkatan harga riil gabah di tingkat petani sebesar 15 persen dan peningkatan harga riil gabah pembelian pemerintah sebesar 50
persen serta kebijakan tanpa impor. Alternatif ini bertujuan menganalisis efektifitas implementasi kebijakan harga
gabah pembelian pemerintah, yang ditingkatkan hingga 50 persen ketika dikombinasikan dengan kebijakan peningkatan harga gabah tingkat petani
sebesar 15 persen pada kondisi tanpa impor. 19
Konversi lahan sawah di Indonesia meningkat 1 persen, dikombinasikan dengan kebijakan peningkatan harga riil gabah di tingkat petani sebesar 15
persen, penurunan harga riil pupuk Urea sebesar 10 persen, dan kebijakan tanpa impor.
77 Alternatif ini bertujuan untuk menstimulasi petani dalam meningkatkan luas
areal pertanaman dan produktivitas padinya, sehingga meningkatkan kemandirian pangan nasional. Penurunan harga pupuk sebesar 10 persen
penghapusan subsidi pupuk, dimana besaran 10 persen merupakan rata-rata besarnya subsidi pupuk yang diberikan pemerintah, yaitu Rp200.00 –
Rp300.00 per kg. 20
Konversi lahan sawah di Indonesia meningkat 1 persen, dikombinasikan dengan kebijakan peningkatan harga riil gabah di tingkat petani sebesar 15
persen, penurunan harga riil pupuk Urea sebesar 10 persen, dan kebijakan penurunan kuota impor sebesar 37.5 persen.
Alternatif ini bertujuan untuk melihat dampak implementasi kombinasi kebijakan harga ini terhadap ketersediaan dan akses pangan nasional, diiringi
upaya pemerintah menurunkan kuota impor dari 1.6 juta ton menjadi 1 juta ton sekitar 37.5 persen pada tahun 2011.
21 Konversi lahan sawah di Indonesia meningkat 1 persen, dikombinasikan
dengan kebijakan peningkatan harga riil gabah di tingkat petani sebesar 15 persen, penurunan harga riil pupuk Urea sebesar 10 persen, dan kebijakan
penurunan tarif impor sebesar 5 persen. Alternatif ini dilakukan untuk melihat dampak masuknya beras impor
terhadap kesejahteraan pelaku ekonomi beras jika tarif impor saat ini sebesar Rp450.00 per kg diturunkan kembali ke tarif sebelumnya yaitu sebesar
Rp430.00 per kg.
4.2.5 Respon Bedakala Produksi Komoditas Pertanian
Karakteristik utama produk pertanian adalah adanya tenggang waktu gestation period antara waktu menanam dengan memanen. Petani mengambil
keputusan untuk berproduksi berdasarkan perkiraan atas harga outputnya pada tahun sebelumnya. Hasil yang diperoleh petani didasarkan pada pengalaman tahun
lalu dan perkiraan di masa mendatang. Hal ini dikarenakan harga output tidak dapat dipastikan saat produk itu ditanam. Keputusan konsumsi seringkali juga
dipengaruhi oleh perilaku sebelumnya t-1, sehingga keputusan untuk produksi maupun konsumsi pada tahun t biasanya juga didasarkan pada produksi dan
78 konsumsi sebelumnya t-1. Dapat disimpulkan bahwa respon produksi suatu
komoditas pertanian terhadap perubahan harga dan faktor penentu lainnya memerlukan tenggang waktu time lag.
Untuk menangkap fenomena ini, maka persamaan yang dibuat harus memasukkan peubah tenggang waktu lagged variable sebagai peubah penjelas
explanatory variable. Dengan memasukkan peubah lag tersebut sebagai peubah penjelas dalam sebuah model akan menyebabkan model tersebut menjadi bersifat
dinamis, sehingga mampu menginformasikan respon suatu fungsi terhadap faktor- faktor yang mempengaruhinya, baik dalam jangka pendek maupun jangka
panjang.
4.2.6 Elastisitas
Tujuan menghitung nilai elastisitas peubah endogen adalah untuk menganalisis respon peubah endogen terhadap perubahan peubah penjelasnya.
Elastisitas jangka pendek E
SR
dan jangka panjang E
LR
dapat dihitung dengan rumus:
t t
SR
Y X
b E
1
= …………….…………..…………………………… 4.49
..……………...……………..……………………… 4.50
2
1 b E
E
SR LR
− =
dimana: E
SR
= Elastisitas jangka pendek E
LR
= Elastisitas jangka panjang b
1
= Koefisien dugaan dari peubah eksogen b
2
= Koefisien dugaan dari peubah lag endogen
t
X
= Rata-rata peubah eksogen
t
Y
= Rata-rata peubah endogen
4.2.7 Perubahan Tingkat Kesejahteraan
Alternatif simulasi kebijakan juga digunakan untuk menghitung dan menganalisis perubahan kesejahteraan masyarakat. Indikator tingkat kesejahteraan
yang digunakan adalah surplus produsen dan konsumen beras di Indonesia, serta penerimaan pemerintah. Nilai surplus produsen dan konsumen akan digunakan
sebagai dasar evaluasi dan penentu arah kebijakan yang akan diambil. Analisis perubahan kesejahteraan dapat dirumuskan sebagai berikut:
79 1. Perubahan Surplus Produsen Beras
Jawa = PBRJ
B
HGTTJR
S
– HGTTJR
B
+ ½ PBRJ
S
– PBRJ
B
HGTTJR
S
– HGTTJR
B
.............................................................................................. 4.51 Luar Jawa
= PBRLJ
B
HGTTLJR
S
– HGTTLJR
B
+ ½ PBRLJ
S
– PBRLJ
B
HGTTLJR
S
– HGTTLJR
B
.................................................................... 4.52 Indonesia
= PBRI
B
HGTTIR
S
– HGTTIR
B
+ ½ PBRI
S
– PBRI
B
HGTTIR
S
– HGTTIR
B
.............................................................................................. 4.53 2. Perubahan Surplus Konsumen Beras
= QDBI
B
HBEIR
B
– HBEIR
S
+ ½ QDBI
S
– QDBI
B
HBEIR
S
– HBEIR
B
………………………………………………………………. 4.54 3. Perubahan Penerimaan Pemerintah dari Tarif Impor
= TRFBR
S
JMBI
S
– TRFBR
B
JMBI
B
……………………………. 4.55 4. Net
Surplus = Perubahan Surplus Produsen + Perubahan Surplus Konsumen +
Penerimaan Pemerintah .……………………………………………… 4.56 Keterangan:
Subscript B = simulasi dasar Subscript S = simulasi kebijakan dan faktor eksternal
4.2.8 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder dengan rentang waktu time series dari tahun 1990 – 2010 berdasarkan tren
peningkatan konversi lahan sawah. Data konversi lahan sawah dipilah berdasarkan wilayah, yaitu: Jawa dan luar Jawa. Data yang digunakan bersumber
dari beberapa instansi yang terkait, yaitu: Kementerian Pertanian Kementan, Badan Urusan Logistik Bulog, Kementerian Perdagangan Kemendag, Badan
Pusat Statistik BPS dan Pusat Sosial Ekonomi dan Kebijakan Pertanian PSEKP. Penelitian ini juga melakukan pengambilan data dari beberapa website
resmi, seperti: Food Agricultural Organization FAO, World Bank dan berbagai publikasi lainnya yang terkait.
Beberapa hal yang perlu diperhatikan dan menjadi catatan dalam penelitian ini adalah:
80 1
Data net konversi lahan sawah yang bernilai positif diasumsikan secara netto tidak terjadi konversi lahan sawah, sehingga bernilai nol dan selanjutnya
ditulis 0.001 untuk memudahkan pengolahan data. 2
Jumlah beras susut untuk benih, rusak di penyimpanan, transportasi, hilang di pasar, terbuang di rumah tangga sekitar 12 persen berdasarkan rerata data
FAO
2
. 3
Kebutuhan beras nasional merupakan penjumlahan konsumsi beras untuk pangan ditambah dengan kebutuhan beras untuk persediaan di dalam rumah
tangga 10 persen, persediaan di pasar 10 persen, dan kehilangan di rumah tangga dan pasar 5 persen, sehingga total untuk persediaan sebesar 25 persen
Sumarno, 2011 4
Semua harga nominal merupakan harga rata-rata tertimbang, selanjutnya dideflasi dengan indeks harga pada tahun dasar 2005=100, sehingga
diperoleh harga riil yang sudah memperhitungkan inflasi pada tahun yang bersangkutan.
2
http:www.faostat.fao.org
81
V HASIL DAN PEMBAHASAN
Sebagaimana telah dijelaskan pada Bab IV, model yang dirumuskan adalah model linier persamaan simultan, dengan metode pendugaan model
berdasarkan two-stage least squares method metode 2-SLS. Bab ini membahas hasil pendugaan dari model yang telah dibangun, dimulai dari keragaan umum
dan kemudian dilanjutkan dengan keragaan masing-masing persamaan yang ada dalam model ketersediaan dan akses pangan di Indonesia. Namun demikian,
sebelum masuk pada pembahasan keragaan umum, berikut dipaparkan sekilas mengenai deskripsi statistik beberapa peubah kunci yang ada di dalam model.
Hasil deskripsi statistik menunjukkan bahwa peubah konversi lahan sawah di Jawa KLSJ memiliki nilai mean sebesar 41 349.464 dengan nilai minimum
sebesar 0.001 dan maksimum sebesar 461 510.312. Sementara itu, peubah kon- versi lahan sawah di luar Jawa KLSLJ memiliki nilai mean sebesar 65 898.620
dengan nilai minimum sebesar 0.001 dan maksimum sebesar 458 051. Peubah akses pangan per kapita PPPKIR memiliki nilai mean sebesar 8 022 268.208
dengan nilai minimum dan maksimum masing-masing sebesar 1 077 752.952 dan 27 027 783.038. Data dinilai baik jika nilai mean mendekati pertengahan antara
nilai minimum dan nilai maksimum, walaupun data yang ada memiliki range yang cukup besar.
Hasil pengolahan data ini juga menunjukkan bahwa peubah produktivitas padi di Indonesia YPPI memiliki standar deviasi sebesar 0.287 dengan nilai
mean sebesar 3.894, sedangkan peubah ketersediaan beras per kapita TSBKPK memiliki standar deviasi sebesar 0.007 dengan nilai mean sebesar 0.125. Standar
deviasi ini menggambarkan besarnya penyimpangan data dari nilai mean-nya, sehingga data dinilai baik jika memiliki standar deviasi yang mendekati nol.
5.1 Keragaan Umum Hasil Pendugaan Model
Secara umum, hasil pendugaan model ketersediaan dan akses pangan di Indonesia cukup baik dilihat dari kriteria ekonomi, statistik dan ekonometrika.
Kriteria ekonomi sebagai ‘a priori criteria’ ditentukan oleh prinsip-prinsip yang sesuai dengan kriteria ekonomi, yang mengacu pada arah dan besaran sign and
82 magnitude. Berdasarkan kriteria ini seluruh arah dan besaran sesuai dengan teori
ekonomi. Adapun berdasarkan kriteria statistika yang merupakan first-order test, hasil pendugaan model menunjukkan bahwa sebanyak 89.47 persen 17
persamaan dari 19 persamaan struktural mempunyai nilai koefisien determinasi R
2
berkisar 0.60022 – 0.98658, yang berarti secara umum kemampuan peubah- peubah penjelas predetermined variable yang ada di dalam persamaan perilaku
untuk menjelaskan keragaman nilai peubah endogen endogenous variable cukup tinggi. Sebaliknya peubah-peubah penjelas pada persamaan Konversi lahan sawah
luar Jawa dan Harga riil gabah pembelian pemerintah belum mampu menjelaskan keragaman nilai peubah endogennya dengan baik, yaitu masih
dibawah 60 persen. Masih rendahnya nilai koefisien determinasi ini dikarenakan keterbatasan data peubah penjelas lainnya yang tersedia.
Besarnya nilai probabilitas |F| yang kurang dari 0.05, kecuali pada persamaan konversi lahan sawah di luar Jawa KLSLJ menunjukkan bahwa
peubah-peubah penjelas yang dimasukkan dalam setiap persamaan perilaku secara bersama-sama berpengaruh kuat terhadap keragaman peubah endogennya,
berbeda nyata pada taraf probabilitas 1 – 5 persen. Arah dan besaran nilai parameter dugaan semua peubah penjelas sesuai dengan harapan dan cukup logis
dari sudut pandang teori ekonomi, meskipun hasil uji t-statistik menunjukkan masih ada beberapa peubah penjelas yang berpengaruh tidak nyata pada taraf
probabilitas 15 persen. Hasil uji statistik probabilitas |T| pada 93 peubah predetermine menunjukkan sebanyak 66.667 persen peubah predetermine 62
peubah berpengaruh nyata pada taraf probabilitas 15 persen. Arah peubah ekspektasi lag endogen setiap persamaan sesuai dengan harapan, sedangkan
besarannya sebanyak 93.333 persen 1 peubah dari 15 peubah lag endogen sesuai dengan harapan yaitu 0
γ 1. Hal ini menunjukkan bahwa sebanyak 93.333 persen ekspektasi dari peubah endogen pada persamaan struktural yang diingin-
kan berpengaruh terhadap perubahan perekonomian, teknologi, dan kelembagaan. Berdasarkan kriteria ekonometrika second-order test, hasil uji statistik
Durbin-h, yang ditandai oleh nilai Dh berkisar antara -1.96 dan 1.96 pada taraf probabilitas 0.05 persen, menunjukkan sebanyak 68.42 persen persamaan perilaku
tidak mengalami serial korelasi. Namun demikian, terdapat 2 persamaan perilaku
83 10.53 persen yang mengalami masalah serial korelasi, yaitu persamaan luas
areal panen padi luar Jawa LAPLJ dan harga riil gabah tingkat petani Jawa HGTTJR. Adapun sisanya sebanyak empat persamaan perilaku 21.05 persen
tidak terdeteksi serial korelasi, yaitu persamaan konversi lahan sawah di luar Jawa KLSLJ, permintaan beras Indonesia QDBI, harga riil gabah pembelian
pemerintah HPPGR dan harga riil beras eceran Indonesia HBEIR. Hal ini dikarenakan hasil kali jumlah observasi T dengan ragam peubah lag endogen
var lebih besar dari satu. Pindyck dan Rubinfield 1998 menyebutkan bahwa masalah serial korelasi hanya mengurangi efisiensi pendugaan parameter dan
serial korelasi tidak menimbulkan bias parameter regresi. Selain itu, pengujian terhadap multikolinieritas dilakukan dengan melihat
nilai variance inflation factor VIF. Masalah multikolinieritas pada suatu model persamaan linier regresi berganda akan selalu ditemukan, tetapi ada yang serius
dan ada yang tidak serius. Masalah multikolinieritas dinilai serius jika nilai VIF lebih besar dari 10, sebaliknya dinilai tidak serius jika nilai VIF lebih kecil dan
atau sama dengan 10 Sitepu Sinaga, 2006. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa semua persamaan perilaku dalam model tidak mengalami multi-
kolinieritas secara serius. Hal ini ditunjukkan dari nilai VIF yang kurang dari 10. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa hasil pendugaan model representatif
untuk menggambarkan fenomena ketersediaan dan akses pangan di Indonesia.
5.2 Keragaan Hasil Pendugaan Ketersediaan dan Akses Pangan di Indonesia
Setelah melakukan beberapa alternatif spesifikasi model, akhirnya diperoleh model ketersediaan dan akses pangan di Indonesia yang terdiri dari 19
persamaan struktural dan 22 persamaan identitas. Hasil pendugaan dari masing- masing persamaan struktural dalam model dijelaskan berturut-turut di bawah ini.
5.2.1 Konversi Lahan Sawah
Hasil pendugaan pada persamaan konversi lahan sawah di Jawa menunjukkan bahwa peubah-peubah penjelas yang terdiri dari lag harga riil gabah
di tingkat petani, perubahan kontribusi sektor bangunan, rasio pendapatan riil regional, rasio jumlah penduduk di Jawa dan jumlah penduduk total di Indonesia,
84 dan tren waktu mampu menjelaskan secara bersama-sama 68.173 persen
keragaman nilai peubah endogennya, sedangkan sisanya 31.827 persen dijelaskan oleh peubah di luar persamaan. Arah dan besaran semua peubah
penjelas sesuai dengan harapan. Persamaan konversi lahan sawah di Jawa dipengaruhi secara nyata
signifikan oleh perubahan kontribusi sektor bangunan di Jawa yang merupakan proksi dari demand lahan sawah untuk penggunaan non-sawah dan rasio
pendapatan regional riil di Jawa pada taraf probabilitas 15 persen. Konversi lahan sawah di Jawa responsif terhadap perubahan peubah-peubah penjelasnya, kecuali
peubah perubahan kontribusi sektor bangunan di Jawa, seperti ditunjukkan oleh elastisitasnya yang elastis pada jangka pendek Tabel 9. Hal ini dapat diartikan
bahwa setiap terjadi kenaikan 1 persen pendapatan regional riil, ceteris paribus, akan meningkatkan konversi lahan sawah sebesar 6.479 persen. Hal ini
memperkuat teori Alokasi Lahan Richardo bahwa lahan sawah akan terkonversi kepada penggunaan yang menghasilkan rente lahan yang lebih tinggi seperti
perumahan, industri, pariwisata, dan lainnya; sebagai konsekuensi logis perkembangan wilayah, dimana PDRB riil sebagai salah satu indikator
pertumbuhan ekonomi suatu wilayah.
Tabel 9 Hasil pendugaan parameter konversi lahan sawah di Jawa KLSJ
Peubah Parameter Estimasi
Elastisitas Prob |T|
Keterangan Peubah
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intercept -355 972.000
- -
0.351 LHGTTJR -57.490
-2.496 -
0.282 Lag harga riil gabah di
tkt petani di Jawa DSRBJ
– LDSRBJ 25 321.860
0.030 -
0.142 Perubahan kontribusi
sek. bangunan di Jawa PDRBJR LPDRBJR 224 114.200
6.479 -
0.000 Rasio
pendapatan regional riil di Jawa
JPDKJ JPDKI 349 918.100
4.855 -
0.414 Rasio jumlah pen- duduk di Jawa dg
jumlah penduduk total di Indonesia
T 2 109.300
- -
0.247 Tren
waktu Prob|F| = 0.00360
R
2
= 0.68174 Dw = 2.38494
85
Keterangan: Nilai elastisitas terhadap peubah penjelas dalam bentuk perkalian dan rasio adalah nilai elastisitas
untuk peubah yang ditulis pertama. Hal ini juga berlaku bagi semua hasil dugaan persamaan berikutnya. Hasil perhitungan nilai elastistas lebih lengkap dalam bentuk perkalian dan rasio dapat
dilihat pada Lampiran 11.
Angka pendugaan parameter tren waktu sebesar 2 109.3 dapat diinter- pretasikan bahwa setiap tahunnya, ceteris paribus, konversi lahan sawah Jawa
akan mengalami peningkatan sebesar 2 109.3 hektar per tahun. Fenomena ini ter- jadi karena konversi lahan bersifat progresif, artinya sekali konversi lahan terjadi
di suatu lokasi maka luas lahan yang terkonversi di lokasi tersebut akan semakin besar akibat konversi lahan ‘ikutan’ yang terjadi di lokasi sekitarnya.
Peubah penjelas yang terdiri dari lag harga riil gabah di tingkat petani di luar Jawa, rasio pendapatan regional riil di luar Jawa dan lag konversi lahan
sawah di luar Jawa secara bersamaan hanya mampu menjelaskan keragaman peubah konversi lahan sawah di luar Jawa sebesar 22.355 persen, sedangkan
77.645 persen dijelaskan oleh peubah di luar persamaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan data peubah penjelas lainnya yang tersedia, sehingga baru sebatas
tiga peubah saja yang dimasukkan dalam model. Namun demikian, semua peubah penjelas mempunyai arah dan besaran nilai parameter dugaan sesuai harapan.
Tabel 10.
Tabel 10 Hasil pendugaan parameter konversi lahan sawah di luar Jawa KLSLJ
Peubah Parameter Estimasi
Elastisitas Prob |T|
Keterangan Peubah
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intercept 134 344.700
- -
0.354 LHGTTLJR -139.168
-3.685 -5.392 0.257 Lag harga riil
gabah di tkt petani di luar Jawa
PDRBLJR LPDRBLJR 137 839.800 2.441
3.571 0.034
Rasio pendapatan regional riil di luar
Jawa LKLSLJ 0.316
- -
0.106 Lag
konversi lahan
sawah di luar Jawa Prob|F| = 0.24380
R
2
= 0.22355 Dw = 1.99857 Dh = -
Sebagaimana konversi lahan sawah di Jawa, pendapatan regional riil juga berpengaruh secara signifikan terhadap konversi lahan sawah di luar Jawa. Hasil
86 pendugaan menunjukkan bahwa setiap terjadi kenaikan 1 persen pendapatan
regional riil di luar Jawa, ceteris paribus, akan meningkatkan konversi lahan sawah di luar Jawa sebesar 2.441 persen pada jangka pendek dan 3.571 persen
pada jangka panjang. Peningkatan pendapatan regional riil akibat pertumbuhan ekonomi di luar Jawa memberi konsekuensi terhadap peningkatan persaingan
penggunaan lahan ke penggunaan lain di luar lahan sawah. Pelaksanaan otonomi daerah, dimana masing-masing daerah dituntut untuk memacu pertumbuhan
ekonominya, semakin memberi ruang bagi meningkatnya konversi lahan sawah karena tingginya permintaan lahan, utamanya lahan sawah untuk penggunaan lain.
Secara ekonomi, konversi lahan sawah memang sangat menguntungkan, yang dicerminkan dari nilai rente lahan sawah untuk kegiatan pertanian yang sangat
rendah dibandingkan kegiatan lain. Beberapa penelitian memberikan penilaian land rent lahan untuk sawah adalah 1:500 dibanding pemanfaatan lahan untuk
industri Iriadi, 1990; 1:622 untuk perumahan Riyani, 1992; 1:14 untuk pariwisata Kartika, 1991; 1:2,6 untuk hutan produksi Lubis, 1991; dan 1,33
untuk kelapa sawit Hamdan, 2011. Hal ini terjadi karena rente lahan sawah hanya dinilai secara ekonomi yang memiliki harga pasar tangible and marketable
goods, sedangkan lahan sawah sulit dinilai karena lebih mengedepankan pada manfaat lingkungan dan sosial budaya, bukan manfaat ekonomi semata. Selain
itu, keberadaan lahan sawah sangat strategis untuk dikonversi karena biasanya infrastruktur seperti jalan di sekitar lahan sawah sudah tersedia.
Selain itu, konversi lahan sawah di luar Jawa juga dipengaruhi secara nyata oleh perubahan konversi lahan sawah di luar Jawa tahun sebelumnya. Hal
ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat bagi konversi lahan sawah di luar Jawa untuk menyesuaikan diri kembali pada tingkat
keseimbangan dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Hal ini diperkuat kondisi konversi lahan yang bersifat permanen, dimana lahan sawah yang sudah
terkonversi akan sulit dikembalikan fungsinya sebagai lahan sawah sehingga masalah pangan yang diakibatkan konversi lahan akan tetap terasa walaupun
konversi lahan sawah sudah tidak terjadi lagi. Sementara itu, konversi lahan sebagai konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi suatu wilayah semakin sulit
dihindari, terlebih pelanggaran terhadap peraturan yang ada tidak didukung oleh
87 penerapan sanksi yang tegas. Lahan sawah irigasi teknis yang ada seringkali
dikeringkan dan ketika sudah tidak lagi berfungsi sebagaimana mestinya, kemudian sawah irigasi teknis tersebut beralih fungsi ke penggunaan lain, seperti
menjadi kawasan industri. Ini merupakan salah satu contoh bentuk pelanggaran terhadap peraturan yang tercantum dalam SEKBAPPENAS 5334MK91994
tentang Pelarangan Konversi Lahan Sawah Irigasi Teknis untuk Non-pertanian.
5.2.2 Luas Areal Panen Padi
Peubah-peubah penjelas yang terdiri dari rasio harga riil gabah di tingkat petani dengan harga riil beras eceran di Jawa, lag harga riil jagung di tingkat
produsen di Jawa, lag harga pupuk Urea di Jawa, konversi lahan sawah di Jawa, intensitas pertanaman di Jawa, dan lag luas real panen padi di Jawa secara
bersama-sama mampu menjelaskan dengan baik 95.749 persen keragaman nilai peubah luas areal panen padi di Jawa, sedangkan sisanya 4.251 persen
dijelaskan oleh peubah lain yang tidak dimasukkan dalam model. Arah dan besaran nilai parameter dugaan dari semua peubah penjelas juga sesuai dengan
yang diharapkan. Persamaan luas areal panen padi di Jawa secara nyata dipengaruhi oleh
peubah harga riil pupuk Urea di Jawa tahun sebelumnya, konversi lahan sawah di Jawa, dan intensitas pertanaman di Jawa. Namun demikian, hanya peubah
intensitas pertanaman di Jawa yang memiliki respon elastis dalam jangka pendek maupun jangka panjang, sebagaimana ditunjukkan oleh nilai elastisitasnya sebesar
1.021 jangka pendek dan 1.116 jangka panjang. Intensitas pertanaman di Jawa yang elastis dalam jangka pendek maupun jangka panjang menunjukkan bahwa
sistem pengairan di Jawa relatif sudah baik, dimana luas lahan sawah irigasi di Jawa meliputi 51 persen dari total luas sawah irigasi yang ada di Indonesia,
sedangkan sisanya sebesar 49 persen berada di luar Jawa. Harga riil pupuk Urea di Jawa tahun sebelumnya yang merupakan harga
input menjadi pertimbangan bagi petani untuk meningkatkan luas areal panen padinya. Harga input yang meningkat akan berpotensi mendorong petani
mengurangi luas areal pertanaman padinya yang kemudian berakibat terhadap penurunan luas areal panen, walaupun perubahannya relatif kecil inelastis. Hal
88 ini ditunjukkan oleh nilai elastisitasnya yang bertanda negatif, dimana setiap
peningkatan 1 persen harga riil pupuk Urea di Jawa, ceteris paribus, akan menurunkan luas areal panen padi di Jawa sebesar 0.024 persen pada jangka
pendek dan 0.026 persen pada jangka panjang Tabel 11. Konversi lahan sawah irigasi di Jawa tentunya akan berdampak terhadap pengurangan luas areal panen
dan produksi beras di Indonesia, karena sekitar 60 persen produksi beras nasional dihasilkan dari Jawa BPS, 1990 – 2011.
Tabel 11 Hasil pendugaan parameter luas areal panen padi di Jawa LAPJ
Peubah Parameter Estimasi
Elastisitas Prob |T|
Keterangan Peubah
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intercept -309 785.000
- -
0.363 HGTTJR HBEJR
21 693.230 0.008
0.008 0.191
Rasio harga riil gabah di tkt petani dg harga
riil beras eceran di Jawa
LHJTPJR -70.459 -0.019
-0.021 0.221
Lag harga riil jagung di tkt produsen di
Jawa LHUREJR -224.238
-0.024 -0.026
0.020 Lag harga riil pupuk
Urea di Jawa KLSJ -2.006
-0.015 -0.016
0.000 Konversi lahan sawah
di Jawa IPJ
3 358 886.000 1.021
1.116 0.000
Intensitas pertanaman di Jawa
LLAPJ 0.085 -
- 0.219
Lag luas areal panen padi di Jawa
Prob|F| = .00010 R
2
= 0.95749 Dw = 1.34678 Dh = 1.65955
Hasil pendugaan model persamaan luas areal panen padi di luar Jawa menghasilkan koefisien determinasi R
2
sebesar 90.61 persen, yang berarti peubah penjelas secara bersama-sama mampu menjelaskan keragaman nilai
peubah endogennya sebesar 90.61 persen, sedangkan sisanya sebesar 9.39 persen dijelaskan oleh peubah di luar persamaan tersebut. Arah dan besaran nilai
parameter dugaan sesuai harapan. Respon luas areal panen padi di luar Jawa terhadap seluruh peubah
penjelasnya rasio harga riil gabah di tingkat petani di luar Jawa terhadap harga riil gabah di tingkat petani Indonesia, lag harga riil jagung di tingkat produsen di
luar Jawa, harga riil pupuk Urea di luar Jawa, lag konversi lahan sawah di luar