97 dibandingkan dalam jangka panjang. Fenomena ini mengindikasikan bahwa
produktivitas padi di luar Jawa masih dapat ditingkatkan melalui peningkatan luas areal irigasi dan mengoptimalisasikan fungsi irigasi tersebut. Konversi lahan
sawah yang terjadi, terutama lahan sawah irigasi, akan berakibat pada penurunan produktivitas padi di luar Jawa, sehingga upaya untuk menekan laju konversi ini
harus segera dilakukan. Produktivitas padi di luar Jawa juga responsif terhadap peubah lag-nya peubah bedakala pada jangka pendek dan jangka panjang, yang
mengindikasikan adanya tenggang waktu yang lambat bagi produktivitas padi di luar Jawa dalam merespon perubahan yang terjadi, baik perubahan perekonomian,
teknologi maupun kelembagaan, atau dengan kata lain, produktivitas padi di luar Jawa relatif tidak stabil.
Hasil pendugaan pada persamaan produktivitas padi di Indonesia menunjukkan bahwa peubah-peubah penjelas yang terdiri dari rasio harga riil
gabah tingkat petani dengan harga riil pupuk Urea di Indonesia, jumlah penggunaan pupuk Urea di Indonesia, curah hujan di Indonesia, luas irigasi di
Indonesia, dan lag produktivitas padi di Indonesia secara bersama-sama mampu menjelaskan keragaman peubah endogennya dengan baik 97.74 persen, sedang-
kan 2.26 persen dijelaskan oleh peubah lain di luar persamaan. Arah dan besaran semua peubah penjelas sesuai harapan.
Produktivitas padi Indonesia tidak elastis terhadap perubahan peubah- peubah penjelasnya dalam jangka pendek dan jangka panjang. Hal ini dapat
dilihat dari nilai elastisitas yang kurang dari 1 Tabel 16. Produktivitas padi Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh rasio harga riil gabah tingkat petani
dengan harga riil pupuk Urea, jumlah penggunaan pupuk Urea, curah hujan, dan lag produktivitas Indonesia. Hasil penelitian ini sejalan dengan temuan
Kusumaningrum 2008 yang menyebutkan respon produktivitas padi tidak elastis terhadap harga gabah dan penggunaan pupuk Urea. Hal ini hampir sama dengan
temuan Sitepu 2002, dimana respon produktivitas padi terhadap rasio harga gabah dan pupuk, serta penggunaan pupuk Urea bersifat inelastis dengan
pengaruh yang tidak nyata. Hal yang membedakan keduanya adalah penelitian Kusumaningrum 2008 menggunakan peubah harga gabah, sedangkan penelitian
98 Sitepu 2002 menggunakan rasio harga gabah dan harga Urea sebagaimana
penelitian ini.
Tabel 16 Hasil pendugaan parameter produktivitas padi di Indonesia YPPI
Peubah Parameter Estimasi
Elastisitas Prob |T|
Keterangan Peubah
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intercept -0.336 -
- 0.174
HGTTIR HUREIR 0.170
0.054 0.266
0.015 Rasio harga riil gabah di
tkt petani dg harga riil pupuk Urea di Indonesia
JUREI 0.003
0.167 0.817 0.020 Jumlah penggunaan
pupuk Urea di Indonesia CHI 3.400x10
-5
0.016 0.078
0.113 Curah hujan di Indonesia
LASII 5.141x10
-8
0.062 0.306
0.234 Luas irigasi di Indonesia
LYPPI 0.796
- -
0.000 Lag produktivitas padi di
Indonesia Prob|F| = .00010
R
2
= 0.97740 Dw = 2.43491 Dh = -1.09825
Peningkatan harga riil gabah di tingkat petani tidak mampu memberikan insentif bagi petani untuk meningkatkan produktivitas padi di Indonesia, yang
ditunjukkan dengan nilai elastisitasnya sebesar 0.054 pada jangka pendek. Penggunaan pupuk Urea yang sesuai dengan rekomendasi nasional berdasar hasil
uji tanah dan spesifik lokasi akan memberi efisiensi yang lebih tinggi terhadap peningkatan produktivitas padi di Indonesia, terlebih jika dikombinasikan dengan
penggunaan pupuk organik. Penggunaan pupuk yang sesuai rekomendasi ini tidak hanya dapat meningkatkan produktivitas padi, tetapi lebih jauh lagi dapat
menghemat anggaran pembelian pupuk, baik oleh petani maupun pemerintah yang memberikan subsidi pupuk. Secara umum, respon produktivitas padi di Indonesia
terhadap peubah penjelasnya sama seperti produktivitas padi di Jawa dan luar Jawa yang telah dipaparkan sebelumnya.
5.2.4 Impor Beras Indonesia
Hasil pendugaan parameter jumlah impor Indonesia menunjukkan bahwa peubah-peubah penjelas harga riil beras impor Indonesia dalam rupiah, lag tarif
impor, lag inflasi bahan makanan, lag produksi beras Indonesia, perubahan cadangan beras Indonesia, lag jumlah beras impor Indonesia mampu secara
99 bersama-sama menjelaskan keragaman peubah endogennya secara baik, yaitu
73.509 persen, sedangkan sisanya sebesar 26.491 persen dijelaskan oleh peubah di luar persamaan. Peubah-peubah penjelas memberikan arah dan besaran nilai
parameter dugaan sesuai harapan. Hasil pendugaan parameter jumlah impor beras Indonesia disajikan secara ringkas pada Tabel 17.
Tabel 17 Hasil pendugaan parameter jumlah impor beras Indonesia JMBI
Peubah Parameter Estimasi
Elastisitas Prob |T|
Keterangan Peubah
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intercept 10 613
040.000 -
- 0.018
HMBIR ERIR -0.199
-1.112 -1.692
0.043 Harga riil beras im-
por Indonesia dalam rupiah
LTRFBR -2 745.580
-0.695 -1.058
0.050 Lag tarif impor
LIBM 36 940.530
0.435 0.662
0.000 Lag inflasi bahan
makanan LPBRI
-0.261 -6.904
-10.503 0.022
Lag produksi beras di Indonesia
PCADBI -0.272
0.032 0.049
0.144 Perubahan cadangan
beras Indonesia LJMBI
0.343 -
- 0.032 Lag jumlah beras
impor Indonesia Prob|F| = 0.00340
R
2
= 0.73509 Dw = 1.84355 Dh = 0.53789
Peubah yang berpengaruh secara nyata pada taraf probabilitas 15 persen terhadap jumlah impor beras Indonesia adalah harga riil beras impor Indonesia,
lag tarif impor, lag inflasi bahan makanan, lag produksi beras, dan lag jumlah impor beras Indonesia. Namun demikian, respon jumlah impor Indonesia terhadap
semua peubah yang berpangaruh nyata tersebut tidak semuanya elastis dalam jangka pendek, melainkan hanya peubah harga riil beras impor Indonesia dan lag
produksi beras saja yang bersifat elastis. Harga riil beras impor Indonesia yang telah dikonversi menjadi rupiah masih menjadi pertimbangan dalam pengambilan
keputusan terkait jumlah beras yang akan diimpor. Hal ini terkait dengan ketersediaan anggaran yang dimiliki pemerintah, dimana semakin tinggi harga riil
beras impor Indonesia, maka akan semakin sedikit jumlah beras yang diimpor, demikian pula sebaliknya. Jika dilihat dari sisi permintaan, kenaikan harga riil
beras impor Indonesia akan menurunkan permintaan terhadap beras impor.
100 Tidak itu saja, produksi beras tahun sebelumnya akan menentukan jumlah
beras yang akan diimpor. Respon jumlah beras impor terhadap lag produksi beras Indonesia elastis dalam jangka pendek dan jangka panjang dengan nilai elastisitas
masing-masing adalah 6.904 dan 10.503. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap terjadi kenaikan jumlah produksi beras tahun sebelumnya sebesar 1 persen, ceteris
paribus, akan menurunkan jumlah beras impor Indonesia sebesar 6.904 persen pada jangka pendek dan 10.503 persen dalam jangka panjang. Fenomena ini
mengindikasikan bahwa konversi lahan sawah yang marak terjadi dalam beberapa dasawarsa terakhir akan semakin meningkatkan ketergantungan terhadap impor,
terlebih produktivitas padi pun telah mengalami “leveling-off”. Oleh karena itu, pemerintah daerah seharusnya semakin melindungi lahan pertanian pangan
dengan menerapkan sanksi tegas bagi setiap bentuk pelanggaran yang terjadi. Selain peubah harga riil beras impor Indonesia dalam rupiah dan lag
produksi beras, peubah yang juga elastis dalam jangka panjang adalah lag tarif impor, dengan nilai elastisitas jangka panjang sebesar 1.058, yang berarti setiap
terjadi kenaikan lag tarif impor sebesar 1 persen, ceteris paribus, akan menurunkan jumlah beras impor Indonesia sebesar 1.058 persen. Penetapan tarif
impor oleh pemerintah merupakan salah satu bentuk pembatasan terhadap masuknya barang impor di dalam negeri. Tarif impor yang dikenakan pemerintah
akan mengurangi jumlah impor beras dari negara-negara pengekspor beras. Kebijakan ini diimplementasikan untuk melindungi petani dari penurunan harga
beras domestik secara drastis akibat adanya tambahan penawaran beras domestik dari impor.
Ketika inflasi bahan makanan meningkat, pemerintah berupaya menurunkan harga beras eceran domestik dengan menambah pasokan melalui
impor, sehingga harga beras akan kembali menuju keseimbangan. Perubahan cadangan beras memiliki arah elastisitas yang berbeda dengan parameter estimasi,
dikarenakan perubahan cadangan beras Indonesia yang mayoritas bernilai negatif. Selain itu, jumlah impor beras Indonesia sangat responsif terhadap perubahan
produksi beras Indonesia tahun sebelumnya, baik pada jangka pendek maupun jangka panjang. Kondisi ini menunjukkan bahwa impor beras merupakan upaya
yang dilakukan pemerintah untuk tetap dapat memenuhi kebutuhan beras
101 domestik ketika produksi beras domestik dinilai tidak mencukupi. Kebijakan
impor ini memungkinkan diimplementasikan dalam jangka pendek, mengingat ketergantungan pada impor untuk negara yang berpenduduk besar seperti
Indonesia sangat riskan. Hasil pendugaan parameter harga riil beras impor Indonesia disajikan pada
Tabel 18. Peubah penjelas yang terdiri dari harga riil beras dunia dan lag harga riil beras impor Indonesia mampu secara bersama-sama menjelaskan keragaman
harga riil beras impor Indonesia sebesar 91.096 persen, sedangkan sisanya 8.904 persen dipengaruhi oleh peubah lain di luar persamaan. Semua peubah penjelas
memiliki arah dan besaran yang sesuai dengan harapan.
Tabel 18 Hasil pendugaan parameter harga riil beras impor Indonesia HMBIR
Peubah Parameter Estimasi
Elastisitas Prob |T|
Keterangan Peubah
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intercept -69.500 -
- 0.339
HBWR 0.283
0.123 1.091
0.306 Harga riil beras dunia
LHMBIR 0.887
- -
0.000 Lag harga riil beras
impor Indonesia Prob|F| = .00010
R
2
= 0.91096 Dw = 1.82485 Dh = 0.41385
Harga riil beras impor Indonesia secara nyata hanya dipengaruhi oleh lag harga riil beras impor Indonesia dengan sifat yang elastis dalam jangka panjang,
yang berarti harga riil beras impor Indonesia memiliki tenggang waktu yang relatif lambat untuk menyesuaikan diri kembali pada tingkat keseimbangannya
dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi, atau dengan kata lain, harga riil beras impor Indonesia tidak stabil.
5.2.5 Ketersediaan Beras per Kapita
Hasil pendugaan pada persamaan ketersediaan beras untuk konsumsi pangan di Indonesia per kapita menghasilkan koefisien determinasi sebesar
82.478 persen. Hal ini dapat diartikan bahwa perilaku ketersediaan beras per kapita sebesar 82.478 persen dapat dijelaskan secara bersama-sama oleh semua
peubah penjelasnya perubahan harga riil gabah di tingkat petani, rasio luas areal
102 panen padi dengan jumlah penduduk total di Indonesia, konversi lahan sawah di
Indonesia, jumlah beras impor Indonesia, tren waktu, dan lag ketersediaan beras di Indonesia, sedangkan sisanya sebesar 17.522 persen dijelaskan oleh peubah
lain di luar persamaan. Arah dan besaran peubah-peubah penjelasnya sudah sesuai dengan harapan. Hasil pendugaan paramter ketersediaan beras per kapita secara
ringkas disajikan pada Tabel 19.
Tabel 19 Hasil pendugaan parameter ketersediaan beras per kapita TSBKPK
Peubah Parameter Estimasi
Elastisitas Prob |T|
Keterangan Peubah
Jangka Pendek
Jangka Panjang
Intercept -0.052 -
- 0.056
HGTTIR – LHGTTIR
3.542x10
-6
0.001 0.001
0.081 Perubahan harga riil
gabah di tingkat petani di Indonesia
LAPI JPDKI 2.844
1.137 1.356
0.000 Rasio luas areal panen
padi dg jumlah pendu- duk total di Indonesia
KLSI -6.250x10
-9
-0.005 -0.006
0.081 Konversi lahan sawah
di Indonesia JMBI 1.195x10
-9
0.010 0.012
0.078 Jumlah beras impor
Indonesia T
0.001 0.070
0.083 0.000
Tren waktu LTSBKPK 0.162
- -
0.112 Lag ketersediaan beras
di Indonesia Prob|F| = 0.00030
R
2
= 0.82478 Dw = 1.97591 Dh = 0.06540
Perilaku ketersediaan beras per kapita secara signifikan dipengaruhi oleh peubah perubahan harga riil gabah di tingkat petani di Indonesia, rasio luas areal
panen padi dengan jumlah penduduk total di Indonesia, konversi lahan sawah di Indonesia, jumlah beras impor Indonesia, tren waktu, dan lag ketersediaan beras
di Indonesia. Ketersediaan beras per kapita responsif terhadap rasio luas areal panen padi dengan jumlah penduduk Indonesia, atau dengan kata lain luas areal
panen padi per kapita, dalam jangka pendek maupun jangka panjang, sebagaimana ditunjukkan oleh nilai elestisitasnya sebesar 1.137 pada jangka pendek dan 1.356
pada jangka panjang. Kenaikan luas areal panen per kapita akan meningkatkan ketersediaan beras per kapita pada jangka pendek dan jangka panjang, sehingga
dapat disimpulkan bahwa lahan sawah sebagai salah satu faktor penting dalam
103 luas areal panen tidak dapat tergantikan dengan faktor lainnya dalam
meningkatkan ketersediaan pangan. Fenomena ini mengindikasikan bahwa ketersediaan pangan per kapita
dalam jangka panjang responsif terhadap perubahan luas areal panen per kapita. Indikator luas areal panen saja tidak cukup menggambarkan kemampuan dalam
hal luas areal panen, oleh karena itu harus memperhitungkan jumlah penduduk yang ada. Luas areal panen per kapita menggambarkan seberapa luas kemampuan
masing-masing individu dalam menghasilkan areal panen. Sumarno 2011 menyebutkan bahwa luas areal panen padi per kapita di Indonesia termasuk yang
terkecil di dunia. Hal ini disebabkan lahan sawah, selain untuk tanaman padi, juga diperebutkan oleh 17 komoditas lain yang masing-masing juga diharapkan
memenuhi kebutuhan nasional swasembada, seperti gula, jagung, dan kedelai.
5.2.6 Permintaan Beras di Indonesia
Hasil pendugaan parameter permintaan beras di Indonesia menunjukkan bahwa peubah-peubah penjelas yang terdiri dari harga rii beras eceran Indonesia,
harga riil jagung di tingkat produsen, akses pangan per kapita, dan lag permintaan beras di Indonesia, mampu secara bersama-sama menjelaskan variasi nilai peubah
endogennya dengan baik 86.139 persen, sedangkan sisanya 13.861 persen dijelaskan oleh peubah penjelas lain di luar persamaan. Semua peubah penjelas
memiliki arah dan besaran sesuai harapan. Persamaan permintaan beras di Indonesia dipengaruhi secara nyata oleh
semua peubah penjelasnya, kecuali peubah harga riil jagung di tingkat produsen Tabel 20. Harga riil jagung yang tidak berbeda nyata pada taraf probabilitas 15
persen mengindikasikan bahwa jagung sebagai komoditas substitusi beras belum mampu menggantikan fungsi beras sebagai makanan pokok penduduk Indonesia.
Hal ini terkait dengan pandangan umum yang menganggap jagung masih merupakan barang inferior terhadap beras. Permintaan beras secara nyata
dipengaruhi pendapatan per kapita dan elastis pada jangka pendek. Hubungan ini mengindikasikan bahwa proporsi untuk membelanjakan beras masih menjadi
proporsi yang besar dalam pendapatan per kapita mayoritas penduduk Indonesia.