Faktor-faktor yang Mempengaruhi Konversi Lahan Sawah

20 duga elastisitas permintaan dan pendapatan rumah tangga. Kajian ini menyimpul- kan bahwa elastisitas permintaan terhadap berbagai kelompok pangan suatu rumah tangga dipengaruhi oleh tingkat pendapatan rumah tangga yang bersangkutan. Sedangkan Mulyana 1998 menyimpulkan bahwa kenaikan per- mintaan beras domestik dipengaruhi secara signifikan oleh perubahan jumlah pen- duduk dan pendapatan konsumen. Harga gabahberas terhadap jumlah penawaran bersifat inelastis. Selama ini peningkatan harga gabahberas tidak berpengaruh nyata terhadap upaya petani untuk meningkatkan produksi padi. Penyebabnya karena luas lahan sawah garapan petani relatif sempit dan usahatani padi bersifat musiman Irawan, 2005. Malian et al. 2004 melakukan studi mengenai faktor-faktor yang mem- pengaruhi produksi, konsumsi dan harga beras, serta inflasi bahan makanan. Hasil analisa menyimpulkan bahwa: 1 produksi padi dipengaruhi oleh luas panen padi tahun sebelumnya, impor beras, harga pupuk Urea, nilai tukar riil, dan harga beras di pasar domestik; 2 konsumsi beras dipengaruhi oleh jumlah penduduk, harga beras di pasar domestik, impor beras tahun sebelumnya, harga jagung pipilan di pasar domestik, dan nilai tukar; 3 harga beras di pasar domestik dipengaruhi oleh nilai tukar riil, harga jagung pipilan di pasar domestik, dan harga dasar gabah; dan 4 indeks harga kelompok bahan makanan dipengaruhi oleh harga beras di pasar domestik, nilai tukar riil, excess demand beras, harga dasar gabah, harga beras dunia, dan total produksi padi. Berdasarkan beberapa temuan empiris di atas dapat disimpulkan bahwa konversi lahan sawah berdampak terhadap penurunan kapasitas produksi nasional yang berakibat terhadap penurunan ketersediaan beras. Sementara itu, konversi lahan sawah juga menurunkan luas lahan milik dan luas lahan garapan yang akhirnya akan menurunkan pendapatan petani dan buruh tani. Kondisi tersebut menyebabkan penurunan ketersediaan dan akses pangan, baik secara nasional maupun per kapita. Selain itu, konversi lahan sawah juga berdampak terhadap pemubaziran investasi, rusaknya ekosistem sawah, terjadinya perubahan struktur kesempatan kerja dan pendapatan, serta perubahan budaya dari masyarakat agraris ke masyarakat urban. 21

2.3 Dampak Kebijakan Ekonomi di Sektor Pertanian terhadap Ketersediaan dan Akses Pangan

Heerink et al. 2007 melakukan penelitian mengenai dampak reformasi kebijakan terhadap produksi pertanian, penggunaan input, dan perubahan kualitas tanah di China. Analisis dilakukan dengan menggunakan ekonometrika berdasarkan data pasar domestik maupun dunia, untuk menjelaskan perubahan harga beras dan pupuk di Provinsi Jiangxi. Metode Two-Stage Least Squares 2- SLS digunakan untuk melihat hubungan antara penggunaan input terhadap produktivitas padi. Implikasi kebijakan yang disarankan dari penelitian ini, antara lain menyebutkan bahwa kebijakan meningkatkan harga pupuk lebih realistis dibandingkan menurunkan harga beras. Meningkatkan harga pupuk dilakukan dengan mengurangi subsidi terhadap produsen pupuk dan menerapkan pajak ekspor pupuk. Sementara itu, upaya pemerintah mengantisispasi penurunan pendapatan petani melalui pemberian pendapatan langsung kepada petani, dan upaya ini terbukti meningkatkan kualitas tanah di Provinsi Jiangxi, China. Sementara itu, Khan et al. 2009 melakukan penelitian mengenai pengelolaan air dan produksi tanaman dalam mendukung ketahanan pangan di China. Hasil penelitiannya menyebutkan bahwa China juga menempatkan program ketahanan pangan sebagai kebijakan pembangunan nasional. Hal ini terkait kebijakan antropologi dan sosial politik, yang meliputi: laju pertumbuhan populasi, urbanisasi dan industrialisasi, alih-fungsi penggunaan lahan dan kelangkaan air, pertumbuhan pendapatan dan transisi nutrisi pangan, serta gon- cangan pasar energi dan pangan dunia. Adanya goncangan dalam pasar energi dunia dapat mempengaruhi harga pangan dan biaya penawaran. Sementara itu, penelitian Chengli et al. 2003 menyebutkan bahwa untuk meningkatkan efisiensi produksi padi, pemerintah China melakukan berbagai upaya, antara lain: per- baikan teknologi yang dapat meningkatkan produktivitas hingga 2 – 3 kali lipat, optimalisasi lahan inter-cropping, multi-cropping, agroforestry, noor mini-mum tillage, dan peningkatan rasio peng-gunaan pupuk organik terhadap pupuk anorganik. China juga menerapkan kebijakan impor beras sebanyak 10 persen dari total kebutuhan untuk memenuhi kebutuhan pangannya dalam jangka pendek. 22 Penelitian Zhen et al., 2005 mengenai implementasi kebijakan yang meminimalisasi hilangnya lahan subur melalui investasi infrastuktur di China. Pemerintah China mengadopsi teknologi penghemat air dan menyediakan dana yang besar untuk kebutuhan tersebut, termasuk memberi insentif bagi petani yang berhasil menggunakan air secara efisien. China juga mengembangkan wetdry irrigation sebagai alternatif untuk menghasilkan beras lebih banyak dengan kadar air yang lebih sedikit. Temuan yang diperoleh adalah bahwa selama 100 tahun, China mampu memenuhi kebutuhan nitrogen bagi pertumbuhan padi dan gandum dari sumber organik. Pemerintah China mengganti penggunaan faktor produksi kimia yang merusak lingkungan dengan praktek budidaya tradisional, seperti: rotasi tanaman, pupuk organik, predator biologi, serta daur ulang sampah dan residu usahatani. Selain itu, rekayasa genetika tanaman pangan juga dilakukan untuk mencapai ketahanan pangan. Irawan 2005 melakukan studi mengenai simulasi ketersediaan beras nasional dengan pendekatan sistem dinamis, untuk mengetahui akurasi dan validitas model. Data periode 1980 – 1995 digunakan untuk memprediksi keadaan tahun 1998 – 2000. Hasil analisis menunjukkan bahwa swasembada beras secara mandiri tidak akan tercapai apabila laju konversi lahan sawah terus berlanjut sebagaimana tahun 1992 – 2002 sebesar 0.77 persen per tahun dan penerapan teknologi budidaya padi sawah tidak beranjak dari keadaan 1990 – 2000. Swasembada beras akan tercapai apabila laju konversi lahan sawah di Jawa dan luar Jawa dapat ditekan masing-masing sampai 0 persen dan 0.72 persen per tahun mulai tahun 2010. Pada saat yang sama juga perlu upaya peningkatan produk- tivitas padi sebesar 2 – 2.5 persen per tahun sebagaimana pada swasembada beras tahun 1983 – 1985. Kebijakan perluasan areal lahan sawah baru di luar Jawa sebanyak satu juta hektar selama lima tahun tidak akan cukup untuk mencapai kondisi swasembada beras dalam 15 tahun ke depan selama laju konversi lahan sawah dan tingkat produktivitas padi tetap tidak berubah. Selain beberapa instrumen kebijakan ekonomi sektor pertanian yang telah dijelaskan sebelumnya, kebijakan harga input maupun output juga sering diimplementasikan pemerintah untuk melindungi petani. Salah satunya adalah kebijakan harga output yang dikenal dengan kebijakan Harga Dasar yang