123 karena penerapan kebijakan impor yang ada turut berkontribusi terhadap pe-
nurunan marjin pemasaran beras di Indonesia. Selain itu, kebijakan impor yang ada meningkatkan penerimaan pemerintah dari tarif impor sebesar 2.496 persen,
tetapi nilai devisa negara mengalami penurunan sebesar 0.533 persen yang diduga akibat rendahnya harga impor beras Indonesia.
Simulasi 3 merupakan pembanding simulasi 2, yang menggambarkan kondisi ketika terjadi peningkatan konversi lahan sawah di Jawa sebesar 1 persen
tanpa kebijakan impor. Tujuan simulasi ini adalah untuk melihat kemandirian pangan ketika terjadi peningkatan konversi lahan sawah di Jawa sebesar 1 persen
tanpa ditopang oleh impor. Kebijakan tanpa impor menyebabkan konversi lahan sawah di luar Jawa mengalami peningkatan sebesar 0.007 persen, sebagaimana
telah dijelaskan pada simulasi 1. Peningkatan konversi lahan sawah di Jawa sebesar 1 persen dan di luar Jawa sebesar 0.007 persen, mengakibatkan konversi
lahan sawah di Indonesia meningkat rata-rata sebesar 1.165 persen yang selanjut- nya berdampak terhadap penyusutanpengurangan luas baku sawah di Indonesia
sebesar 0.016 persen. Intensitas pertanaman yang relatif tetap dan konversi lahan sawah di Jawa
yang meningkat sebesar 1 persen menyebabkan luas areal panen padi menurun sebesar 0.001 persen, sebagaimana pada simulasi 2. Kebijakan tanpa impor yang
diterapkan oleh Indonesia menyebabkan kuantitas beras di pasar dunia meningkat dan harga riil beras impor Indonesia mengalami penurunan yang selanjutnya
berdampak terhadap penurunan harga riil gabah pembelian pemerintah. Walaupun respon harga riil gabah di tingkat petani terhadap harga riil gabah
pembelian pemerintah bersifat inelastis, tetapi berdampak juga terhadap penurunan harga riil gabah di tingkat petani di Indonesia sebesar 1.529 persen.
Penurunan harga riil gabah di tingkat petani di Indonesia ini kemudian menyebabkan produktivitas padi petani di Indonesia mengalami penurunan
sebesar 0.320, walaupun di Jawa dan luar Jawa relatif tetap. Penurunan luas areal panen padi dan produktivitas padi di Indonesia tidak
menyebabkan produksi padi dan beras di Indonesia secara rata-rata juga mengalami penurunan. Hal ini dikarenakan luas areal panen padi di luar Jawa
meningkat sebesar 0.291 persen, sehingga produksi padi di luar Jawa pun
124 mengalami peningkatan sebesar 0.289 persen. Secara umum, peningkatan
konversi lahan sebesar 1 persen di Jawa dengan kondisi tanpa impor menyebab- kan penawaran beras domestik menurun sebesar 3.224 persen dan kemudian
berdampak juga terhadap penurunan ketersediaan pangan per kapita sebesar 1.154 persen yang diimbangi dengan peningkatan permintaan beras per kapita sebesar
1.489 persen. Penurunan penawaran beras domestik akibat peniadaan impor berdampak terhadap meningkatnya harga riil beras eceran di Indonesia sebesar
11.907 persen dan hal ini berakibat pada menurunnya akses pangan per kapita sebesar 8.344 persen.
Simulasi 4 merupakan kondisi dimana peningkatan konversi lahan sawah di Jawa sebesar 18 persen dengan impor seperti saat ini existing telah me-
nyebabkan penurunan ketersediaan dan akses pangan per kapita. Berdasarkan hasil pengolahan data, pada tingkat impor seperti sekarang, diketahui bahwa
konversi lahan sawah di Jawa baru menyebabkan penurunan ketersediaan dan akses pangan per kapita pada tingkat konversi sebesar 18 persen, dengan masing-
masing penurunan sebesar 0.072 persen dan 0.309 persen. Hal ini mengindikasi- kan bahwa dampak negatif yang ditimbulkan dari konversi lahan sawah di Jawa
hingga sebesar 18 persen pun masih relatif kecil, yaitu 1 persen, jika pemerintah masih tetap melakukan kebijakan impor. Namun demikian, kondisi ini patut tetap
dicermati bahwa ketersediaan dan akses pangan yang bertumpu pada impor menjadikan negara akan mengalami krisis pangan ketika suplai di pasar dunia
menipis, dan sekaligus kurang memberikan insentif kepada petani untuk meningkatkan produksi padinya. Konversi lahan sawah yang terjadi karena pasti
akan berdampak negatif terhadap ketersediaan dan akses pangan per kapita, baik dalam hal waktu jangka pendek atau jangka panjang dan nilai besar atau kecil.
Karena bagaimana pun, sebagaimana hasil pendugaan model diketahui bahwa dalam jangka panjang, peubah yang berespon elastis terhadap ketersediaan beras
adalah lahan sawah per kapita. Besarnya penurunan kedua aspek ketahanan pangan ini ketersediaan dan
akses pangan sangat berbeda jika dibandingkan dengan penurunan yang diakibat- kan konversi lahan sawah dengan tingkat yang sama, yaitu 18 persen, tanpa
kebijakan impor sebagaimana diperlihatkan pada simulasi 5. Simulasi ini ber-
125 tujuan untuk melihat lemahnya kemandirian pangan di Jawa ketika peningkatan
konversi lahan sawah sampai mencapai sebesar 18 persen. Jika kondisi ini terjadi, maka menyebabkan ketersediaan dan akses pangan menurun masing-masing se-
besar 1.226 persen dan 8.88 persen, jauh lebih besar dari penurunan ketersediaan dan akses pangan per kapita dengan adanya kebijakan impor pada simulasi 4
yang masing-masing sebesar 0.072 persen dan 0.309 persen. Hal ini menunjukkan bahwa kebijakan tanpa impor berdampak terhadap penurunan ketersediaan dan
akses pangan per kapita dengan nilai penurunan yang sangat besar. Kondisi ini semakin memperkuat hasil simulasi sebelumnya dimana sebenarnya ketersediaan
dan akses pangan yang ada selama ini sangat bergantung pada impor, sehingga dapat disimpulkan bahwa kemandirian pangan yang ada merupakan kemandirian
pangan semu. Tabel 29 Rekapitulasi dampak alternatif kebijakan ekonomi terhadap perubahan
nilai rata-rata peubah endogen periode 1990 – 2010
Nama Peubah Satuan
Nilai Dasar
Perubahan Simulasi S1 S2 S3 S4 S5
Konversi Lahan Sawah Jawa ha
41 071.7 0.000 1.000
1.000 18.000 18.000 Konversi Lahan Sawah Luar Jawa ha
67 637.1 0.007 -0.001
0.007 -0.001 0.007
Konversi Lahan Sawah Indonesia ha 108 709
0.778 1.159 1.165
7.734 7.740
Luas Baku Sawah Indonesia ha
8 011 785 -0.011 -0.016 -0.016 -0.105 -0.105 Luas Areal Panen Padi Indonesia ha
11 628 888 -0.001 -0.001 -0.001 -0.004 -0.004 Produktivitas Padi Indonesia
tonha 3.9055 -0.320 0.003 -0.320
0.003 -0.323 Produksi Beras Indonesia
ton 31 702 737
0.118 -0.017 0.109 -0.174 -0.046
Penawaran Beras Indonesia ton
32 828 488 -3.216 0.003 -3.224 -0.092 -3.375 Ketersediaan Beras per Kapita
tonjiwa 0.139 -1.154 0.000 -1.154 -0.072 -1.226
Permintaan Beras per Kapita tonjiwa
0.1739 1.489 0.000
1.489 -0.115 1.375
Harga Riil Beras Eceran Indonesia Rpkg 3 641.1 11.901 -0.231 11.907
-0.326 11.988
Akses Pangan per Kapita Rpjiwa 11 013 884 -8.312 0.171 -8.344 -0.309 -8.880
Keterangan: S1 : Konversi di Jawa tetap, tanpa impor
S2 : Konversi di Jawa meningkat 1, dengan impor S3 : Konversi di Jawa meningkat 1, tanpa impor
S4 : Konversi di Jawa meningkat 18, dengan impor S5 : Konversi di Jawa meningkat 18, tanpa impor
6.2.1.2 Konversi Lahan Sawah di Luar Jawa
Sama halnya dengan dampak konversi lahan sawah di Jawa, konversi lahan sawah di luar Jawa juga berdampak terhadap ketersediaan dan akses pangan
per kapita. Bagian ini membahas dampak konversi lahan sawah di luar Jawa sebagaimana tercantum pada simulasi 6 – 10 dengan kondisi yang sama seperti
126 pada bahasan di atas. Rekapitulasi hasil simulasi 6 – 10 disajikan pada Tabel 30
yang diletakkan pada akhir pembahasan simulasi 10, sementara hasil simulasi 6 – 10 secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 20.
Hasil simulasi 6 menunjukkan bahwa kondisi konversi lahan sawah di luar Jawa yang seperti saat ini existing dan tanpa impor menyebabkan konversi lahan
sawah di Indonesia mengalami peningkatan sekitar 1.370 persen. Kebijakan tanpa impor menyebabkan penerimaan pemerintah dari tarif impor berkurang 100
persen. Kondisi ini yang kemudian diduga mendorong pemerintah memacu pertumbuhan ekonominya yang memberi konsekuensi terhadap tingginya per-
saingan lahan dan berakibat terhadap peningkatan konversi lahan sawah secara keseluruhan di Indonesia. Kondisi konversi lahan sawah seperti saat ini meng-
akibatkan penurunan luas baku lahan sawah di luar Jawadan Indonesia masing- masing sebesar 0.031 persen dan 0.019 persen.
Luas areal panen padi di luar Jawa masih mengalami peningkatan sebesar 0.209 persen, walaupun luas baku sawah di luar Jawa mengalami penurunan
sebesar 0.031 persen. Hal ini diduga karena intensitas pertanaman padi di luar Jawa relatif stabil dibandingkan di Jawa dimana sawah irigasi teknis di Jawa
sebagai komponen penting dalam intensitas pertanaman sudah banyak beralih fungsi. Dengan produktivitas padi tetap, maka produksi padi, produksi padi per
kapita dan produksi beras luar Jawa mengalami peningkatan masing-masing sebesar 0.191, 0.237, dan 0.198 persen. Seperti di Jawa, ketersediaan dan akses
pangan per kapita pada kondisi penerapan kebijakan yang sama yaitu tanpa impor menyebabkan penurunan sebesar 7.503 persen lebih kecil yaitu dibandingkan
dengan di Jawa sebesar 8.312 persen. Hal ini menunjukkan bahwa konversi lahan sawah di Jawa memberi dampak yang lebih besar terhadap akses pangan per
kapita, sehingga kebijakan yang dapat menekan laju konversi lahan sawah terutama di Jawa sangat dibutuhkan, terlebih konversi lahan sawah yang terjadi di
Jawa sekitar 3 kali lipat dibandingkan di luar Jawa. Kehilangan produksi akibat konversi lahan sawah yang berlangsung saat ini dapat dikompensasi oleh impor,
sehingga seolah-olah ketersediaan dan akses pangan per kapita masih mengalami peningkatan sampai pada tingkat konversi lahan tertentu. Implikasi kebijakan dari
temuan ini adalah perlu adanya kebijakan yang spesifik lokasi, karena masing-
127 masing wilayah memiliki perilaku dan dampak yang berbeda, khususnya terhadap
ketersediaan dan akses pangan nasional. Jika dibandingkan dengan Jawa pada kondisi yang sama konversi lahan sawah seperti saat ini dan tanpa impor,
diketahui bahwa Jawa memiliki kemandirian pangan yang lebih tinggi daripada di luar Jawa. Hal ini ditunjukkan oleh kontribusi masing-masing wilayah terhadap
peningkatan produksi beras Indonesia, dimana pada saat terjadi konversi lahan sawah di Jawa, produksi beras Indonesia mengalami peningkatan yang lebih
tinggi 0.118 persen daripada ketika terjadi konversi lahan sawah di luar Jawa 0.087 persen.
Simulasi 7 menunjukkan bahwa peningkatan konversi lahan sawah sebesar 1 persen di luar Jawa menyebabkan konversi lahan sawah di Indonesia secara
keseluruhan mengalami peningkatan sebesar 2.005 persen. Kebijakan impor yang ada mendorong petani mengurangi luas areal pertanaman padinya di luar Jawa,
sehingga produksi beras di luar Jawa pun mengalami penurunan sebesar 0.105 persen yang kemudian turut berkontribusi dalam penurunan produksi beras secara
nasional. Untuk memenuhi kebutuhan beras domestik, pemerintah meningkatkan jumlah impor sebesar 1.569 persen. Penerapan kebijakan ini menyebabkan keter-
sediaan pangan per kapita dalam kondisi stabil tetap dan akses pangan per kapita mengalami peningkatan sebesar 0.966 persen.
Simulasi 8 dimana kebijakan tanpa impor diterapkan dalam kondisi terjadi peningkatan konversi lahan sawah sebesar 1 persen di luar Jawa, menyebabkan
konversi lahan sawah secara keseluruhan mengalami peningkatan sebesar 2.005 persen dan kemudian berakibat pada penurunan luas baku sawah di Indonesia
sebesar 0.027 persen. Intensitas pertanaman padi yang relatif stabil menyebabkan luas areal panen padi di luar Jawa mengalami peningkatan sebesar 0.195 persen,
walaupun luas baku sawah di luar Jawa mengalami penurunan. Luas areal panen padi dan produktivitas padi di Indonesia yang menurun tidak menyebabkan
produksi padi di Indonesia juga menurun. Hal ini disebabkan adanya peningkatan luas areal panen padi di luar Jawa sebesar 0.195 persen.
Kebijakan tanpa impor menyebabkan penawaran beras domestik menurun sebesar 3.252 persen, sehingga ketersediaan beras per kapita pun mengalami
penurunan sebesar 1.154 persen. Penurunan ketersediaan beras ini diimbangi
128 dengan peningkatan permintaan beras per kapita sebesar 1.661 persen. Kebijakan
tanpa impor ini juga menyebabkan harga riil beras eceran meningkat sebesar 11.934 persen yang akhirnya berdampak terhadap penurunan akses pangan per
kapita sebesar 7.558 persen. Simulasi 9 menunjukkan bahwa konversi lahan sawah di luar Jawa
menyebabkan penurunan ketersediaan dan akses pangan per kapita pada tingkat 20 persen. Jika dibandingkan dengan di Jawa pada tingkat 18 persen, fenomena
ini mengindikasikan bahwa konversi lahan sawah di luar Jawa tidak sebesar dampaknya dibandingkan di Jawa yang sudah mengalami penurunan pada tingkat
yang lebih kecil yaitu 18 persen. Hal ini juga menunjukkan bahwa dampak negatif konversi lahan sawah di luar Jawa yang baru terasa pada tingkat 20 persen,
sebenarnya karena ketersediaan dan akses pangan selama ini masih ditopang oleh impor. Peningkatan konversi lahan sawah di luar Jawa sebesar 20 persen
menyebabkan konversi lahan sawah rata-rata di Indonesia meningkat sebesar 14.064 persen. Sementara itu, pengurangan luas baku sawah di Indonesia akibat
konversi ini adalah sebesar 0.191 persen, yang diikuti dengan penurunan luas areal panen padi sebesar 0.006 persen.
Kebijakan impor yang diimplementasikan pemerintah berdampak terhadap peningkatan harga riil beras impor Indonesia mengalami peningkatan dan
kemudian mendorong pemerintah untuk meningkatkan harga riil gabah pem- belian pemerintah dan harga riil gabah di tingkat petani di Indonesia sebesar 0.028
persen. Namun demikian, dalam kondisi ini harga riil gabah pembelian pemerin- tah tidak mengalami peningkatan. Peningkatan harga riil gabah di tingkat petani di
Indonesia ini yang kemudian mendorong petani untuk meningkatkan produktivitas padinya hingga mengalami peningkatan sebesar 0.005 persen. Luas areal panen
yang menurun tidak mampu meningkatkan produksi beras Indonesia, walaupun terjadi peningkatan pada produktivitas padi.
Namun demikian, kebijakan impor yang ada juga tidak mampu menutupi hilangnya produksi beras akibat tingginya konversi lahan sawah yang terjadi,
sehingga penawaran beras domestik pun tetap mengalami penurunan sebesar 0.077 persen. Hal ini kemudian berdampak terhadap penurunan ketersediaan beras
per kapita sebesar 0.072 persen. Peningkatan impor sebesar 2.51 persen me-
129 nyebabkan harga riil beras eceran menurun sebesar 0.29 persen yang kemudian
berdampak terhadap penurunan inflasi bahan makanan. Namun demikian, kondisi penurunan inflasi bahan makanan ini tidak mampu meningkatkan akses pangan
per kapita. Fenomena ini diduga karena tingginya konversi lahan sawah yang ada dan kurangnya ketersediaan infrastruktur jalan yang merata sehingga menyebab-
kan distribusi pangan terhambat. Simulasi 9 memberi kesimpulan bahwa me- nurunnya produksi beras di Indonesia sebagai akibat tingginya konversi lahan
sawah yang terjadi di luar Jawa tidak cukup diatasi dengan kebijakan impor yang ada. Bahkan lebih jauh lagi, konversi lahan sawah di luar Jawa pada batas tertentu
dalam hal ini pada tingkat 20 persen tidak menyebabkan akses pangan per kapita meningkat, walaupun harga riil beras eceran dan inflasi bahan makanan telah
mengalami penurunan. Simulasi 10 merupakan kebijakan tanpa impor yang diterapkan pada
kondisi peningkatan lahan sawah di luar Jawa sebesar 20 persen. Sama seperti simulasi 9, peningkatan konversi lahan sawah di luar Jawa sebesar 20 persen me-
nyebabkan peningkatan konversi lahan sawah di Indonesia sebesar 14.064 persen yang selanjutnya berdampak terhadap penyusutan luas baku lahan sawah sebesar
0.191 persen. Kebijakan tanpa impor menyebabkan kuantitas beras di pasar dunia berlimpah yang kemudian harga riil beras impor mengalami penurunan. Pe-
nurunan harga riil beras impor ini selanjutnya menurunkan harga riil gabah di tingkat petani yang seharusnya merupakan insentif bagi petani untuk meningkat-
kan produktivitas padinya. Penurunan luas areal panen padi dan produktivitas padi menyebabkan produksi beras Indonesia mengalami penurunan se-besar 0.038
persen. Kebijakan tanpa impor semakin menurunkan penawaran beras domestik
yang ada karena produksi beras domestik pun telah menurun. Hal ini selanjutnya berdampak terhadap penurunan ketersediaan beras per kapita sebesar 1.226
persen. Kondisi ini kemudian diimbangi dengan peningkatan permintaan beras per kapita sebesar 1.489 persen guna memenuhi ketersediaan beras per kapita yang
mengalami penurunan. Penurunan produksi beras dan penawaran beras di Indonesia mengakibatkan harga riil beras eceran mengalami peningkatan sebesar
12.004 persen, dan peningkatan harga riil beras eceran ini pun berakibat terhadap
130 penurunan akses pangan per kapita sebesar 8.606 persen. Simulasi 10 ini
menyimpulkan bahwa kebijakan tanpa impor ini berdampak terhadap penurunan ketersediaan dan akses pangan per kapita dengan besaran yang jauh lebih tinggi
dibandingkan pada simulasi 9. Tabel 30 menunjukkan bahwa penurunan ketersediaan dan akses pangan per kapita akibat kebijakan tanpa impor adalah
masing-masing sebesar 1.226 dan 8.606 persen.
Tabel 30 Rekapitulasi dampak alternatif kebijakan ekonomi terhadap perubahan nilai rata-rata peubah endogen periode 1990 – 2010
Nama Peubah Satuan
Nilai Dasar
Perubahan Simulasi S6 S7 S8
S9 S10
Konversi Lahan Sawah Jawa ha
41 071.7 0.000 0.000
0.000 0.000 0.000
Konversi Lahan Sawah Luar Jawa ha 67 637.1
0.000 1.000 1.000 20.000 20.000
Konversi Lahan Sawah Indonesia ha 108 709
1.370 2.005 2.005 14.064 14.064
Luas Baku Sawah Indonesia ha
8 011 785 -0.019 -0.027 -0.027 -0.191 -0.191 Luas Areal Panen Padi Indonesia ha
11 628 888 -0.001 -0.001 -0.002 -0.006 -0.007 Produktivitas Padi Indonesia
tonha 3.9055 -0.318 0.005 -0.318
0.005 -0.320 Produksi Beras Indonesia
ton 31 702 737
0.087 -0.046 0.080 -0.165 -0.038
Penawaran Beras Indonesia ton
32 828 488 -3.246 0.008 -3.252 -0.077 -3.366 Ketersediaan Beras per Kapita
tonjiwa 0.139 -1.154 0.000 -1.154 -0.072 -1.226
Permintaan Beras per Kapita tonjiwa
0.1739 1.661 0.172
1.661 -0.057 1.489 Harga Riil Beras Eceran Indonesia Rpkg 3
641.1 11.931 -0.247 11.934 -0.290 12.004
Akses Pangan per Kapita Rpjiwa 11 013 884 -7.503 0.966 -7.558 -0.045 -8.606
Keterangan: S6 : Konversi di Luar Jawa tetap, tanpa impor
S7 : Konversi di Luar Jawa meningkat 1, dengan impor S8 : Konversi di Luar Jawa meningkat 1, tanpa impor
S9 : Konversi di Luar Jawa meningkat 20, dengan impor S10 : Konversi di Luar Jawa meningkat 20, tanpa impor
6.2.1.3 Konversi Lahan Sawah di Indonesia
Konversi lahan sawah di Indonesia merupakan penjumlahan konversi lahan sawah di Jawa dan luar Jawa, sementara persentase perubahannya
merupakan rata-rata dari keduanya. Walaupun secara teoritis demikian, namun dalam prakteknya tidak selalu sama. Hal ini diduga terkait perbedaan angka
desimal pada pengolahan secara statistik. Luas baku sawah di Indonesia merupakan penjumlahan dari luas baku sawah di Jawa dan luar Jawa, maka setiap
perubahan kebijakan yang mempengaruhi luas baku sawah di Jawa dan luar Jawa juga akan berpengaruh terhadap total luas baku sawah di Indonesia. Simulasi 11 –
15 merupakan simulasi pada wilayah penelitian keseluruhan yaitu Indonesia.