Pembahasan HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
berada pada capaian kategori baik dengan jumlah 23 siswa. Hal tersebut menandakan bahwa siswa sudah menerapkan karakter berjiwa besar dengan
baik. Penerapan karakter berjiwa besar yang telah dilakukan dengan baik dipengaruhi adanya pendidikan karakter yang diterima oleh siswa baik di
lingkungan keluarga, sekolah, ataupun lingkungan tempat tinggal siswa sehingga secara tidak langsung siswa sudah menerapkan dalam kehidupan
sehari-hari. Terlebih menurut Kementrian Pendidikan Nasional 2010 pendidikan karakter terkait erat kaitannya dengan habit atau kebiasaan yang
terus menerus dipraktekkan atau dilakukan. Pada siklus II dengan topik bimbingan Meminta dan Memberi Maaf
menunjukkan bahwa siswa yang tidak mengalami perkembangan pada tingkat karakter berjiwa besar jumlahnya lebih sedikit dibandingkan yang mengalami
perkembangan. Siswa yang mengalami perkembangan sebesar 41,93 atau 13 siswa dan yang tidak mengalami perkembangan sebesar 48,38 atau 15
siswa. Sedikitnya jumlah siswa yang mengalami perkembangan juga diikuti oleh penurunan rata-rata jumlah skor angket karakter berjiwa besar yang
menjadi acuan untuk melihat perkembangan tingkat karakter berjiwa besar secara keseluruhan. Pada siklus I rata-rata skor angket karakter berjiwa besar
adalah 82,81 dan pada siklus II adalah 81,93, maka rata-rata skor angket karakter berjiwa besar turun sebesar 0,38. Meskipun dari hasil pengamatan
siswa lebih aktif dan kegiatan yang dilakukan lebih bervariatif tetapi hal tersebut tidak berpengaruh pada perkembangan siswa dalam tingkat karakter
berjiwa besarnya. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Peneliti menduga ada faktor-faktor yang mempengaruhi tidak berhasilnya upaya pengembangan karakter berjiwa besar pada siklus II ini.
Faktor pertama adalah topik bimbingan yang dipilih pada siklus II kurang tepat. Pada siklus I topik yang dipilih adalah mengakui kesalahan dan pada
siklus II ini topiknya adalah meminta dan memberi maaf. Peneliti menduga terjadi overlap atau tumpang tindah dimana meminta dan memberi maaf
sudah dilakukan pada siklus I. Maksudnya adalah tindakan mengakui kesalahan akan secara langsung dilanjutkan dengan meminta dan memberi
maaf. Faktor kedua, kegiatan yang dipilih oleh peneliti untuk mendorong
perkembangan karakter berjiwa besar kurang mampu diikuti oleh siswa. Salah satu kegiatan yang memang kurang maksimal dilaksanakan oleh siswa adalah
bermain peran. Pada saat siswa melaksanakan permainan peran, mereka kurang melakukan persiapan dengan matang sehingga siswa kurang
memahami pesan moral atau pelajaran yang dapat diambil dari kegiatan tersebut.
Faktor ketiga, permainan yang dipilih kurang tepat. Permainan yang kurang tepat ini akhirnya tidak sampai pada tujuan penelitian dan berakibat
pada tidak berkembangnya siswa yang melaksanakan permainan tersebut. Faktor keempat yang juga diduga sebagai penghambat di siklus II ini adalah
siswa terlalu terlena dengan permainan yang diberikan oleh peneliti. Berdasarkan pengamatan yang dilakukan, keadaan kelas kurang kondusif
siswa melaksanakan permainan Pesan Berantai, bahkan peneliti mengalami PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
kesulitan dalam mengelola kelas. Peneliti melihat bahwa siswa terlalu terbawa euphoria terlena dengan permainan yang dilaksanakan sehingga
mengabaikan aturan dalam permainan dan akibatnya permainan tersebut tidak membawa dampak yang positif seperti yang diungkapkan oleh Zulkarnain
2014 bahwa sebagai fasilitator atau pembimbing perlu memastikan agar seluruh peserta jangan sampai terlena dalam permaianan sehingga melupakan
poin-poin atau pesan moral dari setiap permainan yang akan dimainkan. Faktor lain yang diduga menjadi penyebab tidak berhasilnya upaya
perbaikan pada siklus II adalah instrumen yang digunakan belum sempurna sehingga belum benar-benar mengungkap karakter berjiwa besar. Seperti
diketahui peneliti menggunakan kesuluruhan item dalam intrumen yang dinyatakan tidak diterima, dipertimbangkan, bahkan gagal, untuk tetap
diberikan kepada subyek penelitian tanpa memperbaiki dan menguji coba kembali karena keterbatasan jumlah item.
Tindakan pada siklus III dengan topik Menghargai orang lain yang menekankan pada upaya perbaikan tindakan pada siklus II memberikan hasil
berupa meningkatnya jumlah siswa yang mengalami perkembangan pada tingkat karakter berjiwa besar, yakni sebanyak 17 siswa atau sebesar 53,12.
Perkembangan tingkat karakter berjiwa besar yang dilihat dari rata-rata jumlah skor angket karakter berjiwa besar juga mengalami peningkatan
dibandingkan dengan siklus II. Rata-rata jumlah skor angket karakter berjiwa besar pada siklus II sebesar 81,93 meningkat pada siklus III menjadi sebesar
82,06. Namun, jika dilihat secara keseluruhan dari siklus I, siklus II , siklus PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
III, perkembangan tingkat karakter berjiwa besar yang dilihat dari rata-rata jumlah skor angket karakter berjiwa besar pada siklus III ini masih belum
mampu meningkat melebihi siklus I. Ketidakmampuan tindakan perbaikan pada siklus III untuk memperoleh
hasil lebih dari siklus I dikarenakan adanya kendala yang peneliti alami. Pertama, adanya jeda waktu selama satu minggu antara penelitian tindakan
siklus II dengan penelitian tindakan siklus III. Jeda waktu tersebut terjadi dikarenakan adanya pekan ulangan semester. Jeda waktu ini membuat siswa
harus kembali beradaptasi dengan kegiatan yang diadakan oleh peneliti terlebih siswa baru saja mengikuti ulang semester, tentu saja tenaga dan
pikiran siswa tersita untuk mengerjakan soal-soal ulangan. Kedua, beberapa siswa keluar masuk kelas selama proses bimbingan
sehingga siswa tidak dapat mengikuti proses perbaikan di siklus III dengan maksimal dan bimbingan klasikal yang dilaksanakan juga kurang efektif.
Pelaksanaan layanan bimbingan klasikal pada siklus III ini bertepatan dengan pekan remedial usai siswa melaksanakan ulangan semester jadi siswa yang
izin keluar masuk kelas izin untuk mengikuti remedial. Selain itu, di sekolah juga sedang mempersiapkan kegiatan perlombaan dan kegiatan class meeting
sehingga siswa yang terlibat dalam kegiatan tersebut, diminta untuk menghadiri pertemuan disela-sela kegiatan bimbingan yang sedang
berlangsung. Meskipun hasil yang diperoleh tidak mampu melebihi siklus I, tetapi setidaknya tindakan perbaikan yang dilaksakan pada siklus III lebih
baik dibandingkan pada siklus II. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Pemahaman tentang kepemilikan karakter berjiwa besar pada siswa kelas VII D SMP Negeri 4 Wates Tahun Ajaran 20142015 yang mengalami
perkembangan ke arah yang semakin baik diikuti dengan perkembangan tingkat karakter berjiwa besar selama 3 siklus yang dilaksanakan oleh peneliti.
Peran mitra kolaboratif tidak dapat dilepaskan dalam upaya pengembangan karakter berjiwa besar melalui layanan bimbingan klasikal mengingat
penelitian ini dilaksanakan secara kolaboratif dalam memberikan layanan bimbingan klasikal.
Peneliti memperoleh kemudahan dalam berkolaborasi dengan guru bimbingan dan konseling serta guru mata pelajaran. Mitra kolaboratif yang
bekerja sama dengan peneliti lebih memahami kondisi siswa yang menjadi subyek penelitian sehingga peneliti mendapatkan gambaran mengenai kondisi
siswa. Dengan demikian, peneliti dapat menyesuaikan kegiatan yang dilaksanakan dengan kondisi siswa. Selain itu, mitra kolaboratif juga
membantu dalam upaya perbaikan pada setiap siklus yang dilaksanakan oleh peneliti seperti menjadi observer, memberikan umpan balik terhadap
pelaksanaan bimbingan, serta memberikan penilaian terhadap keseluruhan program yang dilaksanakan oleh peneliti melalui validasi program.
Terdapat 5 orang guru yang mengisi lembar validasi program untuk mitra kolaboratif yakni 3 orang guru BK dan 2 orang guru mata pelajaran.
Berdasarkan penilaian dari mitra kolaboratif, keseluruhan program yang dilaksanakan oleh peneliti dinilai efektif dalam upaya mengembangkan
karakter berjiwa besar pada siswa kelas VII D di SMP Negeri Wates Tahun PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Ajaran 20142015. Hal ini dapat dilihat dari hampir keseluruhan item yang ada pada lembar validasi program dinilai sangat lebih baik, hanya 4 item yang
mendapat penilaian lebih baik. Model implementasi yang dirancang oleh peneliti dimaksudkan
agar siswa dapat terlibat aktif bukannya mendengarkan ceramah selama proses
bimbingan berlangsung. Selain itu, melalui metode ini siswa diarahkan untuk belajar dari setiap pengalaman selama proses bimbingan berlangsung. Melalui
metode dinamika kelompok yang memiliki prinsip seperti yang diungkapkan oleh Sahertian dalam Zulkarnain, 2014 berikut ini mampu mendorong
tercapainya tujuan untuk mengembangkan karakter berjiwa besar. 1.
Learning by doing yang artinya belajar dari sesuatu yang dikerjakan. Seperti misalnya siswa mencari makna esensi dari setiap permainan yang
dilakukan, sehingga siswa dapat belajar dari hal tersebut. 2.
Striptease, artinya perubahan tabir secara bertahap. Penyampaian materi dinamika kelompok tidak hanya dilakukan dengan ceramah, tetapi
maknanya diketahui secara bertahap melalui permaianan yang dilakukan dari waktu ke waktu.
3. Variasi yang menarik, artinya penyajian materi sebaiknya menggunakan
banyak variasi seperti permainan, role playing bermain peran, menonton video, serta diskusi.
4. Here and now, artinya dalam melaksankan dinamika kelompok
berorientasi pada keadaan disini dan pada saat inisekarang. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Keempat prinsip diatas akan lebih mudah dilaksanakan bila ada kerja sama yang baik antara guru mata pelajaran dan guru BK. Selama ini
pendidikan karakter hanya terintegrasi dalam mata pelajaran yang yang lebih menitik beratkan pada penguasaan materi pelajaran dan mengesampingkan
nilai-nilai karakter yang harusnya di kembangkan. Adanya kolaborasi antara guru mata pelajaran dan guru BK akan memudahkan proses pengembangan
karakter yang dilakukan melalui setiap mata pelajaran, dan dalam setiap kegiatan kurikuler, ekstra kurikuler dan kokurikuler.
Selain penilaian yang dilakukan oleh mitra kolaboratif, siswa sebagai subjek penelitian juga memberikan penilaian melalui validasi program untuk
siswa. Berdasarkan penilaian dari 32 orang siswa, 23 siswa memberikan penilaian sangat efektif dan hanya 9 siswa memberikan penilaian efektif
terhadap program yang dilaksanakan oleh peneliti. Seperti sudah dijelaskan sebelumnya bahwa metode yang dipilih peneliti mendorong siswa untuk
terlibat aktif dalam prosesnya. Sejalan dengan yang diungkapkan Zulkarnain 2014 sebagai suatu proses, dinamika kelompok berupaya menciptakan situasi
sedemikian rupa sehingga membuat seluruh anggota kelompok merasa terlibat secara aktif dalam setiap tahap perkembangan kelompok.
Siswa begitu menikmati setiap proses yang terjadi di dalam pelaksanaan kegiatan bimbingan. Hal ini tidak terlepas dari cara peneliti mengemas program
layanan bimbingan klasikal dengan metode permainan dinamika kelompok agar menjadi lebih menarik, tidak membosankan, serta mendorong siswa untuk
terlibat aktif sehingga siswa dapat mengikuti bimbingan dengan rasa gembira dan jauh dari ketegangan.
Menurut Zulkarnain 2014, pada dasarnya permainan dinamika kelompok bertujuan untuk: 1 meningkatkan kesadaran peserta tentang
perlunya mengembangkan sikap dan keterampilan tertentu; 2 menyajikan bahan latihan secara menyenangkan agar mengurangi ketegangan; dan 3
memperkenalkan aspek tertentu dalam materi yang dibahas. Permainan dinamika kelompok dapat menciptakan suasana santai dan menyenangkan
tetapi tetap mengena untuk belajar.
124