98
d. Ayam panggang di depan jenazah
Sore itu Bangkerep berduka. Salah seorang warganya meninggal dunia. Tidak ada yang bisa menebak pasti umur mbah Kariyem. Ada yang bilang sembilan puluh
tahun, seratus atau bahkan lebih. Yang pasti ia satu dari beberapa warga paling tua di Bangkerep.
Pagi harinya, rumah di sebelah timur dusun sudah ramai. Para lelaki berdatangan mengusung kursi plastik. Sebagian yang lainnya mempersiapkan bambu
untuk mengusung jenazah. Ibu-ibu mempersiapkan ember untuk memandikan jenazah. Pelayat dari dusun Bangkerep dan dusun sekitar mulai berdatangan.
Menjelang siang, jenazah Mbah Kariyem sudah dimandikan dan terbungkus kafan, diletakkan di sebuah meja di samping pintu masuk rumah. Tak lama kemudian,
jenazah disholatkan oleh beberapa orang saja. Sebelum sholat dimulai, mbah Modin meletakkan selembar daun pisang utuh di bawah meja tempat jenazah dibaringkan.
Secara khusus, daun pisang tidak mempunyai makna tertentu, selain sebagai cara untuk melestarikan kebiasaan orang-orang tua Bangkerep zaman dahulu yang tidak
memiliki tikar dan hanya menggunakan daun pisang sebagai alas untuk menshalatkan jenazah.
Tiba-tiba terdengar suara “Kajatan… Kajatan…”. Para pelayat yang
tadinya berada di luar rumah masuk memenuhi ruang tengah yang sempit itu. Mereka melingkar di depan jenazah, mengelilingi beberapa baskom yang ditutupi daun jati. Di
dalam beberapa baskom tersebut tampak ayam panggang, nasi gurih, nasi putih dan
99
berbagai jajanan pasar lainnya. Mbah Nurhasyim selaku modin kemudian memimpin doa singkat dalam Bahasa Arab dan Jawa dengan menyebutkan permohonan kepada
Allah agar almarhumah mendapat tempat yang baik di sisi Allah serta memberikan kelancaran saat upacara pemakaman nantinya. Dalam doa tersebut Mbah Nurhasim
juga menyebut para danyang dan para arwah leluhur Bangkerep. Setelah itu, ayam panggang dan nasi gurih pun dibagikan kepada warga. Sebagian dari mereka langsung
makan tepat di depan jenazah. Setelah kenduri di depan jenazah selesai, upacara pemberangkatan jenazah di
mulai. Acara dipimpin oleh Kamituwo Dusun Balong yang meminta warga memaafkan kesalahan almarhumah Mbah Kariyem sebagai bagian dari ajaran Islam
yang berkaitan dengan ikatan atau hubungan antar sesama manusia Hablum min An Nas. Sementara untuk urusan hubungan almarhumah Mbah Kariyem dengan Allah
Hablum Min Allah hendaknya diserahkan sepenuhnya kepada Allah. Pak Kamituwo Dusun Balong bertanya,:
“Apakah almarhumah beragama Islam?”
Warga yang hadir pun serentak menjawab: ”Islam.”
Pak Kamituwo Dusun Balong kemudian berkata: “Perkara tidak sempurna,
terutama dalam menjalankan ibadah Sholat, biarlah itui menjadi urusan almarhumah dengan Tuhan. Yang penting kita semua menjadi saksi almarhumah beragama Islam.”
Jenazah Mbah Kariyem kemudian diberangkatkan ke makam yang terletak di sebelah barat dusun. Sebelum dimakamkan, hanya Mbah Nurhasim yang berdoa
100
dalam Bahasa Arab dan Jawa, sementara warga lainnya asyik mengobrol dan bergerombol. Setelah mbah modin selesai berdoa, barulah warga mendekat dan mulai
mengurus pemakaman jenazah. Makam almarhumah Mbah Kariyem diberi bunga, kendi dan payung di atasnya. Setelah upacara pemakaman selesai perlahan warga pun
satu persatu bergegas pulang meninggalkan pemakaman.
e. Lengo coblong dan tombak pusaka Kiai Singkir