Lengo coblong dan tombak pusaka Kiai Singkir

100 dalam Bahasa Arab dan Jawa, sementara warga lainnya asyik mengobrol dan bergerombol. Setelah mbah modin selesai berdoa, barulah warga mendekat dan mulai mengurus pemakaman jenazah. Makam almarhumah Mbah Kariyem diberi bunga, kendi dan payung di atasnya. Setelah upacara pemakaman selesai perlahan warga pun satu persatu bergegas pulang meninggalkan pemakaman.

e. Lengo coblong dan tombak pusaka Kiai Singkir

Malam itu rumah Mbah Pono –salah satu kerabat pak Kamituwo- kedatangan tamu. Seorang remaja berusia belasan tahun datang dengan bagian pergelangan tangan terbalut perban. Tak perlu mengutarakan maksud kedatangannya, Mbah Pono tahu apa yang harus dilakukan. Bergegas ia ke masuk ke bagian lain dari rumah itu dan berbicara dengan seseorang. Saat kembali, seorang perempuan yang nampaknya istri Mbah Pono mengikuti dari belakang dalam kamar dan kembali dengan membawa sebuah tas kulit yang sudah kumal. Dari dalam tas kumal itu istri Mbah Pono mengeluarkan dua buah guci kecil, botol minyak yang berisi minyak sejenis kayu putih, dan beberapa buah batu. Ia bertanya pada remaja tersebut penyebab sakit di pergelangan tangannya. Sang remaja bercerita bahwa ia terjatuh dari sepeda motor beberapa waktu yang lalu. Ia mengaku sudah berobat ke puskesmas dan berbagai tempat, namun belum ada tanda-tanda sembuh. Setelah mendengar informasi dari beberapa orang, sang remaja tersebut 101 akhirnya pergi ke Bangkerep untuk mencari penyembuhan lengo coblong yang dimiliki mbah Pono. Lengo coblong adalah model penyembuhan alternatif khas Bangkerep khusus untuk mengobati patah tulang atau sakit anggota tubuh akibat terkilir. Sesuai dengan namanya, penyembuhan dilakukan dengan menggunakan lengo atau minyak dan coblong yang berarti cupu atau guci. Minyak yang digunakan adalah minyak kayu putih biasa yang tersedia di pasaran. Bagian terpenting dari cara pengobatan ini adalah guci, di mana anggota tubuh yang sakit dilumuri dengan minyak kayu putih yang telah dituang sebelumnya ke dalam guci kecil. Meski terlihat sederhana, namun tidak sembarang orang boleh melakukan praktek penyembuhan ini. Hanya perempuan yang boleh melakukannya, dan itu pun adalah keturunan langsung dari orang yang memiliki guci tersebut sebelumnya. Hal ini berhubungan dengan cerita tentang guci yang dipercaya merupakan mahkota milik seekor ular besar yang mendiami hutan di sekitar Bangkerep. Menurut cerita, mbah buyut dari istri Mbah Pono sedang menggembala kambing di hutan. Saat tertidur, ia bermimpi didatangi oleh seekor ular besar bermahkota guci di kepalanya. Ular tersebut tinggal di bawah pohon besar di hutan Bangkerep. Mbah Buyut tersebut kemudian berpuasa selama empat puluh hari untuk mendapatkan guci tersebut dan akhirnya mendapatkan guci mahkota dari ular besar sesuai dengan yang ia lihat dalam mimpi. Sejak saat itu ia mewariskan guci tersebut kepada anak cucunya. Istri Mbah Pono sendiri tidak tahu persis kebenaran tersebut dan mengaku mendapatkan guci dan 102 cerita tersebut dari orang tuanya. Cerita ini dibenarkan oleh Mbah Pariyo, imam masjid yang dianggap memiliki pengetahuan agama yang cukup di kalangan warga Bangkerep. Yang juga unik, pasien yang datang untuk berobat ke tempat Mbah Pono tidak membayar dalam bentuk uang, melainkan ayam berwarna hitam mulus. Kebetulan remaja yang berobat tersebut tidak sempat membeli ayam sehingga ia pun membayar dalam bentuk uang. Meski demikian, sang pasien harus berikrar bahwa ia menitipkan uang tersebut agar dibelikan ayam berwarna hitam mulus. Di dusun-dusun di sekitar Bangkerep sendiri cerita dan model pengobatan dengan lengo coblong terkenal karena kemanjurannya. Hal tersebut membuat banyak pengobatan serupa yang muncul, meski diyakini lengo coblong yang asli ada di Bangkerep. Selain cupu, mbah Pono juga memiliki pusaka berupa tombak bernama Kiai Singkir. Tombak ini terbuat dari kayu tua dengan ujung tajam dari besi yang sudah berkarat. Bagi masyarakat Bangkerep, tombak ini sangat penting karena dipakai saat ritual pengantin khas Bangkerep. Sepasang pengantin yang akan menikah di Bangkerep diharuskan untuk pawai berkeliling dusun dengan diiringi tombak Kiai Singkir untuk menghindari bala bencana bagi pengantin atau saat acara pernikahan dilakukan. Selain Kiai Singkir, ritual pengantin di Bangkerep juga unik karena pengantin laki-laki diharuskan mandi di sumur lanang bahasa jawa: laki-laki yang terletak di sebelah barat dusun dan pengantin perempuan membersihkan diri di sumur wadon sebelah timur dusun, belakang rumah Kamituwo. Ritual tersebut terutama 103 jika pengantin laki-laki berasal dari Bangkerep, sementara jika yang berasal dari Bangkerep adalah pengantin perempuan maka ritual tersebut tidak wajib dilakukan.

f. Campursari dan musik rebana Islami