17 sebagainya; dan b sebagai faktor produksi bagi berbagai sektor seperti: per-
tanian, industri, dan infrastruktur. Jika dilihat dari elastisitas harganya, permintaan lahan non-pertanian lebih elastis karena banyaknya alternatif penggunaan lahan,
tingginya produktivitas, tingginya distribusi pendapatan di perkotaan, dan dekatnya hubungan dengan pasar modal. Sedangkan elastisitas harga permintaan
lahan pertanian tidak elastis karena rendahnya produktivitas, kurangnya alternatif penggunaan lahan, identik dengan kemiskinan petani, serta sulitnya kegiatan
usaha tani. Berdasarkan beberapa temuan empiris tersebut dapat diambil kesimpulan
bahwa konversi lahan sawah terjadi sebagai akibat tingginya persaingan lahan untuk penggunaan sawah maupun non-sawah. Faktor-faktor yang mempengaruhi
konversi lahan sawah adalah: faktor ekonomi pertumbuhan ekonomi yang mengakibatkan industrialisasi dan urbanisasi, daya beli petani, dan harga, sosial
seperti: pertambahan penduduk, pemilikan lahan, dan sebagainya, dan ekologi seperti: perubahan iklim, degradasi lahan. Lahan sawah yang dikonversi biasa-
nya dialokasikan penggunaannya untuk perumahan, ublic y, pembangunan sarana ublic, pariwisata, dan sebagainya.
2.2 Dampak Konversi Lahan Sawah terhadap Ketersediaan dan Akses Pangan
Penelitian Sumaryanto et al. 2006 difokuskan terhadap dampak konversi lahan sawah terhadap ketahanan pangan. Hasil penelitian menyebutkan bahwa
dampak negatif dari konversi lahan sawah adalah terjadinya degradasi daya dukung ketahanan nasional. Disebutkan bahwa semakin tinggi produktivitas lahan
sawah yang dikonversi, maka semakin tinggi pula kerugian akibat hilangnya kesempatan kapasitas untuk memproduksi padi antara 4.5 – 12.5 ton per hektar
per tahun. Selain itu, konversi lahan sawah juga menyebabkan menurunnya pendapatan petani dan buruh tani yang kemudian berakibat meningkatnya
kemiskinan masyarakat lokal. Dampak negatif lainnya dari konversi lahan sawah, antara lain: pemubaziran investasi disebabkan banyak sawah beririgasi yang
dikonversi; rusaknya ekosistem sawah; terjadinya perubahan struktur kesempatan
18 kerja dan pendapatan komunitas setempat yang akhirnya dapat menyebabkan
perubahan budaya dari masyarakat agraris ke masyarakat urban. Sudaryanto 2005 juga menitik-beratkan penelitiannya pada dampak
konversi lahan sawah terhadap produksi pangan nasional. Berdasarkan hasil penelitiannya diketahui bahwa selama tahun 1981 – 1999 telah terjadi konversi
lahan sawah yang menyebabkan kehilangan produksi padi sebesar 8.89 juta ton dengan rincian kehilangan produksi di Jawa sekitar 6.86 juta ton dan di luar Jawa
2.03 juta ton. Data produksi tahun 1981, 1990, dan 2001 menunjukkan bahwa berkurangnya luas lahan di Jawa belum menurunkan luas areal panen maupun
produksi padi, bahkan luas panen mengalami peningkatan. Peningkatan luas areal panen di Jawa tersebut disebabkan oleh peningkatan intensitas tanam, sedangkan
peningkatan produktivitas disebabkan oleh perbaikan penggunaan teknologi, khususnya penggunaan varietas unggul. Selain itu, konversi lahan sawah di Jawa
dan tingkat nasional belum berdampak pada penurunan produksi padi, karena adanya pencetakan sawah baru yang relatif besar di luar Jawa. Namun demikian,
pencetakan sawah baru ini membutuhkan waktu yang lama untuk menghasilkan produktivitas yang optimal, sehingga konversi lahan pertanian mengakibatkan
berkurangnya lahan pertanian dan pelambatan kapasitas produksi pangan. Penelitian Irawan 2005 menegaskan bahwa dampak konversi lahan
sawah terhadap masalah pangan yang tidak dapat segera dipulihkan, disebabkan oleh 4 alasan, yaitu: a lahan sawah yang sudah terkonversi tidak akan bisa
kembali menjadi sawah sifat permanen; b pencetakan sawah baru mem- butuhkan waktu yang panjang, sekitar 10 tahun; c sumber daya yang bisa dijadi-
kan sawah semakin terbatas; dan d peningkatan produktivitas usahatani padi juga sulit dilakukan akibat stagnasi inovasi teknologi. Konversi lahan sawah ke
penggunaan non-pertanian menimbulkan dampak negatif secara ekonomi, sosial, dan lingkungan. Hal ini dikarenakan konversi lahan bersifat: a permanen, artinya
masalah pangan tetap akan terasa dalam jangka panjang meskipun konversi lahan sudah tidak terjadi lagi; b kumulatif, dimana pengurangan luas lahan yang
bersifat permanen menyebabkan masalah pangan yang disebabkan oleh konversi lahan selama periode tertentu akan bersifat kumulatif; dan c progresif, artinya
sekali konversi lahan terjadi di suatu lokasi maka luas lahan yang dikonversi di