Ruang Lingkup dan Keterbatasan Penelitian

18 kerja dan pendapatan komunitas setempat yang akhirnya dapat menyebabkan perubahan budaya dari masyarakat agraris ke masyarakat urban. Sudaryanto 2005 juga menitik-beratkan penelitiannya pada dampak konversi lahan sawah terhadap produksi pangan nasional. Berdasarkan hasil penelitiannya diketahui bahwa selama tahun 1981 – 1999 telah terjadi konversi lahan sawah yang menyebabkan kehilangan produksi padi sebesar 8.89 juta ton dengan rincian kehilangan produksi di Jawa sekitar 6.86 juta ton dan di luar Jawa 2.03 juta ton. Data produksi tahun 1981, 1990, dan 2001 menunjukkan bahwa berkurangnya luas lahan di Jawa belum menurunkan luas areal panen maupun produksi padi, bahkan luas panen mengalami peningkatan. Peningkatan luas areal panen di Jawa tersebut disebabkan oleh peningkatan intensitas tanam, sedangkan peningkatan produktivitas disebabkan oleh perbaikan penggunaan teknologi, khususnya penggunaan varietas unggul. Selain itu, konversi lahan sawah di Jawa dan tingkat nasional belum berdampak pada penurunan produksi padi, karena adanya pencetakan sawah baru yang relatif besar di luar Jawa. Namun demikian, pencetakan sawah baru ini membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan produktivitas yang optimal, sehingga konversi lahan pertanian mengakibatkan berkurangnya lahan pertanian dan pelambatan kapasitas produksi pangan. Penelitian Irawan 2005 menegaskan bahwa dampak konversi lahan sawah terhadap masalah pangan yang tidak dapat segera dipulihkan, disebabkan oleh 4 alasan, yaitu: a lahan sawah yang sudah terkonversi tidak akan bisa kembali menjadi sawah sifat permanen; b pencetakan sawah baru mem- butuhkan waktu yang panjang, sekitar 10 tahun; c sumber daya yang bisa dijadi- kan sawah semakin terbatas; dan d peningkatan produktivitas usahatani padi juga sulit dilakukan akibat stagnasi inovasi teknologi. Konversi lahan sawah ke penggunaan non-pertanian menimbulkan dampak negatif secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hal ini dikarenakan konversi lahan bersifat: a permanen, artinya masalah pangan tetap akan terasa dalam jangka panjang meskipun konversi lahan sudah tidak terjadi lagi; b kumulatif, dimana pengurangan luas lahan yang bersifat permanen menyebabkan masalah pangan yang disebabkan oleh konversi lahan selama periode tertentu akan bersifat kumulatif; dan c progresif, artinya sekali konversi lahan terjadi di suatu lokasi maka luas lahan yang dikonversi di 19 lokasi tersebut akan semakin besar akibat konversi lahan ikutan yang terjadi di lokasi sekitarnya. Ketersediaan pangan dalam kuantitas yang sesuai kebutuhan secara nasional harus diikuti dengan distribusi pangan yang merata menurut tempat dan waktu sehingga dapat diakses oleh konsumen setiap saat. Akses pangan dibedakan atas: a akses fisik, yang dipengaruhi oleh sistem distribusi pangan; dan b akses ekonomik, yang dipengaruhi oleh daya beli pangan rumah tangga. Sementara itu daya beli pangan setiap rumah tangga sangat tergantung kepada harga pangan dan pendapatan rumah tangga yang bersangkutan. Penelitian ini juga menyimpulkan bahwa konversi lahan pertanian tidak hanya mengurangi aksesibilitas ekonomik para buruh tani secara langsung, namun juga menurunkan daya beli pangan kelompok masyarakat lainnya yang secara tidak langsung merupakan dampak dari konversi lahan sawah Irawan, 2005. Sementara itu, indikator yang digunakan untuk mengukur dimensi daya beli standar hidup layak adalah real per kapita GDP adjusted 1 . Hal ini berdasarkan indikator UNDP United Nations Develop- ment Programme. Selanjutnya, temuan Ruswandi et al. 2007 menyatakan bahwa konversi lahan pertanian dalam jangka panjang akan meningkatkan peluang terjadinya penurunan tingkat kesejahteraan petani, yang dapat diidentifikasi dari penurunan luas lahan milik dan luas lahan garapan, penurunan pendapatan pertanian, serta tidak signifikannya peningkatan pendapatan non-pertanian. Penelitian ini juga menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi konversi lahan pertanian di daerah Bandung Utara, dengan menggunakan model Regresi Linier Berganda. Laju konversi lahan diketahui melalui interpretasi Citra Landsat tahun 1992 dan 2002. Sedangkan untuk mengetahui pengaruh konversi lahan pertanian terhadap kesejahteraan petani dianalisis dengan Regresi Logistik Binary. Handewi Erwidodo 1994 melakukan kajian permintaan pangan di Indonesia menggunakan model Almost Ideal Demand System AIDS untuk men- 1 http:www.lecture.brawijaya.ac.idnuhfil. Nuhfil Hanani AR Guru besar pada Prodi Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Universitas Brawijaya, Malang; Anggota Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Nasional; Ketua Pokja Ahli Dewan Ketahanan Pangan Jawa Timur 20 duga elastisitas permintaan dan pendapatan rumah tangga. Kajian ini menyimpul- kan bahwa elastisitas permintaan terhadap berbagai kelompok pangan suatu rumah tangga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan rumah tangga yang bersangkutan. Sedangkan Mulyana 1998 menyimpulkan bahwa kenaikan per- mintaan beras domestik dipengaruhi secara signifikan oleh perubahan jumlah pen- duduk dan pendapatan konsumen. Harga gabahberas terhadap jumlah penawaran bersifat inelastis. Selama ini peningkatan harga gabahberas tidak berpengaruh nyata terhadap upaya petani untuk meningkatkan produksi padi. Penyebabnya karena luas lahan sawah garapan petani relatif sempit dan usahatani padi bersifat musiman Irawan, 2005. Malian et al. 2004 melakukan studi mengenai faktor-faktor yang mem- pengaruhi produksi, konsumsi dan harga beras, serta inflasi bahan makanan. Hasil analisa menyimpulkan bahwa: 1 produksi padi dipengaruhi oleh luas panen padi tahun sebelumnya, impor beras, harga pupuk Urea, nilai tukar riil, dan harga beras di pasar domestik; 2 konsumsi beras dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga beras di pasar domestik, impor beras tahun sebelumnya, harga jagung pipilan di pasar domestik, dan nilai tukar; 3 harga beras di pasar domestik dipengaruhi oleh nilai tukar riil, harga jagung pipilan di pasar domestik, dan harga dasar gabah; dan 4 indeks harga kelompok bahan makanan dipengaruhi oleh harga beras di pasar domestik, nilai tukar riil, excess demand beras, harga dasar gabah, harga beras dunia, dan total produksi padi. Berdasarkan beberapa temuan empiris di atas dapat disimpulkan bahwa konversi lahan sawah berdampak terhadap penurunan kapasitas produksi nasional yang berakibat terhadap penurunan ketersediaan beras. Sementara itu, konversi lahan sawah juga menurunkan luas lahan milik dan luas lahan garapan yang akhirnya akan menurunkan pendapatan petani dan buruh tani. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan ketersediaan dan akses pangan, baik secara nasional maupun per kapita. Selain itu, konversi lahan sawah juga berdampak terhadap pemubaziran investasi, rusaknya ekosistem sawah, terjadinya perubahan struktur kesempatan kerja dan pendapatan, serta perubahan budaya dari masyarakat agraris ke masyarakat urban.