Perubahan Tingkat Kesejahteraan Multikolinieritas

83 10.53 persen yang mengalami masalah serial korelasi, yaitu persamaan luas areal panen padi luar Jawa LAPLJ dan harga riil gabah tingkat petani Jawa HGTTJR. Adapun sisanya sebanyak empat persamaan perilaku 21.05 persen tidak terdeteksi serial korelasi, yaitu persamaan konversi lahan sawah di luar Jawa KLSLJ, permintaan beras Indonesia QDBI, harga riil gabah pembelian pemerintah HPPGR dan harga riil beras eceran Indonesia HBEIR. Hal ini dikarenakan hasil kali jumlah observasi T dengan ragam peubah lag endogen var lebih besar dari satu. Pindyck dan Rubinfield 1998 menyebutkan bahwa masalah serial korelasi hanya mengurangi efisiensi pendugaan parameter dan serial korelasi tidak menimbulkan bias parameter regresi. Selain itu, pengujian terhadap multikolinieritas dilakukan dengan melihat nilai variance inflation factor VIF. Masalah multikolinieritas pada suatu model persamaan linier regresi berganda akan selalu ditemukan, tetapi ada yang serius dan ada yang tidak serius. Masalah multikolinieritas dinilai serius jika nilai VIF lebih besar dari 10, sebaliknya dinilai tidak serius jika nilai VIF lebih kecil dan atau sama dengan 10 Sitepu Sinaga, 2006. Berdasarkan hasil pengujian diketahui bahwa semua persamaan perilaku dalam model tidak mengalami multi- kolinieritas secara serius. Hal ini ditunjukkan dari nilai VIF yang kurang dari 10. Secara keseluruhan dapat disimpulkan bahwa hasil pendugaan model representatif untuk menggambarkan fenomena ketersediaan dan akses pangan di Indonesia.

5.2 Keragaan Hasil Pendugaan Ketersediaan dan Akses Pangan di Indonesia

Setelah melakukan beberapa alternatif spesifikasi model, akhirnya diperoleh model ketersediaan dan akses pangan di Indonesia yang terdiri dari 19 persamaan struktural dan 22 persamaan identitas. Hasil pendugaan dari masing- masing persamaan struktural dalam model dijelaskan berturut-turut di bawah ini.

5.2.1 Konversi Lahan Sawah

Hasil pendugaan pada persamaan konversi lahan sawah di Jawa menunjukkan bahwa peubah-peubah penjelas yang terdiri dari lag harga riil gabah di tingkat petani, perubahan kontribusi sektor bangunan, rasio pendapatan riil regional, rasio jumlah penduduk di Jawa dan jumlah penduduk total di Indonesia, 84 dan tren waktu mampu menjelaskan secara bersama-sama 68.173 persen keragaman nilai peubah endogennya, sedangkan sisanya 31.827 persen dijelaskan oleh peubah di luar persamaan. Arah dan besaran semua peubah penjelas sesuai dengan harapan. Persamaan konversi lahan sawah di Jawa dipengaruhi secara nyata signifikan oleh perubahan kontribusi sektor bangunan di Jawa yang merupakan proksi dari demand lahan sawah untuk penggunaan non-sawah dan rasio pendapatan regional riil di Jawa pada taraf probabilitas 15 persen. Konversi lahan sawah di Jawa responsif terhadap perubahan peubah-peubah penjelasnya, kecuali peubah perubahan kontribusi sektor bangunan di Jawa, seperti ditunjukkan oleh elastisitasnya yang elastis pada jangka pendek Tabel 9. Hal ini dapat diartikan bahwa setiap terjadi kenaikan 1 persen pendapatan regional riil, ceteris paribus, akan meningkatkan konversi lahan sawah sebesar 6.479 persen. Hal ini memperkuat teori Alokasi Lahan Richardo bahwa lahan sawah akan terkonversi kepada penggunaan yang menghasilkan rente lahan yang lebih tinggi seperti perumahan, industri, pariwisata, dan lainnya; sebagai konsekuensi logis perkembangan wilayah, dimana PDRB riil sebagai salah satu indikator pertumbuhan ekonomi suatu wilayah. Tabel 9 Hasil pendugaan parameter konversi lahan sawah di Jawa KLSJ Peubah Parameter Estimasi Elastisitas Prob |T| Keterangan Peubah Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept -355 972.000 - - 0.351 LHGTTJR -57.490 -2.496 - 0.282 Lag harga riil gabah di tkt petani di Jawa DSRBJ – LDSRBJ 25 321.860 0.030 - 0.142 Perubahan kontribusi sek. bangunan di Jawa PDRBJR LPDRBJR 224 114.200 6.479 - 0.000 Rasio pendapatan regional riil di Jawa JPDKJ JPDKI 349 918.100 4.855 - 0.414 Rasio jumlah pen- duduk di Jawa dg jumlah penduduk total di Indonesia T 2 109.300 - - 0.247 Tren waktu Prob|F| = 0.00360 R 2 = 0.68174 Dw = 2.38494 85 Keterangan: Nilai elastisitas terhadap peubah penjelas dalam bentuk perkalian dan rasio adalah nilai elastisitas untuk peubah yang ditulis pertama. Hal ini juga berlaku bagi semua hasil dugaan persamaan berikutnya. Hasil perhitungan nilai elastistas lebih lengkap dalam bentuk perkalian dan rasio dapat dilihat pada Lampiran 11. Angka pendugaan parameter tren waktu sebesar 2 109.3 dapat diinter- pretasikan bahwa setiap tahunnya, ceteris paribus, konversi lahan sawah Jawa akan mengalami peningkatan sebesar 2 109.3 hektar per tahun. Fenomena ini ter- jadi karena konversi lahan bersifat progresif, artinya sekali konversi lahan terjadi di suatu lokasi maka luas lahan yang terkonversi di lokasi tersebut akan semakin besar akibat konversi lahan ‘ikutan’ yang terjadi di lokasi sekitarnya. Peubah penjelas yang terdiri dari lag harga riil gabah di tingkat petani di luar Jawa, rasio pendapatan regional riil di luar Jawa dan lag konversi lahan sawah di luar Jawa secara bersamaan hanya mampu menjelaskan keragaman peubah konversi lahan sawah di luar Jawa sebesar 22.355 persen, sedangkan 77.645 persen dijelaskan oleh peubah di luar persamaan. Hal ini dikarenakan keterbatasan data peubah penjelas lainnya yang tersedia, sehingga baru sebatas tiga peubah saja yang dimasukkan dalam model. Namun demikian, semua peubah penjelas mempunyai arah dan besaran nilai parameter dugaan sesuai harapan. Tabel 10. Tabel 10 Hasil pendugaan parameter konversi lahan sawah di luar Jawa KLSLJ Peubah Parameter Estimasi Elastisitas Prob |T| Keterangan Peubah Jangka Pendek Jangka Panjang Intercept 134 344.700 - - 0.354 LHGTTLJR -139.168 -3.685 -5.392 0.257 Lag harga riil gabah di tkt petani di luar Jawa PDRBLJR LPDRBLJR 137 839.800 2.441 3.571 0.034 Rasio pendapatan regional riil di luar Jawa LKLSLJ 0.316 - - 0.106 Lag konversi lahan sawah di luar Jawa Prob|F| = 0.24380 R 2 = 0.22355 Dw = 1.99857 Dh = - Sebagaimana konversi lahan sawah di Jawa, pendapatan regional riil juga berpengaruh secara signifikan terhadap konversi lahan sawah di luar Jawa. Hasil 86 pendugaan menunjukkan bahwa setiap terjadi kenaikan 1 persen pendapatan regional riil di luar Jawa, ceteris paribus, akan meningkatkan konversi lahan sawah di luar Jawa sebesar 2.441 persen pada jangka pendek dan 3.571 persen pada jangka panjang. Peningkatan pendapatan regional riil akibat pertumbuhan ekonomi di luar Jawa memberi konsekuensi terhadap peningkatan persaingan penggunaan lahan ke penggunaan lain di luar lahan sawah. Pelaksanaan otonomi daerah, dimana masing-masing daerah dituntut untuk memacu pertumbuhan ekonominya, semakin memberi ruang bagi meningkatnya konversi lahan sawah karena tingginya permintaan lahan, utamanya lahan sawah untuk penggunaan lain. Secara ekonomi, konversi lahan sawah memang sangat menguntungkan, yang dicerminkan dari nilai rente lahan sawah untuk kegiatan pertanian yang sangat rendah dibandingkan kegiatan lain. Beberapa penelitian memberikan penilaian land rent lahan untuk sawah adalah 1:500 dibanding pemanfaatan lahan untuk industri Iriadi, 1990; 1:622 untuk perumahan Riyani, 1992; 1:14 untuk pariwisata Kartika, 1991; 1:2,6 untuk hutan produksi Lubis, 1991; dan 1,33 untuk kelapa sawit Hamdan, 2011. Hal ini terjadi karena rente lahan sawah hanya dinilai secara ekonomi yang memiliki harga pasar tangible and marketable goods, sedangkan lahan sawah sulit dinilai karena lebih mengedepankan pada manfaat lingkungan dan sosial budaya, bukan manfaat ekonomi semata. Selain itu, keberadaan lahan sawah sangat strategis untuk dikonversi karena biasanya infrastruktur seperti jalan di sekitar lahan sawah sudah tersedia. Selain itu, konversi lahan sawah di luar Jawa juga dipengaruhi secara nyata oleh perubahan konversi lahan sawah di luar Jawa tahun sebelumnya. Hal ini mengindikasikan bahwa ada tenggang waktu yang relatif lambat bagi konversi lahan sawah di luar Jawa untuk menyesuaikan diri kembali pada tingkat keseimbangan dalam merespon perubahan ekonomi yang terjadi. Hal ini diperkuat kondisi konversi lahan yang bersifat permanen, dimana lahan sawah yang sudah terkonversi akan sulit dikembalikan fungsinya sebagai lahan sawah sehingga masalah pangan yang diakibatkan konversi lahan akan tetap terasa walaupun konversi lahan sawah sudah tidak terjadi lagi. Sementara itu, konversi lahan sebagai konsekuensi dari pertumbuhan ekonomi suatu wilayah semakin sulit dihindari, terlebih pelanggaran terhadap peraturan yang ada tidak didukung oleh