Pengertian Remaja Karakteristik Remaja
lain. Hal ini antara lain menyebabkan remaja sangat peka terhadap penilaian orang lain terutama teman sebayanya. Selain
itu, kematangan biologis remaja juga memunculkan ketertarikan remaja terhadap lawan jenisnya.
b . Transisi Kognitif
Ditinjau dari aspek perkembangan kognitifnya, peserta didik SMP berada pada tahap formal operational di mana
individu telah mampu berfikir secara abstrak dan hipotetis. Pada masa sebelumnya masa anak, individu berada pada tahap concrete
operational dimana individu baru mampu berfikir kongkrit. Karena
perkembangan kemampuan kognitifnya, pada masa remaja apa saja dapat menjadi obyek pikirannya, bahkan pikiran-pikiran
mereka sendiri. Hal ini menjadikan remaja bersifat egosentris.
Pada diri remaja terbentuk personal fable yaitu
keyakinan bahwa dirinya adalah unik sehingga berhak memiliki pikiran-pikiran dan perasaan-perasaan yang berbeda dengan orang
lain. Tingkah laku yang mudah diamati sebagai akibat dari transisi kognitif antara lain munculnya rasa ingin tahu yang besar
terhadap banyak hal, suka membangkang terutama untuk hal-hal yang menurut pemikiran mereka sulit dimengerti, susah diatur,
ingin dipahami dan ingin serba dimaklumi, dan lain-lain. Dari kaca mata orang tua, keadaan yang demikian
menyebabkan remaja mendapatkan cap sebagai remaja nakal. PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
Sebaliknya, remaja merasa bahwa orang tua dan orang dewasa lain termasuk di dalamnya guru tidak dapat dan tidak mau memahami
problema remaja. c.
Transisi Sosial Karena keadaan fisik dan kemampuan kognitif remaja
berubah sudah bukan anak-anak lagi, maka lingkungan sosial menuntut remaja memainkan peran yang berbeda daripada ketika
mereka masih kanak-kanak dan anak-anak. Namun sayang, orang dewasa sering tidak konsisten memperlakukan remaja. Kadang-
kadang remaja masih diperlakukan sebagai anak-anak, tetapi pada saat yang berbeda orang dewasa menuntut remaja bertindak seperti
orang dewasa. Remaja menjadi bingung karena ketidak- konsistenan orang dewasa. Remaja merasa bahwa orang dewasa tidak dapat
memahami mereka. Keadaan ini sering menjadikan remaja sebagai suatu
kelompok yang eksklusif karena hanya sesama merekalah dapat
saling memahami. Keadaan demikian menyebabkan ikatan remaja terhadap teman sebaya menjadi sangat kuat. Keadaan ini pula
yang menyebabkan konformitas remaja terhadap kelompok sebaya mereka meningkat. Konformitas remaja terhadap kelompok
sebaya menyebabkan warna kegiatan kelompok yang diikuti oleh remaja akan sangat mewarnai dirinya. Ketiga transisi fundamental
di atas, akan membawa banyak konsekuensi pada transisi di berbagai aspek perkembangan lain seperti:
a. Transisi Emosionalitas
Transisi emosionalitas menunjukkan bahwa pada masa ini remaja menjadi sangat peka dan relatif emosional, mudah
tersinggung, perasaan meledak-ledak. Di sisi lain, emosi remaja juga mudah terharu, mudah berempati, dan mudah terpengaruh
terutama ketika mereka terdorong oleh pikiran dan perasaan senasib.
b. Transisi Keberagamaan
Pada masa remaja, keragu-raguan terhadap agama yang awalnya telah dianutnya muncul sebagai akibat dari perkembangan
kognitifnya yang mulai memasuki tahap berfikir kritis hipotetis. Tidak jarang remaja mengajukan pertanyaan yang menunjukkan
kesangsian mereka terhadap konsep-konsep agama yang sebelumnya sudah tertanam dalam keyakinan mereka.
c. Transisi Hubungan Keluarga
Hubungan harmonis yang telah tercipta dalam suatu keluarga, tiba-tiba sedikit berubahgoyah ketika anak-anak mereka
menginjak remaja. Hal ini terjadi karena biasanya remaja banyak menentang dan emosional. Di lain pihak, orang tua terutama
yang kurang memahami perkembangan remaja, terlalu cepat PLAGIAT MERUPAKAN TINDAKAN TIDAK TERPUJI
menilai, terlalu kritis dan menghukum serta banyak menuntut karena melihat fisik remaja sudah bukan anak-anak lagi.
d. Transisi Moralitas
Maksud dari transisi ini adalah peralihan dari moralitas anak yang berorientasi menghindari hukuman dan berorientasi
mengejar ganjaran preconventional reasoning ke arah moralitas yang lebih dewasa post conventional reasoning.
Sering kali, dalam transisi moralitas ini terjadi pelanggaran terhadap standard norma lingkungan sosial, baik pelanggaran
aturan di rumah, sekolah, maupun pelanggaran hukum.