Konversi Lahan Sawah di Indonesia
135 Simulasi 15 menerapkan kebijakan tanpa impor pada saat terjadi pening-
katan konversi lahan sawah sebesar 16 persen. Hasil simulasi ini menunjukkan bahwa konversi lahan sawah sebesar 16 persen tanpa kebijakan impor me-
ngakibatkan penurunan penawaran beras yang lebih tinggi, yaitu sebesar 3.49 persen. Penurunan terhadap ketersediaan dan akses pangan per kapita yang di-
akibatkan kebijakan ini juga lebih besar dibandingkan ketika kebijakan dengan impor, yaitu masing-masing sebesar 1.298 dan 8.645 persen. Walaupun dari hasil
beberapa simulasi diketahui bahwa konversi lahan yang terjadi sebenarnya dikompensasi oleh peningkatan impor, tetapi pada titik tertentu peningkatan impor
ini tidak lagi dapat meningkatkan ketersediaan dan akses pangan per kapita. Fenomena ini semakin menguatkan bahwa ketergantungan pada impor untuk
memenuhi kebutuhan pangan dalam jangka pendek masih dapat dimaklumi, namun tidak dalam jangka panjang.
Tabel 31 Rekapitulasi dampak alternatif kebijakan ekonomi terhadap perubahan nilai rata-rata peubah endogen periode 1990 – 2010
Nama Peubah Satuan
Nilai Dasar
Perubahan Simulasi S11 S12 S13 S14 S15
Konversi Lahan Sawah Indonesia ha 41 071.7
0.005 1.000 1.000 16.000 16.000
Luas Baku Sawah Indonesia ha
67 637.1 0.000 -0.043 -0.043
-0.252 -0.252 Luas Areal Panen Padi Indonesia ha
108 709 0.000 -0.002 -0.003
-0.009 -0.009 Produktivitas Padi Indonesia
tonha 8 011 785 -0.320 0.005 -0.320
0.008 -0.323 Produksi Beras Indonesia
ton 11 628 888
0.124 -0.063 0.064
-0.295 -0.165 Penawaran Beras Indonesia
ton 3.9055 -3.209 0.011 -3.267
-0.140 -3.490 Ketersediaan Beras per Kapita
tonjiwa 31 702 737 -1.154 0.000 -1.154 -0.072 -1.298
Permintaan Beras per Kapita tonjiwa 32 828 488
1.432 0.172 1.718
-0.115 1.489
Harga Riil Beras Eceran Indonesia Rpkg 0.139 11.972 -0.478 11.869 -0.600 11.991
Akses Pangan per Kapita Rpjiwa
0.1739 -8.553 1.137 -7.349 -0.081 -8.645
Keterangan: S11
: Konversi di Indonesia tetap, tanpa impor S12
: Konversi di Indonesia meningkat 1, dengan impor S13
: Konversi di Indonesia meningkat 1, tanpa impor S14
: Konversi di Indonesia meningkat 16, dengan impor S15
: Konversi di Indonesia meningkat 16, tanpa impor
6.2.2 Peningkatan Konversi Lahan Sawah di Indonesia Sebesar 1 Persen dengan Alternatif Kebijakan Harga
Simulasi yang dilakukan pada subbab ini simulasi 16 – 18 adalah dengan instrumen kebijakan tanpa impor pada saat terjadi peningkatan konversi lahan
sawah di Indonesia sebesar 1 persen, yang kemudian dikombinasi dengan kebija-
136 kan peningkatan harga riil gabah tingkat petani secara rata-rata di semua wilayah
penelitian Jawa, luar Jawa, dan Indonesia. Hasil simulasi 16 – 18 disajikan se- cara ringkas pada Tabel 32 di akhir pembahasan subbab ini, sedangkan hasil
simulasi secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 22. Simulasi 16 menerapkan kebijakan peningkatan harga riil gabah petani
sebesar 15 persen, dimana angka ini merupakan angka rata-rata peningkatan harga riil gabah yang ada. Instrumen kebijakan peningkatan harga riil gabah petani ini
diharapkan mampu mendorong petani untuk mempertahankan lahan sawahnya agar tidak dialih-fungsikan, sehingga konversi lahan sawah yang ada juga dapat
ditekan. Selain itu kebijakan ini diharapkan juga mampu menjadi insentif bagi petani untuk meningkatkan produktivitas padinya. Hasil simulasi menunjukkan
bahwa secara keseluruhan luas areal panen padi yang ada meningkat sebesar 0.041 persen. Kebijakan peningkatan harga rill gabah tingkat petani, dapat
menstimulasi petani untuk meningkatkan produktivitas padinya. Hal ini ditunjuk- kan oleh peningkatan produktivitas padi di Jawa, luar Jawa, dan Indonesia
masing-masing sebesar 0.737, 0.948, dan 3.296 persen. sehingga produksi beras
di Indonesia pun mengalami peningkatan sebesar 0.838 persen. Namun demikian, kebijakan tanpa impor menyebabkan penawaran beras domestik menurun. Alter-
natif kebijakan ini mengakibatkan penurunan ketersediaan dan akses pangan per kapita masing-masing sebesar 1.081 dan 6.628 persen.
Simulasi berikutnya simulasi 17 adalah mengkombinasikan kebijakan pada simulasi 16 yang kemudian ditambah dengan peningkatan harga riil gabah
pembelian pemerintah sebagaimana rata-rata yang terjadi yaitu sebesar 15 persen. Sebagaimana diketahui bahwa awalnya kebijakan harga pembelian pemerintah ini
dahulu dikenal dengan nama kebijakan harga dasar gabah HDG. Walaupun secara istilah memiliki nama yang hampir sama, namun ternyata memiliki fungsi
yang jauh berbeda. Jika fungsi harga dasar gabah adalah untuk menjaga agar harga yang diterima petani tidak mengalami penurunan secara drastis pada saat
terjadi panen raya, tidak demikian dengan harga riil pembelian pemerintah ini. Hasil simulasi 17 menunjukkan bahwa ternyata peningkatan harga riil gabah
pembelian pemerintah ini sama sekali tidak berdampak terhadap peubah-peubah yang ada di dalam model. Hal ini menunjukkan bahwa harga dasar gabah yang
137 telah mengalami beberapa kali perubahan nama ini sekarang tidak lagi memiliki
fungsi yang sama dengan harga dasar gabah yang dulu pernah ada. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa kebijakan tanpa impor dan peningkatan harga riil gabah
di tingkat petani di Indonesia menghasilkan kondisi yang tetap sama seperti hasil simulasi 16, walaupun pada simulasi ini ditambah dengan peningkatan harga riil
gabah pembelian pemerintah sebesar 15 persen. Kombinasi kebijakan pada simulasi 18 sama dengan simulasi 17, hanya
saja peningkatan harga riil gabah pembelian pemerintah sebesar 50 persen. Hal ini bertujuan untuk melihat efektifitas kebijakan peningkatan harga riil gabah
pembelian pemerintah, yang sampai peningkatan 15 persen pada simulasi 17 belum memberikan perubahan apapun. Hasil simulasi 18 menunjukkan hasil yang
sama dengan simulasi sebelumnya, yaitu simulasi 16 dan 17. Respon harga riil gabah di tingkat petani yang inelastis terhadap perubahan harga riil gabah pem-
belian pemerintah mengindikasikan bahwa perubahan harga riil gabah pem- belian pemerintah berdampak kecil terhadap pembentukan harga riil gabah di
tingkat petani, bahkan tidak berdampak apapun. Fenomena ini diduga karena pembentukan harga riil gabah di tingkat petani lebih tergantung pada mekanisme
pasar. Hal ini diperkuat dengan fakta penetapan peningkatan harga riil gabah pembelian pemerintah yang tidak dilakukan setiap tahun, sementara itu pada saat
yang sama pembentukan harga riil gabah di tingkat petani tetap terjadi. Hasil simulasi 16 – 18 menunjukkan bahwa konversi lahan sawah sebesar
1 persen berdampak terhadap penurunan luas baku sawah di Indonesia sebesar 0.043 persen. Namun demikian, penurunan luas baku sawah ini tidak menyebab-
kan luas areal panen padi juga mengalami penurunan. Hal ini diduga karena optimalisasi intensitas pertanaman masih dapat menutupi dampak negatif dari pe-
nurunan luas baku sawah. Kebijakan peningkatan harga riil gabah di tingkat pe- tani di Indonesia mampu menjadi insentif bagi petani dalam meningkatkan
produktivitas padinya sebesar 3.296 persen, yang selanjutnya berdampak terhadap peningkatan beras Indonesia sebesar 0.838 persen. Namun demikian, kebijakan
tanpa impor yang dilakukan pemerintah mengakibatkan penawaran beras domes- tik menurun sebesar 2.515 persen dan ketersediaan per kapita juga mengalami pe-
nurunan sebesar 1.081 persen. Penurunan ketersediaan beras per kapita kemudian
138 diimbangi dengan peningkatan permintaan beras per kapita sebesar 1.890 persen,
walaupun harga riil beras eceran mengalami peningkatan sebesar 12.004 persen akibat penurunan penawaran beras domestik. Fenomena ini mengindikasikan
bahwa beras masih menjadi makanan pokok bagi mayoritas penduduk Indonesia. Penurunan harga riil beras eceran ini kemudian berdampak terhadap penurunan
akses pangan per kapita. Hasil simulasi 16 – 18 juga menyimpulkan bahwa im- plementasi kebijakan harga rill gabah di tingkat petani tidak akan efektif tanpa
kebijakan impor. Ketahanan pangan yang ada merupakan ke-tahanan pangan semu karena sebenarnya ditopang oleh impor.
Tabel 32 Rekapitulasi dampak alternatif kebijakan ekonomi terhadap perubahan nilai rata-rata peubah endogen periode 1990 – 2010
Nama Peubah Satuan
Nilai Dasar
Perubahan Simulasi S16
S17 S18
Konversi Lahan Sawah Jawa ha
41 071.7 1.000
1.000 1.000
Konversi Lahan Sawah Luar Jawa ha 67 637.1
1.000 1.000
1.000 Konversi Lahan Sawah Indonesia
ha 108 709
1.000 1.000
1.000 Luas Baku Sawah Indonesia
ha 8 011 785
-0.043 -0.043
-0.043 Luas Areal Panen Padi Indonesia
ha 11 628 888
0.041 0.041
0.041 Produktivitas Padi Indonesia
tonha 3.9055
3.296 3.296
3.296 Produksi Beras Indonesia
ton 31 702 737
0.838 0.838
0.838 Penawaran Beras Indonesia
ton 32 828 488
-2.515 -2.515
-2.515 Ketersediaan Beras per Kapita
tonjiwa 0.139
-1.081 -1.081
-1.081 Permintaan Beras per Kapita
tonjiwa 0.1739
1.890 1.890
1.890 Harga Riil Beras Eceran Indonesia Rpkg
3 641.1
12.004 12.004
12.004 Akses Pangan per Kapita
Rpjiwa 11 013 884
-6.628 -6.628
-6.628 Keterangan:
S16 : Konversi di Indonesia meningkat 1, peningkatan harga riil gabah tkt petani 15, dan tanpa impor
S17 : Konversi di Indonesia meningkat 1, peningkatan harga riil gabah tkt petani 15, tanpa impor, peningkatan harga riil gabah pembelian pemerintah 15
S18 : Konversi di Indonesia meningkat 1, peningkatan harga riil gabah tkt petani 15, tanpa impor, peningkatan harga riil gabah pembelian pemerintah 50
6.2.3 Peningkatan Konversi Lahan Sawah di Indonesia Sebesar 1 Persen dengan Alternatif Kombinasi Kebijakan Harga dan Impor
Alternatif kebijakan pada subbab ini mengkombinasikan antara kebijakan harga dengan kebijakan impor yang pernah diterapkan pemerintah pada kondisi
terjadi peningkatan konversi lahan sawah di Indonesia sebesar 1 persen. Kebija- kan harga yang dilakukan adalah meningkatkan harga riil gabah tingkat petani
sebesar 15 persen yang diiringi dengan kebijakan penurunan harga riil pupuk Urea
139 sebesar 10 persen. Masing-masing angka ini merupakan angka rata-rata pening-
katan maupun penurunan harga tersebut. Simulasi 19 – 21 merupakan kombinasi dari alternatif kebijakan tersebut yang rekapitulasi hasil simulasinya disajikan
pada Tabel 33 di akhir pembahasan subbab ini, sedangkan secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 23.
Simulasi 19 mengkombinasikan antara peningkatan harga riil gabah tingkat petani sebesar 15 persen yang diiringi dengan kebijakan penurunan harga
riil pupuk Urea sebesar 10 persen yang diiringi kebijakan tanpa impor. Kebijakan tanpa impor ini bertujuan untuk melihat kemandirian pangan nasional dengan
diterapkannya kebijakan harga tersebut. Hasil simulasi menunjukkan bahwa implementasi kebijakan harga tersebut mampu meningkatkan luas areal panen dan
produktivitas padi petani, sehingga produksi padi dan beras secara keseluruhan juga mengalami peningkatan, masing-masing sebesar 2.172 dan 2.177 persen.
Namun kebijakan tanpa impor menyebabkan penawaran beras domestik menurun sebesar 1.214 persen. Ketersediaan beras secara nasional pun mengalami pe-
nurunan, tetapi per kapita mengalami peningkatan. Hal ini diduga dengan mem- perhitungkan jumlah penduduk yang ada, ketersediaan beras per kapita ternyata
masih mengalami peningkatan. Adapun akses pangan per kapita mengalami penurunan sebesar 5.212 persen. Hal ini disebabkan meningkatnya harga riil beras
eceran akibat menurunnya penawaran beras domestik. Simulasi 20 mengkombinasikan alternatif kebijakan seperti simulasi
sebelumnya tetapi dengan mengurangi jumlah kuota impor sebesar 37.5 persen. Walaupun sama-sama membatasi impor, namun kuota impor lebih efektif
membatasi impor secara fisik dibandingkan tarif impor. Pembatasan impor melalui kuota lebih menguntungkan produsen dalam negeri yang dalam hal ini
berarti petani padi. Hasil simulasi 20 menunjukkan bahwa pembatasan kuota impor ini efektif bagi petani padi di Indonesia untuk meningkatkan luas areal
panen dan produktivitas padinya, sebagaimana ditunjukkan oleh peningkatan masing-masing komponen ini sebesar 1.523 persen dan 7.602 persen. Peningkatan
luas areal panen dan produktivitas padi ini meningkatkan produksi padi domestik. Pembatasan kuota ini menyebabkan jumlah impor secara fisik mengalami pe-
nurunan sebesar 37.5 persen sebagaimana batas kuota yang ditetapkan.
140 Namun demikian, penawaran beras domestik tetap mengalami peningkatan
sebesar 1.156 persen, walaupun jumlah impor berkurang. Kebijakan pembatasan kuota impor menyebabkan harga riil beras eceran domestik mengalami pening-
katan sebesar 2.332 persen. Hal ini menegaskan bahwa perubahan harga riil beras eceran domestik sampai pada tingkat harga tertentu belum menyebabkan kon-
sumen beras mengurangi permintaannya terhadap jenis pangan ini. Selanjutnya, harga riil beras eceran pun mengalami peningkatan sehingga inflasi bahan
makanan mengalami penurunan jika dibandingkan simulasi 17, walaupun masih menyebabkan peningkatan inflasi dengan nilai perubahan yang kecil yaitu 0.917
persen. Pada simulasi ini, ketersediaan beras dan akses pangan per kapita mengalami peningkatan masing-masing sebesar 1.658 dan 0.019 persen.
Simulasi 21 lebih fokus pada instrumen kebijakan impor yang lain yaitu penurunan tarif impor sebesar 5 persen. Sejak tahun 2009 pemerintah menetapkan
tarif impor beras Rp450.00kg dari semula Rp430.00kg atau terjadi kenaikan tarif impor sebesar 4.7 persen. Besaran ini yang kemudian menjadi dasar penurunan
tarif impor sebesar 5 persen. Adanya tarif impor, merugikan konsumen karena tarif yang ada kemudian akan dibebankan kepada harga beras domestik, sehingga
harga riil beras eceran akan mengalami peningkatan. Sama seperti simulasi 19 dan 20, simulasi 21 juga mengkombinasikan antara peningkatan harga riil gabah
tingkat petani sebesar 15 persen yang diiringi dengan kebijakan penurunan harga riil pupuk Urea sebesar 10 persen pada saat terjadi rata-rata peningkatan konversi
lahan sawah di Indonesia sebesar 1 persen. Hasil simulasi 21 menunjukkan bahwa alternatif kebijakan ini berdampak
terhadap penurunan jumlah impor sebesar 11.704 persen. Selain itu, kebijakan harga yang ada mampu meningkatkan produksi padi dan beras nasional, sehingga
ketersediaan beras per kapita juga mengalami peningkatan.. Peningkatan harga riil gabah di tingkat petani dan tarif impor yang ditetapkan menyebabkan terjadinya
peningkatan harga riil beras eceran sebesar 0.844 persen. Peningkatan ini kemudian berakibat terhadap penurunan inflasi bahan makanan, sehingga akses
pangan per kapita mengalami peningkatan sebesar 1.872 persen. Jika dibanding- kan antara pernintaan beras dan akses pangan per kapita pada simulasi 20 dan 21,
dapat diambil kesimpulan bahwa kenaikan akses pangan pada simulasi 21 lebih
141 besar dari pada simulasi 20, namun permintaan beras per kapita pada simulasi 21
mengalami peningkatan yang lebih kecil dibandingkan pada simulasi 20. Feno- mena ini sejalan dengan Engel’s Law, dimana kenaikan akses pangan per kapita,
yang tidak lain adalah pendapatan penduduk per kapita pada tingkat tertentu akan menurunkan proporsi pengeluaran untuk konsumsi pangan.
Tabel 33 Rekapitulasi dampak alternatif kebijakan ekonomi terhadap perubahan nilai rata-rata peubah endogen periode 1990 – 2010
Nama Peubah Satuan
Nilai Dasar
Perubahan Simulasi S19
S20 S21
Konversi Lahan Sawah Indonesia ha
41 071.7 1.000
1.000 1.000
Luas Baku Sawah Indonesia ha
67 637.1 -0.043
-0.043 -0.043
Luas Areal Panen Padi Indonesia ha
108 709 1.523
1.523 1.029
Produktivitas Padi Indonesia tonha
8 011 785 7.602
7.602 6.006
Produksi Beras Indonesia ton
11 628 888 2.177
2.177 1.691
Penawaran Beras Indonesia ton
3.9055 -1.214
1.156 1.254
Ketersediaan Beras per Kapita tonjiwa
31 702 737 0.865
1.658 1.226
Permintaan Beras per Kapita tonjiwa
32 828 488 2.005
0.687 0.630
Harga Riil Beras Eceran Indonesia Rpkg
0.139 11.429 2.332 0.844
Akses Pangan per Kapita Rpjiwa
0.1739 -5.212
0.019 1.872
Keterangan: S19 : Konversi di Indonesia meningkat 1, peningkatan harga riil gabah tkt petani 15,
penurunan harga pupuk Urea 10, dan tanpa impor S20 : Konversi di Indonesia meningkat 1, peningkatan harga riil gabah tkt petani 15,
penurunan harga pupuk Urea 10, dan penurunan kuota impor 37.5 S21 : Konversi di Indonesia meningkat 1, peningkatan harga riil gabah tkt petani 15,
penurunan harga pupuk Urea 10, dan penurunan tarif impor 5
Para produsen domestik jauh lebih menyukai kuota impor daripada tarif impor. Kuota impor lebih efektif dalam melindungi mereka dari tekanan produk
asing yang hendak masuk ke pasar domestik. Masyarakat internasional sendiri, sepakat bahwa kuota impor harus dijauhi karena sumber restriksinya lebih kuat
dibandingkan tarif impor, sehingga lebih berpotensi merusak perdagangan bebas.
6.3 Evaluasi Dampak Alternatif Kebijakan Ekonomi terhadap Tingkat Kesejahteraan Pelaku Ekonomi Beras di Indonesia Periode 1990 – 2010
Setiap opsi kebijakan yang diimplementasikan oleh pemerintah akan ber- dampak terhadap tingkat kesejahteraan produsen maupun konsumen, yang dalam
penelitian ini adalah produsen dan konsumen beras. Perubahan tingkat kesejah-
142 teraan akibat implementasi kebijakan pada masing-masing simulasi akan dibahas
secara berturut-turut berikut ini.