107
signifikan. Bahkan pada masa reformasi meski Partai Kebangkitan Islam PKB yang secara historis berafiliasi dengan NU tidak pernah menang di Bangkerep.
3. Perubahan sosial di Bangkerep
Ketika mulai berkuasa di awal tahun 1966, rezim Orde Baru menggalakkan proyek pembangunan dengan orientasi pertumbuhan ekonomi yang ditopang oleh
investasi asing dan industrialisasi. Demi mendukung agenda tersebut, pemerintah memerlukan stabilitas sosial dan politik melalui serangkaian kebijakan depolitisasi.
Kebijakan ini merambah terutama di pedesaan-pedesaan pedesaan yang menjadi di mana aparat birokrasi dan tentara melakukan mobilisasi besar-besaran terhadap
seluruh aparatur desa dan warga negaranya untuk terlibat dalam proyek-proyek pembangunan
Salah satu yang menjadi program utama adalah dengan menjadikan pembangunan agama sebagai salah satu bidang yang bisa mendukung terlaksananya
proyek pembangunan yang berorientasi pada pertumbuhan ekonomi. Pemilihan agama sebagai salah satu proyek yang mendukung pertumbuhan ekonomi bukan tanpa
alasan, antara lain untuk menangkal ideologi komunisme di awal berdirinya rezim sekaligus menjadikan agama sebagai salah satu bidang yang bisa mendukung dan
menyampaikan pesan pembangunan kepada masyarakat. Situasi tersebut juga terjadi di Bangkerep. Semula Bangkerep adalah dusun
dengan karakteristik tradisi agraris. Warga Bangkerep pada tahun 1960-an masih
108
kental menjalankan berbagai tradisi dan menggunakan pertimbangan-pertimbangan kosmologis. Hampir tidak ada orang yang sholat atau menjalankan ibadah Islam
dengan baik. Bahkan kebiasaan masyarakat desa masih kental dengan kepercayaan kosmologis, danyang dan sebagainya.
Namun situasi berubah pasca 1965 atau sesaat setelah rezim Orde Baru berdiri. Kecamatan Kunduran pada saat itu merupakan salah satu wilayah yang menjadi basis
PKI.
148
Di Desa Balong sendiri yang menang pada Pemilu tahun 1965 adalah PNI, PKI, NU. Menurut penuturan Mantan Lurah, sesaat setelah kejadian 1965, berbagai
kebijakan pemerintah mulai merambah Desa Balong. Pemerintah kecamatan menggelar program penerangan dan penyuluhan keagamaan pasca peristiwa politik di
tahun1965 di desa-desa di Kecamatan Kunduran, termasuk Desa Balong. Beberapa tahun kemudian, sebagai imbas dari kebijakan tersebut pada tahun 1968 warga
bergotong royong membangun masjid secara swadaya di Dusun Balong.
149
Meski demikian, Dusun Bangkerep bisa dibilang sama sekali masih terisolasi dari kebijakan
tersebut. Di bidang pendidikan, desa Balong pada tahun 1960-an masih belum terdapat
sekolah dasar. Menurut penuturan Mbah Mantan, sampai sebelum 1979 di desa Balong hanya ada SD dengan jumlah kelas sebanyak 3 kelas, sehingga banyak anak
melanjutkan sekolahnya naik ke kelas 4 sampai lulus ke sekolah dasar di Kecamatan Ngawen yang berjarak sekitar 5 kilometer dari Kecamatan Kunduran. Barulah pada
148
Wawancara Rustamaji, tokoh di Kecamatan Kunduran
149
Wawancara Mbah Mantan Lurah Desa Balong
109
tahun 1979 dibangun SD Inpres dengan lokal sebanyak 6 kelas. Jalan desa sendiri dbangun pada tahun 1990-an, sementara listrik pada tahun 1994.
Program penyuluhan pemerintah masih berlangsung sampai tahun 1980-an. Menurut Mbah Mantan, pada waktu itu ada istilah Tilikan Deso yakni program dari
pemerintah kecamatan setiap sebulan sekali di mana petugas dari kecamatan datang sesuai dengan kualifikasi masing-masing. Dalam kegiatan ini warga diundang ke
kelurahan untuk diberi penyuluhan tentang berbagai bidang. Misalnya petugas penyuluh agama melakukan pembinaan di bidang keagamaan, petugas pertanian
menyampaikan informasi berkait dengan pertanian serta petugas administrasi kecamatan menyampaikan hal-hal terkait dengan instruksi pemerintahan.
Berbagai program pemerintah tersebut lambat laun mulai berimbas ke Bangkerep sebagai bagian dari wilayah administratif Balong. Pada masa tahun-tahun
1990-an, beberapa warga berinisiatif mengaji ke Balong. Mereka kemudian menjadi cikal bakal berkembangnya Islam di Bangkerep. Salah satu dampak dari proses ini
adalah Mbah Nurhasyim berinisiatif mendirikan langgar kecil di Bangkerep yang hanya dipakai oleh beberapa orang. Sementara untuk menjalankan shalat Jumat
mereka pergi ke masjid di dusun Balong. Pada tahun 1990-an, atas inisiatif beberapa warga, sekelompok warga dusun
Bangkerep mengundang kiai dari kecamatan untuk memberi pengetahuan agama. Pendakwah tersebut berasal dari organisasi Nahdlatul Ulama NU tingkat kecamatan
yang memberi pengajian sebulan sekali kepada warga. Perlahan kegiatan keagamaan
110
mulai terasa di Bangkerep. Pada tahun 2000, warga mendirikan masjid semi permanen secara swadana
Belakangan, kegiatan keagamaan mulai menguat, terutama sejak munculnya organisasi Majelis Tafsir Alquran MTA yang berorientasi puritan dan gencar
menolak sinkretisme dan penyimpangan elemen non-Islam. Munculnya organisasi Islam MTA yang bercorak puritan di Dusun Bangkerep yang masih kental dengan
tradisi-tradisi leluhur pada akhirnya menimbulkan perbedaan pemahaman di bidang keagamaan yang berujung pada konflik terbuka antar warga dan mewarnai relasi antar
warga di Bangkerep sampai sekarang ini.
C. Awal dan Perkembangan MTA di Bangkerep
1. Konflik
Pada tahun 1987, Tumin, seorang warga Bangkerep yang lama merantau di Solo pulang ke dusun. Tidak diketahui persis apa pekerjaan atau kegiatan Tumin
selama di perantauan. Tak lama setelah kembali ke dusun, ia kemudian berinisiatif mengadakan pengajian di langgar dusun. Saat itu, pengajian masih bersifat umum.
Warga Bangkerep yang memang masih kurang dalam pengetahuan agama pun menyambut baik kegiatan tersebut. Saat itu, sekitar 70 orang mengikuti pengajian
yang diselenggarakan oleh Tumin. Namun kemudian, mulai tahun 1989 terjadi beda pendapat antara peserta
pengajian dengan materi pengajian yang disampaikan Tumin. Perselisihan mereka