Campursari dan musik rebana Islami

103 jika pengantin laki-laki berasal dari Bangkerep, sementara jika yang berasal dari Bangkerep adalah pengantin perempuan maka ritual tersebut tidak wajib dilakukan.

f. Campursari dan musik rebana Islami

Tak sawang-sawang kowe ayu tenan Rasane dadi pengen kenalan Kenalan nang lesehan Nggone ngadek nganggo klambi abang Yen ra kleru aku tau ketemu Nalikane kowe karo kancamu Mlaku-mlaku karo nnguya ngguyu Ombenane es jus melon karo susu Saiki aku uwis ngrasakno Pacaran karo wong Kertosono Wajahe koyo arjjuno Esemane koyo raden gatotkoco Alunan musik campur sari membelah keheningan malam di Bangkerep. Di sebuah rumah papan di sebelah selatan dusun, warga Bangkerep berkumpul di bawah tenda sambil menikmati hidangan dari pak RT yang sedang menikahkan anaknya. Beberapa lelaki asyik berjoget dengan gerakan meliuk seperti sedang menari tayub. Tetapi mereka tidak sedang menari di pertunjukan tayub, melainkan pertunjukan musik rebana Islam Al Anwar yang dibawakan oleh ibu-ibu dengan mengenakan busana muslim lengkap. Lagu campur sari yang dinyanyikan oleh kelompok rebana menjadi salah satu tanda kuatnya karakter Blora di Bangkerep. Lebih dari itu, sedekah bumi di bawah 104 pohon beringin, kajatan sebelum upacara penguburan, mitos lengo coblong, ritual mandi di sumur bagi pengantin menjadi simbol masih kuatnya tradisi lokal bagi masyarakat Bangkerep. Hal tersebut bersamaan dengan kurangnya pengetahuan dan pemahaman masyarakat Bangkerep dalam masalah keagamaan. Mayoritas warga di desa Balong beragama Islam namun memiliki pengetahuan agama yang masih rendah. 146 Selain buta huruf latin, sebagian besar dari mereka juga buta huruf Arab. Selain Mbah Nurhasyim, salah seorang warga yang dianggap mengetahui ilmu agama adalah Pak Mus, seorang imam langgar berusia sekitar 50-an tahun. Ia mendapatkan ilmu agama sewaktu belajar mengaji di Madrasah Diniyah sekolah keagamaan sore hari di Dusun Balong. Namun sebagai orang yang dianggap memiliki ilmu agama Islam dibanding warga Bangkerep lainnya, Pak Mus lebih banyak merantau untuk mencari nafkah. Terakhir ia pergi ke Kalimantan menjadi buruh penebang kayu selama beberapa bulan. Tokoh lainnya adalah Mbah Pariyo yang bertindak sebagai imam langgar jika pak Mus merantau. Sama seperti warga Bangkerep lainnya, Mbah Pariyo sehari-harinya menghabiskan waktu di sawah mengurus sawah dan ladangnya. Di sisi lain, warga Bangkerep masih kental menjalankan berbagai tradisi sinkretis dan menggunakan pertimbangan-pertimbangan kosmologis. Berbagai upacara Slametan baik siklus kehidupan, bersih desa maupun acara-acara yang digelar pada waktu-waktu tertentu menjadi bagian tak terpisahkan dari masyarakat 146 Dokumen desa, Laporan Keberadaan MTA dan Permasalahannya di Desa Balong, November 2002 105 Bangkerep. Upacara siklus kehidupan yang sifatnya individual antara lain lek-lekan berkumpul semalam suntuk di rumah orang yang sedang punya hajat, sepasaran atau selapanan bayi peringatan 7 hari dan 40 hari setelah kelahiran, serta upacara selamatan orang meninggal antara lain mitung dino, matangpuluhan, nyatus, nyewu 7 hari, 40 hari, 100 hari dan 1000 hari. Sementara selain upacara sedekah bumi di pohon beringin, upacara komunal digelar bertepatan dengan peringatan penanggalan Islam dan Jawa misalnya Syuronan tahun baru Islam dan Jawa, Mauludan peringatan kelahiran Nabi Muhammad, Rejeban atau Ruwahan perayaan di bulan sebelum memasuki bulan Ramadhan. Karakter masyarakat Abangan terlihat dari peringatan acara yang tidak digelar di masjid, tetapi di rumah pak Kamituwo sebagai pemimpin pemerintahan dusun sekaligus pemimpin kultural. Dalam acara-acara kenduri tersebut, biasanya masing- masing kepala keluarga membawa nasi tumpeng untuk di makan bersama-sama. Selain itu, sebagian kecil warga masih menjalankan ritual tertentu –biasanya berkaitan dengan keselamatan atau kesejahteraan, seperti sesaji di rumah atau sawah masing-masing. Beberapa warga juga masih memperingati weton atau hari lahir dengan cara memasak bubur merah dan bubur putih dalam bungkusan daun jati, lalu mengundang mbah modin untuk didoakan memohon keselamatan dan kesejahteraan. Seperti misalnya yang dilakukan Mbah Mardi yang menggelar wetonan seusai shalat magrib di rumahnya. Ia mengundang Pak Kamituwo Saji, Mbah Pono, dan Widodo. Tukang tanduk bahasa Jawa: menghidangkan nasi, namun dalam acara ini berarti 106 orang yang mendoakan adalah Mbah Mus yang kebetulan pulang dari Kalimantan. Setelah berdoa bersama, bubur merah dan bubur putih yang terbungkus daun jati dibagikan, namun tidak dimakan di tempat, melainkan dibawa pulang. Sama seperti desa-desa lain di Blora, Desa Balong juga memiliki kesenian tari tradisional Barongan. Tarian ini sendiri menjadi ciri khas Kabupaten Blora. Tarian ini biasanya dimainkan pada acara-cara tertentu, Bentuk kesenian ini mirip dengan reog Ponorogo, dengan menggunakan bentuk singa sebagai topeng para penarinya. 147 Saat ada acara desa atau peringatan hari kemerdekaan RI, para penari Barongan melakukan pawai atau arak-arakan berkeliling desa. Di dusun Bangkerep sendiri terdapat satu kelompok Barongan, namun hanya bermain saat acara-acara tertentu misalnya upacara hari kemerdekaan bulan Agustus atau ada warga yang menggelar hajatan. Karakter Abangan masyarakat Bangkerep juga terlihat dari orientasi politik mereka. pada masa Orde Baru, Golkar dan PDI mendominasi perolehan suara di Bangkerep, termasuk di Desa Balong secara keseluruhan. Lalu pada era reformasi, Partai Demokrat memenangi suara disusul PDI dan Golkar. Bahkan meski warga Bangkerep secara kultural mengidentifikasikan diri mereka sebagai NU, namun PPP yang pada masa Orde Baru adalah partai Islam tidak pernah memperoleh suara 147 Pak Saji tidak bisa menjelaskan lebih lanjut tentang cerita di balik kesenian Barongan tersebut. Dari berbagai referensi yang saya dapat dari internet, kesenian ini berkaitan dengan cerita atau mitos tentang harimau bernama Singa Lodra di sebuah makam tua di desa Mlangsen Kecamatan Blora Kota, serta cerita rakyat tentang tokoh bernama Gembong Amijoyo yang bisa menjelma menjadi harimau. 107 signifikan. Bahkan pada masa reformasi meski Partai Kebangkitan Islam PKB yang secara historis berafiliasi dengan NU tidak pernah menang di Bangkerep.

3. Perubahan sosial di Bangkerep