27
puritan dipahami dalam kerangka sebagai berikut; 1 bahwa perubahan sosial politik dan ekonomi yang terjadi dalam konteks global dan nasional mempengaruhi tatanan
dan ikatan tradisional di Bangkerep yang selama ini menjadi acuan dalam kehidupan individu di dalamnya. Proses perubahan sosial tersebut terjadi melalui instrumen-
instrumen yang menjadi ciri dari modernitas dan globalisasi antara lain kebijakan pembangunan dari negara serta didukung oleh perkembangan teknologi informasi,
komunikasi dan transportasi yang memungkinkan terjadinya perpindahan ide dan manusia dari satu tempat ke tempat lainnya. 2 Perubahan tersebut membuat
sekelompok individu di Bangkerep mengalami kegamangan dan mempertanyakan berbagai tatanan tradisional yang selama ini mereka yakini untuk selanjutnya
menjadikan tradisi lain –dalam hal ini pemahaman dan praktek keagamaan yang
ketat- sebagai upaya mencari stabilitas dan menemukan identitas baru dalam kehidupan modern saat ini.
E. Metodologi Penelitian
1. Jenis Penelitian
Penelitian ini didesain sebagai jenis penelitian deskriptif kualitatif dengan pendekatan etnografi. Penelitian kualitatif dengan pendekatan etnografi menuntut
peneliti untuk melihat segala sesuatu yang terjadi, mendengarkan apa yang orang- orang katakan dan memberikan pertanyaan kepada mereka.
46
Pendekatan ini dipilih
46
Hammersley, M Atkinson, Etnography, Principles in Practice, 2
nd
ed. London: 1995, Routledge, hal. 1
28
untuk memahami secara mendalam proses perubahan orientasi keagamaan masyarakat di pedesaan Blora dari semula kaum Abangan yang kurang memahami ajaran Islam
sekaligus masih teguh dalam memelihara tradisi-tradisi lokal menjadi Muslim yang puritan dalam memahami teks kitab suci dan cenderung tidak toleran terhadap
perbedaan ajaran yang berbeda dengan mereka.
2. Subyek dan Wilayah Penelitian
Penelitian ini akan dilakukan di dusun Bangkerep, Desa Balong, Kecamatan Kunduran, Kabupaten Blora, Jawa Tengah. Subyek penelitian adalah warga yang
bergabung dengan organisasi Majelis Tafsir Al Quran MTA. Untuk alasan yang nanti akan dikaji, Blora dipilih karena beberapa alasan
sebagai berikut: Pertama, wilayah Kecamatan Kunduran dan Kabupaten Blora pada umumnya bisa dianggap memiliki karakteristik Abangan, yakni masyarakatnya
beragama Islam tetapi minim dalam pengetahuan tentang agama Islam dan tidak terlalu kuat dalam menjalankan ibadahnya, sekaligus masih melakukan tradisi-tradisi
yang bersumber dari kepercayaan lokal seperti sedekah bumi, slametan, dan sebagainya. Secara historis, Blora termasuk Kunduran juga merupakan basis dari
kelompok Nasionalis-Abangan, bahkan wilayah Kunduran menjadi salah satu basis dari Partai Komunis Indonesia PKI.
47
47
Dalhar Muhammadun dkk, 2004. Tanah berdarah di bumi merdeka : menelusuri luka-luka sejarah 1965-1966 di Blora. Yayasan Advokasi Transformasi Masyarakat ATMA Blora, Lembaga Penelitian
dan Aplikasi Wacana LPAW Jakarta, Perkumpulan ELSAM
29
Kedua, secara khusus Dusun Bangkerep dipilih sebagai wilayah penelitian karena di satu sisi masih banyak tradisi-tradisi yang dihidupi masyarakat tetapi di sisi
lain di dusun ini pula pertama kali terdapat sekelompok warga yang mengembangkan organisasi MTA untuk pertama kalinya di kabupaten Blora. Khususnya di dusun
Bangkerep, Desa Balong, terdapat sekitar 50 KK yang sangat militan dalam menjalankan keyakinannya dan berakibat pada konflik horizontal dengan warga pada
rentang waktu 2000-2003. Meski hanya sebuah dusun kecil, di Bangkerep terdapat kantor perwakilan MTA untuk tingkat kabupaten dan menjadi pusat kegiatan MTA di
seluruh kabupaten Blora. Menariknya lagi, sebagai jalan keluar akibat konflik dengan warga setempat, di dusun Bangkerep ini juga warga MTA akhirnya mendirikan
masjid, dan merupakan satu-satunya masjid yang khusus didirikan oleh warga MTA di Indonesia karena pada umumnya untuk beribadah mereka membaur dengan warga
non-MTA.
3. Jenis dan Sumber Data