60
Hawariyyun, Barisan Bismillah, Gerakan Pemuda Ka‟bah, Brigade Hizbullah, dan Majelis Ta‟lim al-Islah. Dalam konstelasi lokal Solo, di samping kelompok-kelompok
di atas terdapat juga kekuatan-kekuatan radikal lain seperti Front Pemuda Islam Surakarta FPIS, Forum Komunikasi Aktivis Masjid FKAM serta Jamaah Anshrout
Tauhid JAT.
100
Salah satu isu penting yang sering diusung oleh kelompok-kelompok tersebut adalah isu Kristenisasi.
101
b. Latar belakang pendiri dan sejarah perkembangan MTA di Surakarta
Beberapa saat setelah mendirikan DDII, M. Natsir kemudian mengajak koleganya di Masyumi untuk membangun cabang DDII di seluruh Indonenesia,
termasuk Solo. Dalam sebuah ceramahnya di Solo di akhir 1960-an, dia meminta kader eks-Masyumi membangun pesantren dan rumah sakit untuk mengkounter
100
Zakiyuddin Baedhawy, Dinamika Radikalisme dan Konflik bersentimen Keagamaan di Surakarta, Makalah untuk Annual Conference on Islamic Studies ke-10, Banjarmasin 1-4 November 2010
101
Berbagai isu Kristenisasi tersebut antara lain: 1 Anggota Front Pemuda Islam Surakarta FPIS melakukan mosi pada Pendeta Ahmad
Wilson dalam acara dialog interaktif dengan tema “Usaha Mengatasi Konflik Antarumat Beragama” yang disiarkan oleh Radio PTPN Rasitania Surakarta, 3
Maret 2000 yang menyatakan bahwa sebelum menjadi Muslim, Nabi Muhammad adalah pemeluk agama Kristen. Pendeta Wilson kemudian diadukan ke Polisi oleh sejumlah tokoh Muslim dan
Anggota DPRD dari PPP, PKB, PK, dan PAN, sehingga radio tersebut terpaksa berhenti mengudara beberapa hari karena sebagian peralatannya disita oleh Polisi sebagai barang bukti; 2 Pada 29 April
2001, Laskar Hizbullah Surakarta mendatangi sebuah stasiun radio PTPN Rasitania, Solo, untuk meminta klarifikasi soal pemutaran film berjudul Patriot yang tiketnya di jual oleh radio swasta itu
karena dibarengi pula dengan pembagian angket kuis dan kaset yang berisi ajaran agama Kristen kepada setiap pengunjungnya. Pemutara film digelar oleh Lembaga Pelayanan Mahasiswa Indonesia
LPMI, lembaga gereja Kristen Protestan yang mengkhususkan pembinaan religius pada mahasiswa dan anak-anak muda; 3 Pada 3 September 2005, Forum Koalisi Umat Islam Surakarta mendatangi dan
menyegel rumah tinggal seorang pendeta, Syarif Hidayatullah di Grogol, Sukoharjo karena si pemilik ngotot hendak mendirikan gereja di kawasan warga Muslim meski ijin belum keluar Gatra no. 44,
Senin, 12 September 2005. 4 Poltabes Surakarta meminta kepada pengurus Gereja Kristen Jawa GKJ Manahan di Kota Solo untuk menghentikan program penjualan paket buka seharga Rp 500
dengan alasan demi menjaga kondusivitas setelah menerima pengaduan sejumlah elemen masyarakat yang tidak setuju dengan kegiatan tersebut Detiknews, 28 Agustus 2009. Lihat, Baedhowy, ibid
61
Kristenisasi yang menjadi isu penting di Solo pada saat itu. Pondok Ngruki, Yayasan Rumah Sakit Islam Yarsi hospital, dan RS Kustati adalah respon dari seruan Natsir
tersebut. Ketika DDII berkembang, sekitar 90 masjid dibangun di Jawa Tengah.
102
Pada situasi inilah embrio MTA mulai muncul. Pendiri MTA, Abdullah Thufail Saputra adalah seorang pendakwah yang juga seorang pedagang batu permata
yang sering berkeliling ke berbagai wilayah di Indonesia. Dalam berbagai perjalanan dagangnya, ia menyaksikan maraknya praktek-praktek keagamaan di kalangan umat
Islam yang menyimpang dari syariat Islam sekaligus adanya perpecahan dalam tubuh umat Islam yang terwujud dalam berbagai kelompok atau organisasi.
103
Ia aktif menyampaikan gagasannya agar umat Islam mau kembali ke Al Quran melalui
berbagai ceramah atau pengajian, terutama di masjid Agung Surakarta atau di Balai Muhammadiyah Surakarta.
Kesempatan Abdullah Thufail untuk menyebarkan gagasannya terbuka luas mengingat pada saat itu ia bergabung dengan Badan Pelaksana Tabligh, suatu
lembaga yang berfungsi mengkoordinasikan para ulama di Solo yang memberikan pengajian di masjid-masjid di Sukararta.
104
Dalam organisasi ini juga tergabung Abdullah Sungkar
–yang kemudian mendirikan pesantren Al Mukmin Ngruki bersama Abu Bakar Baasyir- dan Abdullah Marzuki, seorang pengusaha terkenal di
102
Muhammad Wildan, Mapping Radical Islamism In Solo A Study Of The Proliferation Of Radical Islamism In Central Java, Indonesia, Jurnal Al-Jamiah, Vol. 46 No. 1, 2008, hal. 35-70
103
Majalah Respon, Ustadz Abdullah Thufail Saputro Meski Sakit Tetap Mengisi Pengajian, Edisi 268 XXVI, 20 September
– 20 Oktober, 2012, hal 42, diterbitkan oleh Yayasan Majelis Tafsir Al Quran MTA
104
Wawancara dengan Sektretaris I Yayasan MTA, Ustadz Yoyok Mugiyanto, 9 September 2012
62
Surakarta. Mereka dikenal sebagai tiga tokoh dakwah penting di Surakarta. Mereka merintis pengajian di beberapa tempat di Surakarta seperti Kebonan Sriwedari,
Punggawan, dan bersama sejumlah aktivis Islam lainnya merintis pengajian rutin setelah dhuhur di Masjid Agung Surakarta.
105
Selain menyelenggarakan pengajian setelah shalat dhuhur di Masjid Agung, pada tahun 1969 para ulama di Solo meluaskan aktifitas mereka menjadi lebih intensif
dalam bentuk Madrasah Diniyah. Mereka juga membangun radio Radio Dakwah Islam RADIS pada tahun 1967 untuk menjangkau dakwah yang lebih luas.
Belakangan, radio ini dilarang siaran pada tahun 1975 akibat relasi pasang surut Islam dengan pemerintah.
106
Belakangan, Abdullah Thufail tidak lagi bergabung dalam lembaga tersebut karena adanya perbedaan pendapat dengan tokoh Islam lainnya.
107
Dalam perkembangannya, Abdullah Thufail bersama dengan Abdullah Marzuki
–seorang pengusaha yang dikenal sebagai donatur berbagai kegiatan keagamaan di Surakarta- mengembangkan sebuah organisasi bernama Majlis
Pengajian Islam MPI.
108
Semula organisasi ini merupakan kegiatan pengajian
105
Muthoharun Jinan, S.Ag, M.Ag, Dinamika Gerakan Islam Puritan di Surakarta: Studi tentang Perluasan Gerakan Majlis Tafsir Al Quran, Makalah Annual Conference on Islamic Studies ACIS
2011 Bangka Belitung, 10-13 Oktober 2011
106
Wildan, ibid
107
Dalam versi lain, pada awalnya, Abdullah Thufail dan Abdullah Sungkar bersama-sama mengadakan pengajian Masjid Agung, tetapi kemudian mereka berselisih pendapat dan Abdullah
Thufail kemudian keluar dari pengajian tersebut. Belakangan, Abdullah Sungkar bersama dengan Abu Bakar Baasyir mendirikan Pondok Pesantren Al-Mukmin yang dikenal masyarakat luas sebagai
pesantren yang kerap berseberangan dengan pemerintah, terutama mengenai asas tunggal Pancasila. Bersama Abdullah Sungkar, Baasyir kemudian mendirikan Jamaah Islamiyah setelah menolak ajakan
Abdullah Thufail bergabung di MTA. Abu Bakar Baasyir dan pesantren Ngruki kemudian dituding berafiliasi dengan kelompok-kelompok yang ingin mendirikan negara Islam dan terlibat beberapa
tindak terorisme. Lihat Jinan, ibid
108
Jinan, ibid.
63
Majelis Ta‟lim di Jl. Yosodipuro Punggawan Surakarta yang digelar sejak tahun 1970. Di MPI, Abdullah Thufail bertindak sebagai pimpinan. Belakangan, Abdullah
Thufail keluar dari MPI dan pada tahun 1972 dan mengembangkan organisasinya sendiri, Majelis Tafsir Al- Quran.
Keputusan Abdullah Thufail untuk berdakwah sendiri terjadi ketika dalam sebuah pertemuan di Gedung Umat Islam Surakarta yang dihadiri oleh tokoh-tokoh
Islam setempat ia menyampaikan gagasannya untuk menyatukan berbagai lembaga Islam dalam satu wadah sehingga tidak terpecah-pecah tidak mendapat respon dari
para tokoh Islam lainnya. Abdullah Thufail mengawali kegiatan dakwahnya dengan mendirikan pengajian tafsir dengan peserta hanya beberapa orang. Dalam
perkembangannya, gagasan-gagasan Abdullah Thufail yang ia sampaikan dalam pengajiannya segera saja banyak mendapat perhatian dan respon dari masyarakat
karena ketegasannya dalam menanggapi suatu permasalahan.
109
Ia sendiri dikenal sebagai pendakwah yang ulung dengan kemampuan orasi yang memikat dengan suara
yang lantang dan tegas. Salah satu kisah yang menceritakan ketegasannya ketika awal-awal membuka pengajian, peserta pengajian yang sudah hadir tidak serta merta
bisa langsung mengaji, tetapi harus menunggu dimulainya pengajian sampai berjam- jam kemudian hanya untuk mengetahui apakah peserta benar-benar serius untuk
mengikuti pengajian.
110
Selain itu, komitemn yang tinggi juga menjadi ciri dari MTA
109
Majalah Respon, Ustadz Dullah Tutup sang pendiri majlis Dakwah MTA, edisi 268 XXVI 20 September-20 Oktober 2012 hal 11
110
Wawancara dengan Ustadz Suradi, Ketua MTA Perwakilan Blora
64
adalah pengajian diselenggarakan dengan presensi kehadiran setiap anggotanya dengan maksud menjaga komitmen peserta pengajian.
Selain karena kemampuan dakwahnya, jaringan Abdullah Thufail yang luas sebagai seorang pedagang membuat pengajian yang dirintisnya segera berkembang
dengan pesat.
111
Abdullah Thufail kemudian membuka pengajian untuk umum yang diistilahkan dengan gelombang. karena pada saat itu pemerintah menetapkan bahwa
setiap perkumpulan harus berupa lembaga resmi, maka pengajian tafsir yang didirikan Abdullah Thufail didaftarkan ke Departemen Sosial dengan nama Majelis Tafsir Al
Quran berbentuk yayasan pada tanggal 23 Januari 1974.
112
Tidak hanya dalam kegiatan dakwah, Abdullah Thufail juga terlibat dalam beberapa peristiwa penting di Solo. Sesaat setelah peristiwa G30SPKI pecah pada
tahun 1965, ia aktif dalam gerakan yang melawan aksi kelompok komunis di Surakarta. Pada tahun 1966 Abdullah Thufail menjadi Ketua Koordinasi Kesatuan
Pemuda Islam KKPI sejak tahun 1966-197 yang merupakan gabungan dari berbagai organisasi di Surakarta, seperti Muhammadiyah, Pemuda Al-Irsyad, Pemuda Anshor,
Pemuda Persatuan Syarikat Islam Indonesia, Himpunan Mahasiswa Islam yang aktif melawan pengaruh PKI.
113
Pada bulan September 1992, Abdullah Thufail meninggal dunia. Sepeninggalnya, kepemimpinan MTA dilanjutkan oleh Ahmad Sukina. Sukina
111
Jinan, ibid
112
Majalah Respon, Ustadz Dullah Tutup sang pendiri majlis Dakwah MTA, edisi 268 XXVI 20 September-20 Oktober 2012 hal 11
113
Jinan, ibid
65
disebut sebagai salah satu murid terbaik Abdullah Thufail Saputra. Ia bergabung dengan MTA pada tahun 1974 atau dua tahun setelah MTA berdiri.
114
Menariknya, berbeda dengan organisasi Islam lainnya, Sukina menjadi pemimpin organisasi
sekaligus imam MTA dipilih secara musyawarah antar pengurus, bukan melalui pemilihan. Salah satu yang membuat Sukina dipilih adalah karena kedekatan dan
kesetiaannya dalam mengabdikan diri kepada imam sebelumnya, Abdullah Thufail.
115
Sebagai seorang pemimpin sebuah organisasi keagamaan, Sukina hampir tidak memiliki pengalaman belajar keagamaan dari lembaga pendidikan keagamaan
tradisional, semisal pesantren. Ia lahir di Gawok Sukoharjo, dari pasangan Siti Sadiyah dan Muhammad Bisri. Kedua orang tuanya dikenal sebagai aktivis Masyumi
dan Muhammadiyah yang giat dalam dakwah Islam. Dalam bidang keagamaan, Sukina belajar dari kakeknya, Abdullah Manan, seorang aktivis Masyumi di
Surakarta. Menamatkan pendidikan dasar dan menengah di Sragen, Sukina melanjutkan pendidikan PGA di Surakarta
116
dan memperoleh sarjana pendidikan dari UNS Surakarta.
117
Namun dibawah kepemimpinannya, MTA berkembang dengan pesat dan terus mendapatkan pengikut. Kini, organisasi MTA memiliki 52 perwakilan setingkat
114
Majalah Respon, Ustadz Drs Ahmad Sukina Membawa MTA Diperhitungkan di Tingkat Nasional, edisi 268 XXVI 20 September-20 Oktober 2012 hal 43
115
Jinan, ibid
116
Jinan, ibid
117
Syaefudin Zuhri, “Gerakan Purifikasi di Jantung Peradaban Jawa: Studi Tentang Majelis Tafsir Al Quran MTA
”, dalam Gerakan Wahhabi di Indonesia Dialog dan Kritik, Prof. K Yudian Wahyudi, Ph.D. ed. 2009. Yogyakarta: Pesantren Nawasea Press.
66
kabupaten dan lebih kurang 245 cabang di bawah kabupaten.
118
Jumlah tersebut masih terus berkembang. Hampir setiap bulan, berbagai perwakilan atau cabang baru
diresmikan. Salah satu faktor berkembang pesatnya MTA di bawah kepemimpinan Sukina
adalah penggunaan radio sebagai media dakwah. Jangkauan yang luas dan masih digunakannya radio terutama oleh masyarakat di pedesaan menjadi kekuatan dakwah
MTA menggunakan radio. Banyak cabang baru atau binaan tumbuh di berbagai daerah yang awalnya hanya mendengar radio.
119
Selain itu, MTA juga berkembang menjadi organisasi yang modern dengan mengembangkan televisi, media online,
majalah, buletin, usaha ekonomi, percetakan, pertokoan serta lembaga pendidikan dari TK sampai SMA.
Satu hal yang menarik, sebaga organisasi lokal, MTA berhasil menjalin jaringan dengan berbagai pihak, termasuk dengan tokoh-tokoh nasional dari berbagai
kalangan yang silih berganti hadir dalam berbagai kegiatan MTA, terutama pengajian Ahad Pagi. Puncaknya adalah ketika presiden SBY datang dan meresmikan gedung
pengajian berlantai empat pada tanggal 9 Februari 2008.
120
118
Wawancara dengan Ustadz Yoyok Mugiyanto, 9 September 2012
119
Majalah Respon, Ustadz Drs Ahmad Sukina Membawa MTA Diperhitungkan di Tingkat Nasional, edisi 268 XXVI 20 September-20 Oktober 2012 hal 43
120
Berbagai tokoh yang hadir antara lain Akbar Tanjung, Azwar Anas, Zaenuddin MZ, Din Syamsuddin, Shalahuddin Wahid, Wiranto,
MS Ka‟ban, Surya Dharma Ali dan tokoh-tokoh nasional lainnya. Majalah Respon, edisi 268, hal 43
67
C. Karakteristik Gerakan dan Model Dakwah MTA
1. Doktrin dan Ideologi Organisasi
Sebagaimana dijelaskan di bagian sebelumnya, berdirinya MTA tidak lepas dari gagasan pendirinya Abdullah Thufail yang melihat kemunduran umat Islam pada
tahun 1960 dan 1970 sebagai akibat dari kurangnya pemahaman dan pengamalan Islam secara benar. Selain itu, kemunduran tersebut merupakan akibat dari masih
dilakukannya praktek-praktek keagamaan yang bercampur dengan berbagai ajaran lain. Satu-satunya jalan untuk menuju pada kejayaan Islam adalah dengan
mengamalkan ajaran Islam berdasar Al Quran dan Hadits secara murni dalam seluruh aspek kehidupan, sekaligus meninggalkan berbagai praktek yang tidak ada sumber
hukumnya. Dalam konteks gerakan, MTA bisa dikategorikan sebagai gerakan purifikasi
agama yang berupaya menghapus elemen-elemen non-Islami dalam pemahaman dan praktek keagamaan yang secara umum dipengaruhi oleh pemikiran Ibn abd Wahhab.
Hal tersebut bisa dilihat dari ajaran MTA yang menolak berbagai praktek keagamaan yang lazim ditemui di masyarakat terutama di pedesaan, seperti ziarah kubur,
slametan, kenduri dan praktek lainnya. menurut MTA, praktek tersebut adalah bid‟ah
karena tidak ditemukan dalilnya baik dalam Al Quran maupun Hadits nabi.