130 penurunan akses pangan per kapita sebesar 8.606 persen. Simulasi 10 ini
menyimpulkan bahwa kebijakan tanpa impor ini berdampak terhadap penurunan ketersediaan dan akses pangan per kapita dengan besaran yang jauh lebih tinggi
dibandingkan pada simulasi 9. Tabel 30 menunjukkan bahwa penurunan ketersediaan dan akses pangan per kapita akibat kebijakan tanpa impor adalah
masing-masing sebesar 1.226 dan 8.606 persen.
Tabel 30 Rekapitulasi dampak alternatif kebijakan ekonomi terhadap perubahan nilai rata-rata peubah endogen periode 1990 – 2010
Nama Peubah Satuan
Nilai Dasar
Perubahan Simulasi S6 S7 S8
S9 S10
Konversi Lahan Sawah Jawa ha
41 071.7 0.000 0.000
0.000 0.000 0.000
Konversi Lahan Sawah Luar Jawa ha 67 637.1
0.000 1.000 1.000 20.000 20.000
Konversi Lahan Sawah Indonesia ha 108 709
1.370 2.005 2.005 14.064 14.064
Luas Baku Sawah Indonesia ha
8 011 785 -0.019 -0.027 -0.027 -0.191 -0.191 Luas Areal Panen Padi Indonesia ha
11 628 888 -0.001 -0.001 -0.002 -0.006 -0.007 Produktivitas Padi Indonesia
tonha 3.9055 -0.318 0.005 -0.318
0.005 -0.320 Produksi Beras Indonesia
ton 31 702 737
0.087 -0.046 0.080 -0.165 -0.038
Penawaran Beras Indonesia ton
32 828 488 -3.246 0.008 -3.252 -0.077 -3.366 Ketersediaan Beras per Kapita
tonjiwa 0.139 -1.154 0.000 -1.154 -0.072 -1.226
Permintaan Beras per Kapita tonjiwa
0.1739 1.661 0.172
1.661 -0.057 1.489 Harga Riil Beras Eceran Indonesia Rpkg 3
641.1 11.931 -0.247 11.934 -0.290 12.004
Akses Pangan per Kapita Rpjiwa 11 013 884 -7.503 0.966 -7.558 -0.045 -8.606
Keterangan: S6 : Konversi di Luar Jawa tetap, tanpa impor
S7 : Konversi di Luar Jawa meningkat 1, dengan impor S8 : Konversi di Luar Jawa meningkat 1, tanpa impor
S9 : Konversi di Luar Jawa meningkat 20, dengan impor S10 : Konversi di Luar Jawa meningkat 20, tanpa impor
6.2.1.3 Konversi Lahan Sawah di Indonesia
Konversi lahan sawah di Indonesia merupakan penjumlahan konversi lahan sawah di Jawa dan luar Jawa, sementara persentase perubahannya
merupakan rata-rata dari keduanya. Walaupun secara teoritis demikian, namun dalam prakteknya tidak selalu sama. Hal ini diduga terkait perbedaan angka
desimal pada pengolahan secara statistik. Luas baku sawah di Indonesia merupakan penjumlahan dari luas baku sawah di Jawa dan luar Jawa, maka setiap
perubahan kebijakan yang mempengaruhi luas baku sawah di Jawa dan luar Jawa juga akan berpengaruh terhadap total luas baku sawah di Indonesia. Simulasi 11 –
15 merupakan simulasi pada wilayah penelitian keseluruhan yaitu Indonesia.
131 Alternatif kebijakan yang diterapkan sama dengan yang dilakukan pada Jawa dan
luar Jawa yang telah dipaparkan sebelumnya. Rekapitulasi hasil simulasi 11 – 15 disajikan pada Tabel 31 yang diletakkan di akhir pembahasan simulasi 15 dan
secara lengkap dapat dilihat pada Lampiran 21. Simulasi 11 mengimplementasikan kebijakan tanpa impor pada kondisi
konversi lahan sawah di Indonesia. Hasil simulasi menunjukkan bahwa produksi beras Indonesia mengalami peningkatan sebesar 0.124 persen. Namun demikian,
kebijakan tanpa impor telah mengakibatkan penawaran beras menurun sebesar 3.209 persen. Hal ini berdampak terhadap meningkatnya harga riil beras eceran
sebesar 11.972 persen, yang selanjutnya memberi kontribusi terhadap peningkatan inflasi bahan makanan sebesar 34.738 persen, sehingga akses pangan per kapita
mengalami penurunan sebesar 8.553 persen. Dari beberapa simulasi yang dilaku- kan sebelumnya juga dapat disimpulkan bahwa kebijakan tanpa impor menyebab-
kan penurunan ketersediaan pangan per kapita dengan nilai yang sama yaitu sebesar 1.154 persen.
Simulasi 12 merupakan kebijakan ketika terjadi peningkatan konversi lahan sawah di Indonesia sebesar 1 persen yang diikuti dengan kebijakan impor.
Konversi yang terjadi mengakibatkan penurunan luas baku lahan sawah di Indonesia sebesar 0.043 persen. Dampak negatif berikutnya adalah penurunan
produksi beras di Indonesia sebesar 0.063 persen. Berkurangnya produksi beras nasional diimbangi dengan peningkatan jumlah impor beras Indonesia sebesar
2.18 persen, sehingga dapat diartikan bahwa peningkatan konversi lahan swah se- besar 1 persen di Indonesia mengakibatkan terjadinya peningkatan impor sebesar
2.180 persen. Hal ini menunjukkan bahwa konversi lahan sawah yang terjadi selain menurunkan kapasitas produksi nasional yang ditunjukkan oleh penurunan
produksi beras domestik, juga berdampak terhadap peningkatan jumlah impor beras yang berarti anggaran pemerintah untuk mengimpor beras juga akan
semakin tinggi. Tambahan penawaran beras domestik melalui kebijakan pening- katan jumlah impor ini mampu meningkatkan akses pangan per kapita sebesar
1.137 persen. Simulasi 13 menerapkan instrumen kebijakan tanpa impor dengan tujuan
untuk melihat kemandirian pangan nasional dalam kondisi terjadi peningkatan
132 konversi lahan sawah 1 persen, selain melindungi petani dari penurunan harga riil
beras domestik akibat banyaknya impor yang beresiko menurunkan penerimaan usahatani padinya. Konversi lahan sawah di Indonesia merupakan persamaan
identitas yaitu penjumlahan dari konversi lahan sawah di Jawa dan luar Jawa. Adapun persentase konversi lahan sawah di Indonesia merupakan persentase rata-
rata konversi lahan sawah di Jawa dan luar Jawa. Oleh karena itu, dapat dipahami bahwa setiap perubahan kebijakan yang mempengaruhi konversi lahan sawah di
Jawa dan luar Jawa akan berpengaruh pula terhadap konversi lahan sawah Indonesia secara keseluruhan.
Hasil simulasi 13 menunjukkan bahwa peningkatan konversi lahan sawah rata-rata sebesar 1 persen menyebabkan menurunnya luas baku sawah, baik di
Jawa, luar Jawa, maupun Indonesia, dengan penurunan masing-masing sebesar 0.039, 0.046, dan 0.043 persen. Penurunan luas baku sawah ini mengakibatkan
penurunan luas areal penen padi di semua wilayah, terkecuali di luar Jawa. Fenomena ini diduga karena upaya optimalisasi intensitas pertanaman yang
dilakukan di luar Jawa lebih efektif dibandingkan Jawa, terlebih produktivitas padi di Jawa juga mengalami pelandaian produksi. Kondisi ini diduga menjadi
penyebab masih meningkatnya produksi padi di luar Jawa dan Indonesia secara rata-rata, namun menyebabkan penurunan produksi di Jawa.
Kebijakan tanpa impor menyebabkan penawaran beras domestik menga- lami penurunan sebesar 3.267 persen. Hal ini dikarenakan penawaran beras di
Indonesia merupakan penjumlahan dari produksi beras, jumlah impor, dan peru- bahan cadangan beras, yang kemudian dikurangi jumlah ekspor. Fenomena ini
mengindikasikan bahwa ketergantungan terhadap impor di dalam penawaran beras domestik sangat besar. Nilai perubahan penurunan pada jumlah beras susut
dan ketersediaan beras di Indonesia adalah sama dengan penawaran beras domestik, yaitu sebesar 3.267 persen. Hal ini dapat dijelaskan karena besarnya
nilai jumlah beras susut dan ketersediaan beras tergantung pada penawaran beras yang ada, sehingga setiap terjadi perubahan pada penawaran beras memberi
dampak terhadap kedua peubah tersebut dengan proporsi yang sama. Tidak itu saja, ketersediaan beras per kapita pun mengalami penurunan sebesar 1.154
persen sebagai akibat dari penurunan penawaran beras domestik.
133 Penurunan ketersediaan per kapita kemudian diimbangi dengan pening-
katan permintaan beras di Indonesia per kapita sebesar 1.718 persen. Jika di- bandingkan antara penurunan ketersediaan beras per kapita dengan permintaan
beras per kapita, diketahui bahwa proporsi peningkatan permintaan beras per kapita lebih besar daripada ketersediaannya per kapita. Hal ini karena permintaan
beras tersebut tidak hanya permintaan untuk konsumsi beras, tetapi juga memper- hitungkan komponen untuk persediaan beras, baik di pasar maupun di rumah
tangga. Peningkatan rata-rata produksi padi di Indonesia juga berdampak terhadap
penurunan rata-rata harga riil gabah tingkat petani di Indonesia, walaupun dengan nilai penurunan yang kecil yaitu 1.535 persen. Adapun harga riil beras eceran di
Indonesia mengalami peningkatan sebesar 11.869 persen, yang disebabkan penurunan penawaran beras domestik. Peningkatan harga riil beras eceran yang
lebih tinggi daripada penurunan harga riil gabah tingkat petani menyebabkan marjin pemasaran beras di Indonesia juga mengalami peningkatan sebesar 57.838
persen. Selain meningkatkan marjin pemasaran beras, peningkatan harga riil beras eceran juga meningkatkan inflasi bahan makanan sebsar 36.016 persen yang
kemudian berakibat terhadap menurunnya akses pangan per kapita. Jumlah impor yang berkurang 100 persen juga mengakibatkan penerimaan pemerintah dari tarif
impor dan devisa negara berkurang masing-masing sebesar 100 persen. Penerima- an pemerintah merupakan perkalian antara tarif impor dengan jumlah beras impor
Indonesia, sementara itu devisa negara merupakan perkalian antara harga riil beras impor Indonesia dengan jumlah beras impor Indonesia, sehingga kebijakan
impor akan berpengaruh terhadap penerimaan pemerintah dari tarif impor dan devisa negara.
Simulasi 14 merupakan kondisi dimana peningkatan konversi lahan sawah di Indonesia telah menurunkan ketersediaan dan akses pangan per kapita, yaitu
pada tingkat 16 persen. Pada kondisi peningkatan konversi lahan sawah di Indonesia sebesar 16 persen ini menyebabkan penurunan luas baku sawah di
Indonesia sebesar 0.252 persen. Kebijakan impor yang diimplementasikan peme- rintah berdampak terhadap peningkatan produktivitas padi sebesar 0.008 persen.
Hal ini disebabkan ketika Indonesia sebagai negara pengimpor beras terbesar
134 ketiga di dunia melakukan impor, maka kuantitas beras di pasar dunia akan
berkurang yang kemudian menyebabkan harga dunia dan harga riil impor beras Indonesia mengalami peningkatan. Peningkaan harga ini berdampak terhadap
peningkatan harga riil gabah pembelian pemerintah dan harga riil gabah di tingkat petani di Indonesia, walaupun respon harga riil gabah di tingkat petani ini
inelastis terhadap perubahan harga riil gabah pembelian pemerintah. Pening- katan harga riil gabah di tingkat petani di Indonesia menjadi insentif bagi petani
untuk meningkatkan produktivitas padinya. Namun demikian, peningkatan pro- duktivitas ini tidak menyebabkan produksi padi meningkat. Hal ini dikarenakan
konversi lahan sawah sebesar 16 persen berdampak terhadap penurunan luas areal panen padi di Indonesia. Fenomena ini mengindikasikan bahwa lahan merupakan
komponen yang tidak tergantikan dalam produksi padi, walaupun produktivitas ditingkatkan sampai pada tingkat tertentu yang masih memungkinkan member-
kan peningkatan hasil. Produksi beras domestik yang mengalami penurunan sebesar 0.295 persen
dan dengan impor menyebabkan penawaran beras domestik tetap mengalami pe- nurunan sebesar 0.14 persen, sehingga dibutuhkan tambahan jumlah impor yang
lebih tinggi yaitu dengan peningkatan sebesar 4.42 persen. Namun demikian, pe- ningkatan jumlah impor ini belum mampu meningkatkan ketersediaan dan akses
pangan per kapita. Hal ini mengindikasikan bahwa peningkatan konversi lahan sawah yang semakin tinggi ternyata tidak selalu dapat dikompensasi oleh
peningkatan jumlah impor. Hal ini diduga karena keterbatasan pemerintah di dalam menyediakan anggaran untuk peningkatan jumlah impor. Penurunan pena-
waran beras domestik berdampak terhadap penurunan ketersediaan beras per kapita. Harga riil beras eceran yang menurun akibat peningkatan impor ternyata
tidak mampu meningkatkan akses pangan per kapita. Hal ini diduga karena tingginya konversi lahan yang ada dan ketersediaan infrastruktur jalan yang
kurang memadai membuat akses individu terhadap pangan menurun yang di- sebabkan terhambatnya distribusi pangan. Penurunan akses ini kemudian diiringi
dengan penurunan permintaan beras per kapita. Hal ini memberi konsekuensi terhadap pengurangan konsumsi beras per kapita dan berupaya mengganti beras
dengan jenis pangan lain.
135 Simulasi 15 menerapkan kebijakan tanpa impor pada saat terjadi pening-
katan konversi lahan sawah sebesar 16 persen. Hasil simulasi ini menunjukkan bahwa konversi lahan sawah sebesar 16 persen tanpa kebijakan impor me-
ngakibatkan penurunan penawaran beras yang lebih tinggi, yaitu sebesar 3.49 persen. Penurunan terhadap ketersediaan dan akses pangan per kapita yang di-
akibatkan kebijakan ini juga lebih besar dibandingkan ketika kebijakan dengan impor, yaitu masing-masing sebesar 1.298 dan 8.645 persen. Walaupun dari hasil
beberapa simulasi diketahui bahwa konversi lahan yang terjadi sebenarnya dikompensasi oleh peningkatan impor, tetapi pada titik tertentu peningkatan impor
ini tidak lagi dapat meningkatkan ketersediaan dan akses pangan per kapita. Fenomena ini semakin menguatkan bahwa ketergantungan pada impor untuk
memenuhi kebutuhan pangan dalam jangka pendek masih dapat dimaklumi, namun tidak dalam jangka panjang.
Tabel 31 Rekapitulasi dampak alternatif kebijakan ekonomi terhadap perubahan nilai rata-rata peubah endogen periode 1990 – 2010
Nama Peubah Satuan
Nilai Dasar
Perubahan Simulasi S11 S12 S13 S14 S15
Konversi Lahan Sawah Indonesia ha 41 071.7
0.005 1.000 1.000 16.000 16.000
Luas Baku Sawah Indonesia ha
67 637.1 0.000 -0.043 -0.043
-0.252 -0.252 Luas Areal Panen Padi Indonesia ha
108 709 0.000 -0.002 -0.003
-0.009 -0.009 Produktivitas Padi Indonesia
tonha 8 011 785 -0.320 0.005 -0.320
0.008 -0.323 Produksi Beras Indonesia
ton 11 628 888
0.124 -0.063 0.064
-0.295 -0.165 Penawaran Beras Indonesia
ton 3.9055 -3.209 0.011 -3.267
-0.140 -3.490 Ketersediaan Beras per Kapita
tonjiwa 31 702 737 -1.154 0.000 -1.154 -0.072 -1.298
Permintaan Beras per Kapita tonjiwa 32 828 488
1.432 0.172 1.718
-0.115 1.489
Harga Riil Beras Eceran Indonesia Rpkg 0.139 11.972 -0.478 11.869 -0.600 11.991
Akses Pangan per Kapita Rpjiwa
0.1739 -8.553 1.137 -7.349 -0.081 -8.645
Keterangan: S11
: Konversi di Indonesia tetap, tanpa impor S12
: Konversi di Indonesia meningkat 1, dengan impor S13
: Konversi di Indonesia meningkat 1, tanpa impor S14
: Konversi di Indonesia meningkat 16, dengan impor S15
: Konversi di Indonesia meningkat 16, tanpa impor
6.2.2 Peningkatan Konversi Lahan Sawah di Indonesia Sebesar 1 Persen dengan Alternatif Kebijakan Harga