Kebijakan Harga Kebijakan Impor

44 Hubungan antarvariabel yang digunakan dalam model di atas, dapat diilustrasikan melalui kerangka kerja operasional pada Gambar 13. Keterangan: = konversi lahan sawah = fokus penelitian = tidak menjadi fokus penelitian = mempengaruhi Gambar 13 Kerangka kerja operasional penelitian. Eksternal Faktor Produksi Luas Baku Penggunaan Persaingan SDL Sawah Pertanian Non-Sawah Non- Pertanian Industri Perumahan Infrastrktr Pariwisata Konsumsi Pangan Permintaan Pangan Fisik Ekonomi Distribusi Pangan b p b ε b p j ε b I ε Penawaran Pangan Stabilitas Intensitas Tanam Tangible Intangible Internal Produksi Pangan Produktivitas Padi Pertumbuhan Ekonomi Desentralisasi Otonomi Daerah Pertambahan Penduduk SDL Terbatas Perbedaan Land-Rent Kebutuhan Pemilik Ketersediaan Pangan Akses Pangan Subsistem Ketahanan Pangan Penyerapan Pangan 45

3.3 Hipotesa

Hipotesa yang dirumuskan dalam penelitian ini adalah: 1 Konversi lahan sawah di Jawa dan luar Jawa dipengaruhi oleh pertambahan penduduk, pertumbuhan ekonomi, dan pengembangan wilayah. 2 a. Konversi lahan sawah yang terjadi menurunkan ketersediaan pangan per kapita, mengingat laju konversi lahan sawah yang ada lebih tinggi dibandingkan laju pertambahan sawah bukaan baru. Kondisi tersebut makin diperparah dengan produktivitas padi yang saat ini telah mengalami stagnasi leveling off. b. Ketersediaan pangan nasional yang menurun mengakibatkan harga pangan yang semakin meningkat, sehingga konversi lahan sawah pun menurunkan akses pangan per kapita. 3 Implementasi alternatif kebijakan harga tanpa impor menurunkan ketersediaan dan akses pangan nasional. Sementara itu, implementasi alternatif kebijakan harga tanpa impor mampu meningkatkan surplus produsen, tetapi menurunkan surplus konsumen dan penerimaan pemerintah. 4 Implementasi alternatif kebijakan tarif dan kuota impor di dalam negeri meningkatkan surplus produsen dan penerimaan pemerintah, namun menurunkan surplus konsumen. 46 Halaman ini sengaja dikosongkan . 47 IV PERUMUSAN MODEL DAN PROSEDUR ANALISIS

4.1 Spesifikasi Model

Model merupakan suatu penjelas dari fenomena aktual sebagai suatu sistem atau proses. Bentuk dari model dapat berupa hipotesis verbal, tabel, grafik, atau diagram. Model kuantitatif adalah abstraksi dari suatu fenomena aktual yang diformulasikan dalam bentuk kombinasi hubungan-hubungan persamaan dan ketidaksamaan. Suatu sistem atau fenomena nature of the problems ekonomi yang akan diteliti dapat diabstraksi ke dalam sebuah model yang dinamakan model ekonomi. Teori ekonomi dan pengalaman empiris yang relevan digunakan sebagai dasar untuk memformulasikan model ekonomi yang cukup sederhana dan realistis. Salah satu bentuk model kuantitatif dari suatu fenomena ekonomi adalah model ekonometrika. Model ekonometrika merupakan suatu pola khusus dari model aljabar, yakni suatu unsur yang bersifat stochastic yang mencakup satu atau lebih peubah pengganggu Intriligator, 1978. Menurut Koutsoyiannis 1977, model ekonome- trika merupakan gambaran dari hubungan masing-masing variabel penjelas explanatory variable terhadap peubah endogen dependent variable khususnya yang menyangkut tanda dan besaran sign and magnitude dari penduga parameter sesuai dengan harapan teoritis secara apriori. Model yang baik haruslah memenuhi tiga kriteria, yaitu: 1 kriteria teori ekonomi theoretically meaningful; 2 kriteria statistika, yang dilihat dari suatu derajat ketepatan goodness of fit yang dikenal dengan koefisien determinasi R 2 dan nyata secara statistik statistically significant; dan 3 kriteria ekonometrika, yang menetapkan apakah suatu taksiran memenuhi sifat-sifat yang dibutuhkan, seperti: unbiasedness, consistency, sufficiency, efficiency Koutsoyiannis, 1977. Model yang dibangun dalam penelitian ini dibagi ke dalam tiga blok, yaitu: 1 blok konversi lahan sawah; 2 blok ketersediaan pangan; dan 3 blok akses pangan. Model ekonometrika yang dibangun merupakan model persamaan simultan, yang akan mengkaitkan berbagai peubah dalam blok konversi lahan sawah dengan blok ketersediaan pangan dan blok akses pangan. Gambar 14 berikut menunjukkan keterkaitan antarpeubah dalam model tersebut. 48 Gambar 14 Bagan keterkaitan antarpeubah dalam model. 49 4.1.1 Blok Konversi Lahan Sawah 4.1.1.1 Luas Baku Sawah Luas baku sawah Jawa merupakan persamaan identitas, yaitu penjumlahan luas sawah irigasi Jawa ditambah luas sawah non-irigasi Jawa ditambah pencetakan sawah Jawa kemudian dikurangi konversi lahan sawah Jawa. Karena data pencetakan sawah dan konversi lahan sawah tidak diketahui, maka data konversi lahan sawah yang digunakan dalam penelitian ini adalah data konversi lahan sawah netto, yang merupakan perubahan luas baku sawah tahun t terhadap luas baku sawah tahun t-1. Perubahan luas sawah yang bertanda negatif menunjukkan luas konversi sawah, sedangkan yang bertanda positif menunjukkan luas pencetakan sawah baru Irawan, 2011. Hal yang sama juga berlaku bagi luas baku sawah luar Jawa, yang merupakan persamaan identitas, berupa penjumlahan luas sawah irigasi luar Jawa, luas sawah non-irigasi luar Jawa, dan luas pencetakan sawah baru luar Jawa yang kemudian dikurangi dengan konversi lahan sawah luar Jawa. Sama seperti Jawa, data konversi lahan sawah luar Jawa yang digunakan juga berupa data konversi lahan sawah netto. Sementara itu, luas baku sawah Indonesia merupakan persamaan identitas, berupa penjumlahan dari luas baku sawah Jawa dan luar Jawa. Setiap perubahan kebijakan yang mempengaruhi luas baku sawah Jawa dan luar Jawa juga akan berpengaruh terhadap total luas baku sawah Indonesia. Jawa Δ KLSJ t = LBSJ t – LBSJ t-1 ………………………………………………... 4.1 Luar Jawa Δ KLSLJ t = LBSLJ t – LBSLJ t-1 …………………………………………… 4.2 Indonesia Δ KLSI t = LBSI t – LBSI t-1 ……………………………………………….... 4.3 dimana: LBSJ t = Luas baku sawah di Jawa ha LSIRJ t = Luas sawah irigasi di Jawa ha LSNIRJ t = Luas sawah non-irigasi di Jawa ha 50 CETJ t = Luas sawah pencetakan baru di Jawa ha KLSJ t = Konversi lahan sawah di Jawa ha Δ KLSJ t = Perubahan konversi lahan sawah di Jawa ha LBSJ t-1 = Lag bedakala luas baku sawah di Jawa ha LBSLJ t = Luas baku sawah di luar Jawa ha LSIRLJ t = Luas sawah irigasi di luar Jawa ha LSNIRLJ t = Luas sawah non-irigasi di luar Jawa ha CETLJ t = Luas sawah pencetakan baru di luar Jawa ha KLSLJ t = Konversi lahan sawah di luar Jawa ha Δ KLSLJ t = Perubahan konversi lahan sawah di luar Jawa ha LBSLJ t-1 = Lag luas baku sawah di luar Jawa ha LBSI t = Luas baku sawah di Indonesia ha LSIRI t = Luas sawah irigasi di Indonesia ha LSNIRI t = Luas sawah non-irigasi di Indonesia ha CETI t = Luas sawah pencetakan baru di Indonesia ha KLSI t = Konversi lahan sawah di Indonesia ha Δ KLSI t = Perubahan konversi lahan sawah di Indonesia ha LBSI t-1 = Lag luas baku sawah di Indonesia ha

4.1.1.2 Konversi Lahan Sawah

Konversi lahan sawah di Jawa dipengaruhi oleh lag harga riil gabah di tingkat petani di Jawa, perubahan kontribusi sektor bangunan terhadap PDRB di Jawa, rasio pendapatan regional riil di Jawa, rasio jumlah penduduk di Jawa dengan jumlah penduduk total di Indonesia, dan tren waktu. Sementara itu, konversi lahan sawah di luar Jawa dipengaruhi oleh lag harga riil gabah di tingkat petani di luar Jawa, rasio pendapatan regional riil di luar Jawa, dan lag konversi lahan sawah di luar Jawa. Fungsi dari persamaan konversi lahan sawah di Jawa dan luar Jawa dapat diformulasikan seperti pada persamaan berikut: Jawa KLSJ t = a + a 1 HGTTJR t-1 + a 2 DSRBJ – DSRBJ t-1 + a 3 PDRBJR t PDRBJR t-1 + a 4 JPDKJ t JPDKI t + a5 T t + U 1 .. 4.4 Luar Jawa KLSLJ t = b + b 1 HGTTLJR t-1 + b 2 PDRBLJR t PDRBLJR t-1 + b 3 KLSLJ t-1 + U 2 ……………………………………………...... 4.5 dimana: HGTTJR t-1 = Lag harga gabah tingkat petani di Jawa Rpkg, dideflasi dengan indeks harga pedagang besar Indonesia tahun dasar 2005=100 DSRBJ t = Kontribusi sektor bangunan terhadap PDRB di Jawa DSRBJ t-1 = Lag kontribusi sektor bangunan terhadap PDRB di Jawa