161
organisasi lain itu kan omong-omong biasa. Tidak ditunjukkan ini haditsnya. Ayatnya.
179
2. Dukungan Jaringan Ekonomi dan Informasi
Sebagai sebuah organisasi keagamaan yang relatif baru, MTA mendapat banyak pengikut di Blora. Di Blora sendiri organisasi keagamaan seperti NU dan
Muhammadiyah sudah berkembang cukup lama. Meski di Bangkerep jumlahnya relatif tetap, namun di seluruh Blora, perkembangan bisa dibilang cukup pesat. Situasi
ini tidak lepas dari model organisasi MTA yang terstruktur secara rapi mulai dari unit terkecil yaitu individu, kelompok, cabang, perwakilan dan terakhir pimpinan pusat.
Struktur tersebut membentuk jaringan yang kuat sehingga persoalan yang dihadapi di tingkatan bawah bisa dikendalikan sepenuhnya oleh pimpinan pusat. Begitu juga
sebaliknya pimpinan pusat bisa memberikan berbagai hal yang menjadi kebutuhan anggota di tingkatan paling bawah.
Dengan struktur tersebut, anggota atau individu mendapatkan rasa aman dalam segala hal, baik dari sisi keagamaan, ekonomi dan keamanan dalam arti sebenarnya.
Kelompok pada dasarnya merupakan unit terkecil dalam menjaga soliditas dan solidaritas antar anggota. Selain untuk mengkaji agama, sistem kelompok juga
didesain untuk memastikan individu di dalamnya mendapatkan kebutuhan dan pertolongan dari anggota lain. Seperti disampaikan oleh Suyatno, bahwa kelompok
179
Wawancara dengan Paiman 29, Juni 2012
162
dalam MTA itu berguna untuk mengetahui keadaan anggota dalam kelompok tersebut. Suyanto mengatakan:
Misalnya anak saya sakit tidak punya uang mau tidak mau ya saudara kita sesama MTA yang membantu. Saling bercerita biar kita
memahami saudara kita. Kalau kebetulan ada saudara yang keliru ya bisa mengingatkan.
180
Hal yang sama juga disampaikan Suprih. Menurutnya kelompok bisa menjadi ruang untuk mencari solusi permasalahan yang dia alami. Menurut Suprih:
“Seperti ini yang namanya Islam itu kebersamaan. Kekompakan dalam hal ibadah. Dalam menangani suatu permasalahan. Contohnya masalah
dari warga kita mungkin dari yang di sini tidak bisa memecahkan mungkin saudara kita yang lain kita minta sarannya bagaimana
persoalan ini bisa terselesaikan. Memecahkan persoalan tidak harus orang banyak, tapi dengan cara seperti itu mungkin yang dipandang
bisa memberi saran, bisa memecahkan persoalan apa yang bisa kita mintai untuk memecahkan permasalah ke warga MTA dulu
.”
181
Selain persoalan-persoalan individu, jaringan dengan anggota MTA baik di dusun Bangkerep atau di tempat lain juga memberi kepastian ekonomi. Anggota MTA
mengaku bahwa mereka mendapat dari beragam pekerjaan dan profesi antar anggotanya baik dari sesama warga MTA baik di dusun mereka maupun dari warga
MTA yang berada di tempat lain. Hal yang sama juga dinyatakan oleh Suprih. Menurutnya, salah satu yang membuatnya tertarik dengan MTA adalah solidaritas
antar anggota yang terutama berguna dalam banyak hal, misalnya pekerjaan. Menurut Suprih:
180
Terjemahan wawancara dengan Suyanto, 29 Juni 2012
181
Wawancara dengan Suprih, 29 Juni 2012
163
“Contohnya saudara kita mungkin punya pekerjaan. Mengenai pekerjaan kalau dari jauh kita ketemu ada saudara kita yang mungkin
profesinya pekerjaannya banyak membutuhkan tenaga atau mungkin contohnya membuat kripik nanti bisa saya bawa ke sana. Saya ikut
menjual bisa menjadikan keuntungan. Itu mengenai dunianya. Begitu juga mengenai akheratnya otomatis kita secara bersama-sama dalam
pengajian mendengar ayat Allah dan kita amalkan. Ibaratnya dalam majelis itu kita bertemu memahami itu termasuk suatu ibadah yang
tidak ternilai harganya.
”
182
Secara pragmatis, kepastian ekonomi juga yang menjadi faktor utama di awal mula bergabungnya sebagian warga MTA Bangkerep. Ketika konflik dengan warga
dusun terjadi, sebagian warga mencari tempat perlindungan ke Surakarta. Di Surakarta, mereka tidak hanya perlindungan keamanan, tetapi juga mendapatkan
pekerjaan membangun gedung dan asrama MTA sehingga bisa mengirimkan uang untuk keluarganya di Bangkerep. Tentu saja mereka juga belajar agama di kantor
pusat MTA di Surakarta. Kebetulan pada saat itu kemarau panjang terjadi di Bangkerep sehingga mengakibatkan banyak warga yang kekurangan makanan. Ketika
melihat sebagian dari warga ada yang pergi ke Surakarta dan mendapatkan pekerjaan, sebagian warga yang lainnya pun berinisiatif untuk ikut pergi ke Surakarta. Awalnya
mereka hanya bekerja, namun kemudian mereka ikut mengaji dan akhirnya menjadi anggota MTA.
Suyatno adalah salah satu dari anggota MTA yang bergabung dengan MTA dengan motif tersebut. Ia mengatakan:
182
Terjemahan wawancara dengan Suprih, 29 Juni 2012
164
Dan yang saya kagumi itu waktu pertama kali kita diusir dan pergi ke kantor pusat itu kenapa kiai-kiai itu mau melayani orang seperti kita.
Saya tadinya kan tidak paham masalah agama. Saya heran. Tapi setelah mengaji jadi memahami bahwa kalau difikir manusia itu kan
pada dasarnya sama. Yang membedakan kan iman dan taqwa kita. Jadi memang dipraktekkan betul. Itu yang saya salut. Pertama kecocokan.
Kedua melihat praktek kebersamaan di kantor pusat.
183
Yang lebih strategis dari sistem yang di bangun MTA adalah kemudahan akses informasi, baik yang berkaitan dengan organisasi atau hal lain. Sistem ini
berjalan secara aktif, sehingga setiap informasi dari pimpinan pusat atau sebaliknya bisa segera diketahui satu sama lain. Menurut Parwanto:
Karena kekuatan jamaah kita kan dari kelompok. Dari kelompok kita kabarkan ke ketua kelompok. Dari ketua kelompok kita dikabarkan ke
pengurus. Nanti pengurus akan dikabarkan ke pusat. Jadi ada riak sedikit kan tahu. Gejolak sedikit tahu. Jadi ada alur dari pusat sampai
ke daerah-daerah. Seolah-olah seperti listrik tersalur.
184
Selain itu, sistem tersebut juga memungkinkan anggota MTA di dusun Bangkerep memiliki berbagai macam informasi yang lebih luas ketimbang warga
dusun lainnya tentang kejadian di luar dusun maupun dalam konteks global tanpa harus mengakses media massa. Sebagai contoh informasi soal Jaringan Islam Liberal,
Pluralisme, Lady Gaga dan informasi lainnya. Menurut Susilo: Kita punya istilahnya kotak informasi tersendiri yang lain dari yang
lain. Kita kan pembelajarannya kan beda. Ada informasi apa kita ngerti. Sedangkan masyarakat dusun yang ada di sini yang dipelajari
cuma itu tok. Yasinan, tahlilan, manakiban, berjanjinan, maulidan kan baca kisah begini-begini. Monoton gitu aja. Informasi lain kan banyak.
183
Terjemahan wawancara dengan Suyatno, 29 Juni 2012
184
Terjemahan wawancara dengan Parwanto, 28 Juni 2012
165
Kalau kita berita apa saja ngerti. Walau kita tidak mengikuti lewat apa misalnya tidak beli koran, tidak menonton televisi.
185
Struktur MTA yang tersebar di banyak tempat juga memungkinkan setiap anggota memiliki daya mobilitas yang tinggi bisa saling bertemu satu sama lain dalam
berbagai kegiatan yang diselenggarakan oleh MTA. Misalnya peresmian cabang di desa lain atau bahkan di provinsi lainnya. Warga MTA Bangkerep menganggap
pengalaman bepergian ke tempat-tempat jauh merupakan keuntungan tersendiri sebagai anggota MTA. Selain itu mereka juga bangga karena bisa bertemu dengan
orang dari berbagai latar belakang yang menjadi anggota dari MTA, bahkan bertemu dengan orang-orang di kalangan pejabat yang selama ini hanya mereka lihat di
televisi. Seperti Sudipo yang mengaku pernah pergi ke Solo, Semarang, Wonogiri,
Ngawi, Madiun, Kudus, Ponorogo. Setelah bergabung dengan MTA ia bisa mendapatkan pengalaman bertemu dengan para tokoh nasional:
Selama saya mengaji di MTA malah sudah berkenalan dengan orang pejabat tinggi. Seperti Amin Rais, Akbar Tanjung. Bersalaman berkali-
kali. Kalau belum ngaji di MTA tidak mungkin.
186
Hal yang sama dikemukakan Suprih yang banyak bepergian ke daerah lain dan bertemu dengan banyak orang setelah bergabung dengan MTA :
“Seperti saya, pergi jauh itu belum pernah. Selama kita ngaji justru menjadi banyak pengalaman. Tahu daerah Solo, Karanganyar Sragen,
Ibaratnya kemarin ayam dikurung. Setelah ngaji banyak pengalaman
185
Terjemahan wawancara dengan Susilo, 26 Juni 2012
186
Terjemahan wawancara dengan Sudipo 27 Juni 2012
166
berjumpa dengan staf gubernur. Mungkin kalau belum ngaji ya segan tapi setelah ngaji walau dengan staf gubernur staf bupati ya biasa.
Sebelum ngaji ya seperti raja dengan rakyat jelata. ”
187
3. Idiom dan Formasi Sosial